Soal mimpinya yang kedua untuk bisa nge-jam bareng musisi idola, Simon Le Bon, ada cerita lain yang tidak kalah menarik.
Waktu itu Java Jive ada job manggung di Solo. Di hari berikutnya, Duran Duran manggung di Jakarta Convention Center. Jadilah mereka pulang buru-buru dari Solo ke Jakarta demi bisa nonton idola. Setelah puas nonton konser Duran Duran, Java Jive ada jadwal tetap setiap hari Minggu malam, manggung di Hard Rock Cafe Sarinah. Saat itu, Hard Rock Cafe adalah tempat nongkrong yang hits luar biasa. Saking hitsnya, kalo mau masuk, mesti ngantre panjang sampe parkiran Sarinah. Jadi ngga heran kalo isinya itu anak-anak gaul Jakarta pada zamannya.
Di tengah manggung, eh tiba-tiba muncul sosok yang ngga asing. Ternyata, sehabis konser, Simon Le Bon mampir di Hard Rock, duduk paling depan, nonton penampilan mereka saat itu.
Pucuk dicinta ulam tiba, Kang Noey yang emang nge-fans banget sama Simon, kala itu langsung ngomong ke Yoris Sebastian, Manager Hard Rock Cafe saat itu, untuk minta tolong bassnya ditandatangani oleh Simon. Yoris menolak, tapi Kang Noey tetap kekeuh. Akhirnya ia minta supaya bisa nyanyi bareng Simon. Eh, ternyata Simon mau. Alhasil saat itu Java Jive membawakan Ordinary World, salah satu lagu Duran Duran paling terkenal, dan Simon nyanyi diiringi oleh mereka.
Baca juga: Kang Noey Java Jive: Bukan Pemimpi di Siang Bolong (1)
Selesai bawain satu lagu tersebut, Simon Le Bon pun memuji Java Jive dan bilang kalau mereka hebat banget, bisa bawain lagu Duran Duran dengan sangat bagus. Tuntas sudah mimpi Kang Noey yang kedua.
Karir bermusiknya tidak selesai sampai di Java Jive. Setelah mengeluarkan beberapa album, Java Jive sudah tidak setenar sebelumnya. Ia pun mulai memikirkan apa yang ia bisa lakukan untuk bersiap-siap sebelum kapalnya benar-benar karam.
Hal paling dekat yang ia bisa pikirkan pada saat itu adalah menjadi produser musik. Padahal ia sama sekali tidak punya pengalaman jadi produser. Yang Kang Noey tahu waktu itu cuma main musik. Ia kemudian mendapat inspirasi dari album kompilasi Indie Ten besutan Sony Music, yang sukses melahirkan band-band seperti Wong, Cokelat, dan Padi. Kang Noey kemudian terpikir memulai jadi produser untuk membuat album kompilasi dengan cara berkolaborasi.
Berbekal nekat, Kang Noey mengajak pemilik Fame Station Bandung untuk bekerjasama. Rencana Kang Noey pada saat itu adalah membuat album kompilasi yang isinya adalah band-band indie yang saat itu langganan manggung di Fame Station.
Baca juga: Institut Musik Jalanan Akan Rilis E-commerce bagi Karya Musisi Jalanan
“Kamu diem aja, modal dari saya, saya yang kerja. Tugas kamu cuma jualin dedet (bundling) kasetnya, disatuin dengan tiket masuk Fame Station,” kata Kang Noey saat itu kepada Djundi Prakasha, pemilik Fame Station.
Padahal waktu itu Kang Noey ngga punya tabungan yang cukup untuk produksi. Dasar emang nekat, ia akhirnya pinjam uang di bank demi bisa produksi kaset kompilasi tersebut.
Eh, laris manis lho kasetnya. 1200 keping terjual dalam 2 hari. Ngga serta merta untung besar sih, karena hasil penjualan dipakai buat bayar utang ke bank, dan sisanya untuk bayar honor para band yang diajak main. Tapi hal ini ngga bikin Kang Noey kapok, malah ketagihan jadi produser musik. Ini pun ia jadikan sebagai portofolio pertamanya sebagai produser musik.
Kerja nekatnya mulai membuahkan hasil ketika setelah itu, ia memproduseri band Caffeine. Satu per satu label rekaman menolak demo yang ia tawarkan, sampai kemudian ada satu label kecil yang menerimanya karena juga sedang mencari portofolio. Tidak disangka, album pertama Caffeine tersebut meledak.
Pamor Kang Noey sebagai produser kemudian mulai naik, sehingga ia dipercaya untuk membuat album kompilasi lagi oleh Musica Studio. Di album ini, Kang Noey bertemu dengan Peter Pan. Saat itu, Peter Pan masih band belum terkenal, yang ditemukan oleh Kang Noey ketika mereka menjadi band pembuka dari Caffeine di salah satu kafe di Bandung.
The rest is history.
Dari situ, tangan dinginnya melahirkan Peter Pan, Geisha, D’Masiv, dan Nidji. Lagi-lagi, Kang Noey membuktikan bahwa perubahan itu dimulai dari para pemimpi. Berkarya, sesederhana dimulai dari punya mimpi.
Baca juga: Musisi Jalanan Kualitas Papan Atas, Berkat Institut Musik Jalanan
Image header credit: picjumbo.com