Di Indonesia, kebutuhan hak cipta untuk karakter fiksi udah makin urgent! Industri kreatif seperti ilustrasi, game, dan animasi lokal yang udah makin berkembang nggak mungkin optimal tanpa proteksi hak cipta ini.
Udah jadi rahasia bersama, kebanyakan orang Indonesia emang suka susah mengapresiasi hak cipta. Yang sebelum internet super booming aja masyarakat kita kurang mengapresiasi hak cipta alias copyright, gimana di era digital kayak sekarang?
Ya minimal kalo film-nya nggak bagus-bagus amat, mending download aja deh pake IDM. Atau, males beli CD resmi album lagu artis? Tinggal ngopi donlotan orang. Apalagi buku, ya sebisa mungkin yang murah aja lah: fotokopi! Komik? Sewa di rental, atau…minjem!
Berhubung akan ngomongin hak cipta, pertama-tama mesti dibahas definisinya. Mengacu ke undang-undang negara, simpelnya, hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk menyalin suatu ciptaan, juga membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Hal cipta ini meliputi hak ekonomi (royalti lah ya), dan hak moral, dimana kreator diakui namanya atas karyanya. Wajib, titik.
Baca juga: Di Mana Ada Usaha, Di Situ Ada Jalan?
Hak cipta sih sebenernya ada di bawah payung Hak Kekayaan Intelektual (HaKI). Cuma, hak cipta ini fokus untuk melindungi berbagai jenis karya cipta dan seni seperti puisi, drama, karya tulis, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, desain, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan desain industri.
Gimana dengan hak cipta karakter fiksi dalam cerita?
Pada kenal “Si Unyil”? Iya, karakter boneka pintar yang suka nongol di TV bareng Pak Raden, yang bajunya nggak pernah ganti itu. Haha. Dua tahun lalu, kreator Si Unyil (Bapak Drs. Suyadi – hayo, ngaku yang baru denger namanya? Ini hak moral juga nih) menggugat Perum Produksi Film Indonesia (PPFN) karena ia nggak dapat royalti sepeser pun atas penggunaan boneka Si Unyil serta kesepuluh tokoh lainnya dalam berbagai acara komersil.
Tau berapa lama waktu yang dibutuhkan Pak Suyadi untuk memenangkan hak cipta atas karakter kreasinya? 2 tahun. Kelamaan? Kalo anak bayi, udah bisa lari kali.
Salah satu masalahnya, ternyata, hukum kita belum secara jelas dan rinci mengatur perintilan soal “karakter fiksi” ini. Sementara negara-negara lain di dunia sudah melindungi karakter-karakter fiksi dengan hak cipta, Indonesia masih kesandung-sandung juga. Hulk, Iron Man, Batman, Spiderman, Superman, Doraemon, Hello Kitty, bahkan si kembar botak dari negeri tetangga, Upin Ipin. Semua diproteksi dengan hak cipta.
Baca juga: Xiaomi, The Company that Brings Global to the Locals
Di Indonesia? Masih sedikit sekali, bisa dihitung jari.
April lalu sih, setelah kisruh Si Unyil ini, Risa Amrikasari, konsultan HaKI di Indonesia, udah ngirim surat resmi kepada Pansus RUU Hak Cipta di DPR berisi usulan perlindungan hak cipta independen bagi karakter seperti Si Unyil untuk dimasukkan sebagai salah satu ciptaan yang dilindungi dalam UU Hak Cipta.
Baca juga: Sharing Economy: Ngirit Plus Hemat Pake Airbnb dan Uber
Di Indonesia, kebutuhan hak cipta untuk karakter fiksi udah makin urgent! Industri kreatif khususnya ilustrasi, game, dan animasi lokal yang udah makin berkembang nggak mungkin optimal tanpa proteksi hak cipta ini.
Soalnya, karakter fiksi bukan sekedar karakter fiksi. Ia punya nilai ekonomi gede banget. Entah dalam bentuk tertulis, grafis, sampe bentuk pengalihwujudan lain kayak tokoh dalam film. Karakter film, serial produksi televisi, video game, website, merchandising rights, dan bentuk eksploitasi ekonomi lainnya, kebayang kan kalau nggak dilindungi hak cipta?
Negara wajib mengapresiasi kreator lokal biar nggak kapok berkarya untuk Indonesia. Kalau karakter fiksi berhasil masuk sebagai jenis ciptaan yang dilindungi secara independen pada UU Hak Cipta, nggak perlu lagi ada Si Unyil-Si Unyil lainnya yang nunggu 2 tahun biar sang kreator terpenuhi haknya. Semoga cepet ya.
Baca juga: Code for America, Mengabdi untuk Negara Melalui Teknologi
Tau cara lain yang lebih sederhana untuk mengapresiasi karakter fiksi dan industri kreatif lokal kita? Jawabannya ada di Popcon Asia 2014.
#popcon2014 adalah rangkaian artikel Ziliun mengenai industri kreatif Indonesia dalam rangka menyambut Popcon (Popular Culture Convention) Asia 2014. Festival komik, film, mainan, dan animasi terbesar di Asia ini akan diselenggarakan di Jakarta, 19-21 September 2014.
Header image credit: picjumbo.com
Comments 1