Kenapa Orang Suka Flexing? Yuk, Intip Alasan Psikologisnya dan Cara Menghadapinya! – Kata sebuah pepatah lama, “Everything happens for a reason”. Sama, flexing juga, kok. Yang pasti, orang-orang yang doyan pamer itu punya alasan di balik perilakunya.
Belakangan ini, istilah flexing emang makin populer dan makin banyak dipake buat ngegambarin orang-orang yang suka pamer. Belom lagi sejak dua crazy rich “abal-abal” yang doyan pamer harta berakhir diringkus kepolisian. Makin rame aja tuh orang-orang nyebutin istilah “flexing” di mana-mana!
Nah, sebelum kita bahas kenapa orang suka flexing, mungkin ada baiknya kita tengok lagi arti flexing itu sendiri. Apakah artinya emang “sesederhana” pamer kekayaan?
Baca juga di sini: Bisa Dilatih! Ini Dia Skill Leader yang Berkualitas!
Kenapa Orang Suka Flexing? Sebelum Itu, Pahami Dulu Arti Flexing!
Well, mengutip Tirto, istilah flexing sendiri sebetulnya berawal dari bahasa gaul masyarakat kulit hitam buat nunjukkin keberanian atau “pamer”, di circa 1990-an. Istilah ini muncul di lagu “It Was a Good Day” dari rapper Ice Cube pada tahun 1992. Di tahun 2014, kata flex pun sempet populer lagi berkat lagu “No Flex Zone” karya Rae Sremmurd.
Seiring waktu, banyak yang menggunakan istilah flexing untuk menunjukkan orang yang suka pamer kekayaan, padahal kekayaannya bo’ongan. Terus makin ke sini lagi, istilah flexing pun mulai sering orang-orang pake secara umum buat nyebut mereka-mereka yang doyan pamer harta atau pencapaian–terlepas dari hal tersebut bener atau bohong.
Lebih lanjut lagi soal flexing, akademisi dan guru besar di Universitas Indonesia, Prof. Rhenald Kasali pun punya pandangan lain. Beliau menyebut flexing sebagai bagian dari strategi marketing buat nyiptain imej “kaya”, supaya targetnya percaya. Inilah dia yang terjadi di kasus investasi bodong yang rame belakangan ini, GenZi!
Baca juga di sini: Kepribadian Narsistik: “Si yang Paling Istimewa dan Si Paling Terbaik”
Alasan Utama Kenapa Orang Suka Flexing
Nah, menurut Psikolog Indah Sundari Jayanti, perilaku flexing bisa muncul akibat kebutuhan akan eksistensi diri, apalagi dengan hadirnya media sosial. Selain itu, flexing juga bisa muncul akibat adanya ketakutan akan penolakan dan faktor kepribadian–misal, kurang percaya diri. Tapi, perilaku ini gak bisa langsung ujug-ujug kita kaitkan sama gangguan psikologis, ya.
Di sisi lain, Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Surabaya, Dewi Ilma Antawati juga mengungkap bahwa flexing bisa berkaitan dengan rasa gak aman (insecurity), sehingga ada dorongan buat memamerkan apa yang menurutnya unggul ke orang lain.
Sumber lain menyebut, seseorang yang melakukan flexing juga biasanya ingin membangun kesan di hadapan orang lain, nunjukkin status sosial atau kemampuan.
Fakta menariknya, masih menurut psikolog Indah Sundari, flexing sendiri sebetulnya gak bisa dibilang abnormal, lho! Soalnya gini, siapa sih yang di era medsos ini sama sekali gak pernah nunjukkin berbagai hal ke orang lain?
At least, kita pasti pernah nunjukkin lagi makan apa, jalan-jalan ke mana, atau nunjukkin pencapaian kita di LinkedIn, dlsb.
Tapi…
“Jika hal ini sudah menjadi satu kebutuhan yang mengganggu jika tidak terpenuhi, maka perlu ditelaah lebih lanjut. Misal, apakah perilaku flexing ini justru membuat individu memaksakan keinginan di luar kemampuannya atau apakah perilaku flexing ini merugikan orang-orang di sekitarnya. Atau bahkan, apakah perilaku flexing ini membuat individu mencitrakan diri sangat berbeda dari ia yang sebenarnya,” jelas Indah sebagaimana dikutip dari cnnindonesia.com.
“Cuma asli deh, MinZi! Capek banget ngeliat flexing di sana-sini!”
Tenang, tenang. Kalo sekeliling lo doyan flexing dan tindakannya udah cukup “berlebihan”, ada beberapa hal yang bisa lo lakukan.
Baca juga di sini: Memaafkan Diri Sendiri adalah Awal untuk Hidup Lebih Baik, Caranya?
Kenapa Orang Suka Flexing dan Cara Menghadapinya
Pertama, kalo hubungan kita sama orang yang suka flexing itu cukup dekat, kita bisa mencoba mengingatkan dia buat gak terus-terusan flexing.
Kenapa? Karena di satu sisi, itu bisa membuatnya lama-lama memaksakan diri buat terus-menerus pamer–padahal itu di luar kemampuannya. Di sisi lain, flexing juga bisa membuat orang di sekitarnya ngerasa gak nyaman dan malah ngejauhin dia.
Kedua, cara yang paling efektif untuk menghadapi orang-orang suka flexing adalah mengabaikannya. Soalnya, orang-orang yang suka flexing ini bakal makin puas kalo apa yang mereka lakuin mendapat perhatian lebih.
Lebih lanjut lagi, biar kita gak ikut-ikutan flexing–apalagi secara berlebihan, kita juga bisa ngelakuin beberapa hal ini buat mengendalikan diri.
Baca juga di sini: Udah Waktunya Lo Peduli dengan Kesehatan Mental Lewat Film
5 Tips Mengendalikan Diri supaya Gak Ikut-ikutan Flexing
- Sadari kemampuan yang dimiliki, jangan sampe maksain!
- Belajar pilah-pilih mana hal-hal yang dirasa perlu dan berguna buat ditunjukkin.
- Pahami kalo “pamer” gak selamanya bikin kita terlihat “hebat”. Bisa jadi malah bikin kita terkesan “norak”.
- Posisikan diri sebagai orang lain. Kalo orang lain sibuk flexing, kita keganggu atau gak?
- Ketimbang fokus sama keinginan pamernya, mendingan fokus nikmatin momen atau kegiatan-kegiatan yang kita lakukan. Inget, gak semuanya harus ditunjukkin, kok!
Baca juga di sini: Tips Menghadapi Rasa Cemas yang Bikin Gak Nyaman
Flexing, Normalkah?
Kalo merujuk ke penjabaran tadi, sih, flexing itu sebetulnya gak selamanya buruk dan masih tergolong normal.
Mau “pamer” pengalaman jalan-jalan ke tempat baru? Ya, silakan. Mau “pamer” pencapaian di dunia kerja? Boleh. Tapi, ada value atau insight yang bisa dibagiin gak? Kalo gak ada, bahkan udah sampe di tahap ngerugiin diri sendiri bahkan orang lain, no-no, deh!
Lagian, udah paling bener kita belajar dari kesederhanaannya Mark Zuckerberg atau para old money aja. Biar orang lain yang menilai, gak usah kita yang susah-payah flexing.
So, apakah konten ini cukup menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian seperti “Kenapa orang suka flexing?” atau “Apa yang mau mereka capai?”
Kalau udah, sekarang buruan main dan follow juga Instagramnya @ziliun buat dapetin berbagai konten menarik lainnya seputar dunia kerja dan pengembangan diri, ya!