Hampir tidak ada orang yang tidak pernah kehilangan barang, mulai dari barang biasa hingga barang berharga. Jika kehilangan barang berharga seperti ponsel, laptop, atau dompet, apa yang kamu bisa lakukan selain mencari-cari sendiri atau melapor ke petugas keamanan?
Jawabannya: pergi ke BantuTemuin. Startup yang memiliki visi menghubungkan pemilik barang hilang dan penemunya ini merupakan salah satu finalis Startup Sprint.
Seperti banyak startup yang ingin menyelesaikan suatu masalah, BantuTemuin dimulai dari suatu pengalaman pribadi. Saat Tamam, salah satu co-founder BantuTemuin, mendapatkan tugas kuliah untuk membuat aplikasi, ia kebetulan sedang kehilangan STNK untuk yang kedua kalinya. Ia pun terpikir untuk membuat sistem informasi yang bisa digunakan sebagai media pelaporan barang hilang. Setelah mencari berbagai insight, Tamam menemukan bahwa dari akumulasi laporan kehilangan di kepolisian dan di kampus-kampus di Surabaya saja, terdapat lebih dari 1000 barang hilang setiap harinya.
Baca juga: Stop Making Stupid People Famous!
Tamam kemudian mengajak beberapa teman untuk membuat sistem informasi yang awalnya dinamakan Sistem Informasi Barang Hilang (SIBH), salah satunya Tommy. Menurut Tommy, saat mengembangkan Bantu Temuin, banyak teman-temannya yang menganggap BantuTemuin tidak akan berhasil. Untungnya, tim BantuTemuin yang awalnya terdiri dari lima orang percaya bahwa BantuTemuin bisa terus berjalan.
Menurut Tamam, perjuangan mengembangkan BantuTemuin sejauh ini paling terasa berat di tahap product development. Tim BantuTemuin harus melakukan survei ke kepolisian mulai dari Polda, Polrestabes, Polsek, hingga ke satuan keamanan kampus untuk mendapatkan saran dan masukan. Mereka juga harus merombak kembali sistem sampai tiga kali, hingga benar-benar menjawab solusi dari permasalahan yang ingin diselesaikan.
Selain masalah produk, Natanael, software developer BantuTemuin, juga menceritakan tentang tantangan dalam teamwork. Konflik dalam kerja tim beberapa kali muncul, mulai dari permasalahan serius seperti perbedaan pemikiran terkait solusi yang ditawarkan hingga masalah seperti decision-making terkait siapa yang akan melakukan pitching. Hal-hal ini biasa terjadi dalam dinamika teamwork, dan berhasil dilewati oleh BantuTemuin.
Baca juga: Foodsessive.com, Inisiatif Anak Muda Surabaya untuk Membantu Pengusaha Kuliner
Mengikuti program inkubasi Start Surabaya menjadi salah satu milestone untuk BantuTemuin, karena di sana mereka bertemu berbagai mentor yang terus memberikan semangat. Dari materi-materi yang diberikan, mereka juga menjadi sadar akan kesalahan-kesalahan dalam pengembangan yang memang kerap dihadapi startup pemula.
Misalnya, kata Tamam, “Kegagalan terbesar adalah memaksakan solusi ke pengguna. Kami sempat terlalu perfeksionis dalam merancang aplikasi mulai dari memakai teknologi mutakhir dan memastikan keamanan bagus. Akhirnya, setelah dilempar ke masyarakat, kebanyakan bingung untuk memakai sistemnya. Setelah itu, kami mulai coba untuk menerima masukan dari masyarakat dan pihak-pihak berkepentingan tentang kasus kehilangan barang.”
Hal sama juga diakui oleh Natanael, “[Kami] terlalu sering mengutak-atik aplikasi, padahal yang user butuhkan adalah mereka mampu menemukan, mengunggah, atau mengklaim barang hilang atau ditemukan. Ini menjadi pembelajaran bagi saya sendiri terutama tentang bagaimana membangun aplikasi sesuai dengan kebutuhan user.”
Baca juga: Belajar Bikin Startup dari Cerita Superhero
Terlepas dari hambatan dan tantangan yang dihadapi, tim BantuTemuin memiliki pola pikir yang progresif sehingga membuat mereka terus maju, hingga lolos menjadi finalis Startup Sprint. Salah satunya adalah mindset kolaborasi.
“Kalo gak kolaborasi terus, cuma jalan sendiri – sendiri, ya gak bakal bisa jalan. Bisa jalan tapi gak bakal sejauh yang sama – sama, makanya harus kolaborasi,” kata Tommy.
Comments 3