Dalam beberapa tahun belakangan ini, pembayaran digital menjadi semakin populer. Misalnya, membayar transaksi jalan tol dengan kartu uang elektronik (e-money) atau membayar transaksi ojek motor via aplikasi di ponsel. Hal ini sangat kontras dengan keadaan ketika Uber diluncurkan di Indonesia pada tahun 2014 lalu. Waktu itu, sebagian besar dari 260 juta penduduk negara itu tidak dapat menggunakannya, karena kepemilikan kartu kredit tidak umum di Indonesia. Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa hanya 143 juta penduduk yang memiliki kartu debit dan 17 juta penduduk yang memiliki kartu kredit.
Supaya pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia dapat mencapai targetnya, yang diperkirakan US$ 130 miliar pada tahun 2020, diperlukan terobosan dalam pembayaran tanpa uang tunai demi terwujudnya generasi masyarakat tanpa yang tunai, yang paham akan hal ini. aAtau yang akrab disebut cashless society. Lalu kira-kira kapan, ya, cashless society dapat benar-benar terwujud di Indonesia?
Salah satu strategi yang dilakukan pemerintah untuk mencapainya adalah melakukan implementasi elektronifikasi pada sistem pembayaran (digital payment) sebagai bagian dari Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT). GNNT yang mulai digencarkan pemerintah sejak tahun 2014 tersebut kini merambah banyak sektor, mulai dari transaksi tiket Trans-Jakarta sampai penyaluran bantuan langsung tunai bersyarat dengan uang elektronik.
Tak hanya pemerintah saja; bank, perusahaan telekomunikasi, dan berbagai perusahaan startup yang bergerak di sektor fintech pun ramai-ramai membangun ekosistem yang mendukung pergeseran uang tunai menuju uang elektronik sebagai alat pembayaran.
E-money, yang menurut Bank Indonesia nilai uangnya disimpan dalam media elektronik tertentu. ini t Tidak hanya memberikan kemudahan dan kecepatan dalam melakukan transaksi pembayaran karena tanpa perlu membawa uang tunai, melainkan juga dapat membantu masyarakat agar tidak lagi menerima uang kembalian dalam bentuk barang (seperti permen) akibat padagangpedagang tidak mempunyai uang kembalian bernilai kecil (receh), dan tentunya sangat applicable untuk transaksi massal yang nilainya kecil namun frekuensinya tinggi, seperti transportasi, parkir, tol, fast food, dll.
Pertumbuhan e-money di Indonesia pun cukup bagus; tahun 2007 yang hanya Rp 5 miliyar mencapai Rp 30 triliun pada tahun 2014. Triliunan e-money tersebut berputar setiap harinya melalui beragam layanan.
Berbagai inisiatif pun terus dilakukan Bank Indonesia (BI) dan pemerintah untuk mempercepat terwujudnya cashless society di Indonesia. Yang terbaru adalah implementasi Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) oleh BI akhir tahun 2017 lalu, yang sudah diikuti oleh sejumlah merchant besar dan akan terus bertambah. Implementasi GPN ini nantinya tak hanya bermanfaat bagi merchant dan bank, tapi masyarakat pun akan semakin diuntungkan karena transaksi jadi lebih ringkas, cukup dengan satu kartu. Sebagai tahap awal, GPN diberlakukan untuk kartu debit. Nantinya perluasan ke kartu kredit pun akan segera diberlakukan mulai tahun 2019.