Setelah kemarin ini sempat bahas tentang cara terjitu untuk berteman, baru-baru ini saya berpikir tentang apa formula terjitu yang bisa seseorang lakukan untuk dapat merasakan kebahagiaan. Munculnya dari mana?
Zaman sekarang, sulit rasanya untuk mendeteksi apakah seseorang itu bahagia atau tidak karena makin ke sini, makin saru. Apalagi sejak ada hashtag #BahagiaItuSederhana. Kadang bikin orang salah persepsi karena bisa saja orang langsung melakukan penyimpulan sederhana tanpa mengkaji lebih dalam karena banderol “sederhana”-nya itu, menangkap makna secara eksplisit.
Untuk itu, sebagai permulaan untuk mendalami bahasan ini, saya minta kamu untuk jangan pernah percaya sepenuhnya pada sesuatu yang kamu dengar, sesuatu yang bisa kamu sentuh, sesuatu yang bisa kamu baui, ataupun sesuatu yang kamu bisa lihat saja. Kenapa? Karena semua yang tadi disebutkan adalah hasil dari sebuah proses. Dalam memulai sebuah proses, pasti ada suatu hal yang mengawali kenapa proses itu dilakukan, sebuah alasan. Perlu dicatat, hasil akhir sebuah dari proses itu tidak selalu sesuai dengan apa yang direncanakan. Dengan mengerti alasan di baliknya, kamu akan mendapatkan gambaran besar, dan bisa ambil keputusan dengan lebih tepat untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Gini, ada orang butuh uang. Akhirnya, dia jambret tas orang sambil naik motor, biar ga cape kaburnya. Saat tas berhasil direbut, orang yang dia jambret ini jatuh ke jalan raya dan ketabrak mobil yang melaju kencang. Nah, sebenernya dia mau butuh uang atau mau bunuh orang? Kalau saya gak jelaskan di awal bahwa dia butuh uang, bisa aja kita menyimpulkan di opsi yang kedua. Solusinya beda, untuk opsi pertama kita bisa tawarkan pekerjaan dan untuk opsi kedua kita jadwalkan dia sebuah pertemuan dengan psikolog.
Baca juga: Uang Bikin Bahagia, Sampai Titik Tertentu…
Oke, sebelum pembahasan ini menyimpang ke arah yang bukan tujuannya, intinya adalah saya mau menekankan: selalu cari tahu awal mulanya, temukan akarnya. Jangan biarkan fokusmu tersita oleh batang, ranting, daun, bunga, buah, ataupun ulat bulu. Itu dulu. Jika mau bahagia, jangan teliti caranya, tapi temukan sumbernya.
Kalau udah setuju dengan aturan main tadi, kita masuk ke pembahasan utamanya, dimulai dengan satu pertanyaan: Kenapa orang-orang memiliki social media?
Tujuannya mungkin macam-macam. Namun, kalau ditelusuri lebih dalam dan dicari awal mulanya, coba pikirkan lagi, dengan social media apakah kita ingin “berbagi” atau ingin “menerima“?
Secara eksplisit, tentu saja berbagi! Makanya, ada tombol “Share” di mana-mana.
Tapi, apa iya?
Habis ngepost foto, terus ngebandingin hari ini dapet like 86, padahal foto kemarin yang like lebih dari 100. Sampai bikin survey kalau foto selfie itu lebih banyak yang like daripada foto pemandangan. Ngepostnya pake quote keren, walaupun out of context, gapapa, hajar aja, daripada bikin caption sendiri terus lebih sedikit yang nge-like.
Habis berantem sama orang atau ga setuju sama suatu hal. Ngepost di social media buat cari dukungan, walaupun bilangnya hanya ingin menyuarakan pendapat. Ga cukup kalau cuma orang sekadar lihat tanpa ada respon dalam bentuk like, comment, atau share. Begitu pula kalau kamu lagi senang, dan mengepostnya di social media.
Baca juga: Uang Benar-Benar Bisa Beli Kebahagiaan, Asal…
Untuk diperhatikan. Untuk diterima. Untuk diakui. Untuk menjadi bagian dari suatu hal. Untuk dimengerti. Untuk diapresiasi. Untuk dicintai.
Semua itu berasal dari orang lain. Ya, saya percaya kalau kebahagiaan seseorang itu gak muncul dari diri orang itu sendiri, tetapi dari orang lain, dari lingkungan di sekitarnya. Apapun upaya yang dilakukan untuk mencapai kebahagiaan, 7 hal di atas pasti termasuk dalam apa yang kamu inginkan—yang menjadi definisi dari kebahagiaan itu sendiri.
Bisa saja kalau kamu bilang kebahagiaanmu itu berasal dari makan indomie rebus dengan telur setengah matang saat hujan-hujan. Tapi, saya tidak tertarik untuk membahas itu di sini, karena kebahagiaan jenis itu bukanlah jenis kebahagiaan yang bisa didapatkan semua orang. Kita sekarang akan membahas jenis kebahagiaan yang bisa didapatkan siapapun tanpa pandang bulu (yang tidak berbulu juga masuk hitungan), termasuk untuk anak kosan yang terhimpit ujian hidup karena sedang akhir bulan, bahkan mereka yang berada di bawah tenda pengungsian. Kebahagiaan yang kita konsepkan sekarang adalah kebahagiaan yang berlipat ganda, yang akan menyebar ke mana-mana, gak akan cuma berhenti di kita doang! Kayak MLM gitu.
Berpikir cara untuk membahagiakan diri sendiri itu tidak akan ada habisnya.
Anggukkan kepala jika setuju. Copot kepala kalian jika tidak setuju.
Padahal, sekarang kita sadar bahwa kebahagiaan kita berasal dari orang lain.
Gimana, apakah sudah mulai terlihat gambar yang dapat dibentuk dari titik-titik ide ini?
Bagus kalau udah dapet maksudnya. Apapun yang kamu pikirkan sekarang, gak usah dibikin ribet. Jangan takut ga kebagian kebahagiaan karena jika semua orang di dunia mengerti konsep ini, seharusnya mereka pun akan berpikir sama.
Berpikirlah untuk orang lain, jadilah manfaat untuk mereka. Sesederhana itu.
Baca juga: Tentang Tujuan Hidup dan Pilihan
Kenapa hari ini kita masih hidup? Selain karena ridho dari Tuhan, jawaban lainnya adalah karena orang lain yang membuat kita dapat hidup. Bisa aja loh ada orang bete sama kamu terus tiba-tiba ngegolok.
Ada lebih banyak teman bisa makan jika kamu memilih beli pizza dibandingkan steak.
Ada banyak yang terbantu saat kamu memilih untuk menjadi volunteer acara sosial daripada menghabiskan hari Minggumu di atas kasur.
Seorang teman saya, dia berjuang memenangkan lomba untuk hadiahnya dapat digunakan sebagai dana usaha organisasi kemahasiswaan yang dia ikuti! (Iya, dil, I’m looking at you.)
Di dunia bagian lain, tepatnya Jatinangor, ada teman yang tiap hari sibuk ngurusin website, mulai dari bikin postingan, sampai cari orang untuk jadi kontributor, karena dia mau bikin semua orang Indonesia jadi suka dan mau baca buku. Demi mimpi itu, dia kesampingkan hal-hal lainnya, seperti nongkrong sama teman-teman yang padahal, itu juga menyenangkan. (Good luck untuk startup-nya, Lang!)
Terus, ada juga yang mau repot-repot ngumpulin orang dengan segala peralatannya untuk memberi ucapan selamat ulang tahun ke temennya yang lama bales chat, daripada mengerjakan hal lain malam itu. (AAAH, INI MALAM TER-TERHARU!)
Setiap hari, kita mendapatkan manfaat, dampak baik dari orang lain. Bertukar kebaikan, saling mengisi dan melengkapi apa yang dibutuhkan, itu sangat menyenangkan untuk semua orang! #BahagiaItuSederhana, kan?
Jadi, apalah makna kebahagiaan kalau gak dirasakan sama-sama apalagi gak ada dampak baiknya? Jangan-jangan cuma delusi semata?
Baca juga: Ya Sudah, Ikut Arus Saja
Artikel ini ditulis oleh Fadhila Hasna Athaya, dan sebelumnya dipublikasikan di blog pribadi Dhila.