“Yang dibutuhkan untuk mengembangkan IP lokal sebenarnya adalah kolaborasi berbagai pihak: infrastruktur, kebijakan dari pemerintah, dari para pelaku ekonomi kreatif juga.” (Mira Lesmana)
Kebangkitan industri kreatif Indonesia, harus ditandai sama kebangkitan intellectual property lokal. Bener? Industri kreatif kita bangkit ketika semakin banyak orang mengenal sosok Gatot Kaca, atau ketika superhero lokal kita nggak lagi kalah pamor sama Spiderman, Superman, Batman, dan -man -man lainnya. Biar superhero lokal kita nggak sekedar nostalgia Gundala Putra Petir di era 80-an, tapi juga kembali hadir di generasi sekarang. Karena semua pekerja kreatif kita, apalagi anak muda, harus percaya bahwa IP lokal kita punya potensi sangat besar untuk mendunia.
Kok bisa? Ya iya, jaman sekarang gimana teknologi udah segini canggihnya, harusnya bisa dimanfaatin untuk mencetak IP-IP lokal baru yang memiliki kualitas berstandar global. Teknologi memungkinkan IP kita tumbuh dan berkembang, yang salah satunya didorong melalui event kelas internasional, Popcon Asia kemarin.
Baca juga: Menghargai Sejarah Indonesia Melalui Novel Grafis
Popcon Asia menjadi wadah yang menumbuhkan dan mendorong lahirnya intellectual property lokal. Kita bisa melihat munculnya karakter lokal seperti Gundala, Garuda, Nusantaranger, Gatot Kaca, Selendang7, Satria Garuda Bima X, juga yang akan dirilis akhir tahun, Pendekar Tongkat Emas. Udah pernah dengar?
Pendekar Tongkat Emas adalah film yang terinspirasi dari komik silat klasik Indonesia, yang dibesut oleh Mira Lesmana, produser kondang Indonesia. Wanita yang kerap dipanggil Mira ini adalah salah satu peraih berbagai penghargaan nasional maupun internasional dalam bidang perfilman. Pendekar Tongkat Emas terinspirasi dari komik-komik di Indonesia yang saat itu hits di tahun 70-80an. Film ini dibintangi oleh Nicholas Saputra, Eva Celia, dan Tara Basro.
Baca juga: Theory vs. Practice: How Both Are Actually the Same Thing
Berangkat dari kecintaannya akan komik Indonesia, Mira seakan membuat nostalgia kenangan para pecinta komik pada waktu itu kemudian mewujudkannya dalam bentuk nyata. “Komik semacam Gundala, lalu komik-komik milik RA Kosasih, Ganesh TH adalah inspirasi dari film Pendekar Tongkat Emas,” ungkap Mira.
Film dengan genre kolosal asli Indonesia ini terhitung genre baru yang sudah 20 tahun tidak ada di Indonesia. Mira Lesmana kudu jeli saat ini melihat bagaimana ketertarikan penonton terhadap genre tersebut, khususnya anak anak muda yang saat ini dinaungi oleh film-film superhero kelas Hollywood. Mira Lesmana akhirnya memutuskan untuk menciptakan IP lokal dalam film ini yang notabene merupakan langkah “berani” kendala zaman sekarang anak muda lebih gemar dengan superhero besutan Marvell.
Baca juga: Pemimpin Itu Harus Kepo
“Momentum kebangkitan IP lokal ini harus dikelola dengan baik, jangan sampai pekerja kreatif kita diambil oleh industri perfilman di negara-negara lain contohnya seperti Amerika. Ini dikarenakan filmmaker Indonesia masih kesusahan dalam mengembangkan peran superhero lokal,” tutur Mira.
Baginya, harus ada penggerak yang membuat sebuah movement untuk mengembalikan kembali sense of belonging kita terhadap kecintaan local culture, contohnya seperti adanya Popcon, yang membangkitkan komunitas. Semuanya harus berjalan bersama, brainstorming, dan musyawarah adalah kunci yang amat penting dari sebuah pergerakan. “Semua harus saling mendukung dan tidak boleh berjalan sendiri-sendiri,” ungkap Mira. “Yang dibutuhkan untuk mengembangkan IP lokal sebenarnya adalah kolaborasi berbagai pihak: infrastruktur, kebijakan dari pemerintah, dari para pelaku ekonomi kreatif juga,” lanjutnya.
Baca juga: Don’t Burn the Bridge
Kita nggak boleh skeptis dengan karya dan IP lokal, malah harus optimis. “Di sini kita sebagai seorang maker harus bisa optimis untuk terus bergerak dan selalu berkarya,” kata Mira. Optimisme ini emang jelas harus dibarengi dengan kolaborasi, sih.
“Keseimbangan dari pihak pemerintah harusnya juga turut dimajukan serentak. Jika pemerintahan juga mendukung karya-karya kita dengan mem-push promotion ke segala arah, lalu didukung dengan adanya policy karya yang ketat maka seorang maker dari industri kreatif tersebut akan merasa dihargai dan otomatis akan turut mendukung dan bersinergi dengan industri kreatif lainnya,” tutup Mira.
Lalu di lingkaran kolaborasi ini, kontribusi apa yang bisa kita beri? Yang paling utama sih kalau kita masih sekedar konsumen, ya apresiasi karya temen-temen kreatif kita. Jangan pandang sebelah mata karakter-karakter lokal yang lahir dan ngeramein industri intellectual property dalam negeri. Setidaknya kalau kita nggak bisa bikinnya, ya harus berbangga dengan karya asli Indonesia.
Header image credit: racounter.net