Saya mau ngarang cerita sedikit nih.
Ceritanya, saya adalah seorang web-developer (realitanya belum sih, tapi aminkan saja dulu). Lagi nongkrong di warkop fancy (alias kafe-kafean gitu) favorit saya, sibuk dengan laptop mengetik barisan kodingan sembari menyesap kopi yang merupakan asupan harian wajib saya. Terlihat sangat profesional sekali ya.
Lalu, ada seseorang yang menghampiri saya. Kayaknya sih tertarik dengan apa yang sedang saya kerjakan. Ia memperkenalkan diri sebagai entrepreneur. Sudah punya modal sendiri pula. Wah, dalam hati saya, gausah susah-susah pitching dong ke calon investor nih!
Intinya, si entrepreneur ini butuh sebuah website untuk usaha yang akan ia buat. Oke, saya sendiri sih sering menerima pesanan macam begini. Biasanya saya ga banyak tanya dan langsung to the point klien saya maunya apa, harus bagaimana, dll. Kali ini, saya tergelitik ingin membombardir si entrepreneur ini dengan pertanyaan-pertanyaan. Apakah dia memang niat memberi perubahan dengan produknya atau cuman nyari duit aja.
Lalu ia menjelaskan tentang produknya, visinya apa, juga bermacam-macam strategi marketing dengan istilah-istilah keren yang sejujurnya saya awam dengan hal itu.
Baca juga: 3 Pertanyaan Untuk Menemukan Visi Dari Startup Kalian
“Iya mbak, jadi saya mau buat produk lini fashion dengan nama ‘Y-Hipsters’.”
“Kenapa produk itu, Mas?”
“Iya, karena supaya menginspirasi anak muda gitu. Apalagi produk kita kan anak muda banget. Btw, Mbak bisa nggak bikin layout websitenya anak muda banget? Kita mau lah something yang youth-related banget.”
“Kenapa harus lewat jalur bisnis?”
“Karena sekarang kan zamannya entrepreneurship, pemuda-pemudi itu harus berani, berani bisnis! Jadi target-market kita itu anak muda, karena demand-nya selalu ada, tim marketing kita juga gaul abis jadi bisa masuk gampang ke anak muda bla bla bla bla bla..”
Pokoknya secara otomatis ia memaparkan marketing strateginya tanpa saya minta. Banyak istilah yang saya kurang familiar.
“Kenapa bertujuan untuk menginspirasi anak muda? Memangnya mereka kurang inspirasi atau motivasi?”
“Ya engga dong Mbak.. Cuma kan, kita mau ngajak mereka think out of the box. Jangan mau lah asal lulus terus kerja begitu aja!”
“Kenapa harus think out of the box?” Oke, disini saya sadar saya mulai menyebalkan.
Baca juga: Cara Biar Televisi Nasional Maju: Matiin TV Lo!
“Iya lah! Harus beda. Yang lain kerah putih (white-collar, istilah pekerja kantoran), kita pake kaos doang tapi duitnya lebih banyak!”
“Kenapa sih harus beda dan emangnya duitnya harus lebih banyak?”
“Iya dong! Bisnis itu perputaran duitnya jelas, kita yang ngatur, untungnya bisa gede, lagian kita bisa bebas berekspresi. Di kartu nama ‘CEO and Founder of Y-Hipsters’!”
“Hmm, intinya masnya pengen duit lebih banyak dan bebas dan jam kerja lebih santai kan?”
“Iya mbak.”
“Yaudah, buka warung atau warteg aja mas. Sama sama entrepreneur kok.”
“Lha beda dong, buka warung sama bikin lini-fashion baru.”
“Emang dengan orang beli produk Mas, mereka bakal ujug-ujug langsung termotivasi dan ngeh kalau mereka harus buka usaha? Hehehe.”
“Ya belum tentu, kan siapa tau aja mereka jadi termotivasi..”
“Eh emang kalau ngeliat warung atau warteg ga termotivasi apa? Siapa tau kan orang ngeliat warung/warteg juga terinspirasi. Lebih simpel, dan lumayan buat beramal nambah kerjaan buat si mbok kalau nganggur ga ada kerjaan dirumah. Mas bisa santai di rumah pake sarung doang, duit ngalir otomatis. Lagipula, tujuan Mas kan pertama kali buat menginspirasi anak muda, kok masih ga yakin? Hehe.”
“Oh ya, buka warteg/warung target-marketnya jelas banget, lebih luas jangkauannya, demand-nya selalu ada. Ga perlu pake website, lagian pake website itu kalau mas maunya yang bagus itu mahal, maintenance-nya pricey, terus belum ini-itu..”
“Eh kayaknya saya ada panggilan dari partner saya.. Pamit dulu ya Mbak!”
“Eh iya, websitenya gajadi mas?”
“Kapan kapan Mbak, ini kartu nama saya. Makasih lho ya!”
Lalu ia pergi begitu saja.
Disclaimer: Saya tidak mengatakan kalau membuka warung atau warteg adalah hal yang buruk, justru saya berterimakasih dengan keberadaan warung dan warteg yang menjamur sangat mempermudah hidup. Siapa yang setuju?
Baca juga: Cari Partner dengan Skill Berbeda, Tapi Punya Visi yang Sama
Oke, cerita diatas memang fiktif, tapi saya seringkali terdapat di situasi seperti itu. Teman-teman saya yang bercerita soal bisnis yang ingin mereka buat, sembari menanyakan apakah saya bisa membuatkan website untuk bisnis mereka (yang seringkali belum pasti) hanya karena saya mahasiswi jurusan Informatika.
Saya sih tidak melarang orang mau bisnis apa saja. Asal halal dan tidak menganggu hak orang lain. Seringkali yang saya temukan adalah anak muda yang asal ingin menjadi entrepreneur tanpa tujuan yang jelas. Ingin menjadi pemimpin perusahaan berlandaskan alasan ingin mendapat uang yang banyak biar kartu namanya “CEO/Founder” dan biar pede ditanya calon mertua gajinya berapa. Menjalankan bisnis yang terlihat fancy dan keren biar kekinian banget dan memenuhi slogan “yang muda yang pengusaha”.
Saya pun tidak mau munafik bahwa semua orang memang ingin punya uang yang banyak. Entah untuk tujuan agar bebas dari kekangan finansial atau memang hobi main duit dan bereksperimen dengan cashflow.
Baca juga: Kekuatan Brand Plus Kekuatan Video, Bisa Bikin Apa Sih?
Dalam artikel oleh Alex Budak “To create a powerful vision ask why”, di sini dijelaskan bahwa apa yang penting itu bukan teknik atau alat yang spesifik yang digunakan untuk memperlancar bisnis, tapi pendekatan yang uniklah yang sebenarnya penting. Di sini, para founder harus memiliki visi yang jelas dan matang agar menciptakan perubahan jangka panjang, agar tetap terus relevan dan tidak tergerus oleh pemain bisnis baru yang akan selalu muncul.
Memang sih, bisnis yang baik memerlukan strategi marketing yang hebat, tapi kalau tujuannya tidak jauh-jauh dari hanya sekedar cari uang, ngapain ribet? Buka aja warung atau warteg! Lebih mudah, ga usah pake strategi fancy segala macem. Iya ga?
Comments 2