Orang Indonesia—tanpa bermaksud menggeneralisasi–cenderung punya satu penyakit: terlalu gampang kagum.
Gue bisa sampai pada kesimpulan ini saat melihat betapa banyaknya sosok-sosok “dangkal” yang banyak dielu-elukan masyarakat atau kelompok tertentu.
Kita bisa lihat maraknya profesi motivational speaker, or the so-called-motivator, saat ini. What do motivators do? Motivate. What gives them right or the legitimacy to motivate people? Nah, ini pertanyaan yang jawabannya perlu dipikirkan lebih jauh.
Ada dua jenis motivational speaker. Pertama adalah motivator yang jadi motivator karena mereka punya prestasi atau karya atau kontribusi luar biasa. Orang-orang ini jadi motivator karena “kecelakaan”. Maksudnya kecelakaan adalah, mereka awalnya hanya ingin jadi pengusaha, inventor, filantropis, atau apapun itu profesi mereka. Lama-kelamaan, karena mereka dianggap sukses oleh masyarakat atau kelompok tertentu, mereka pun sering diundang untuk berbagi tentang success story mereka. Orang jadi terinspirasi dan ingin belajar.
Baca juga: Berhenti Mencari Ide Brilian
Tipe motivator pertama sebenarnya gak perlu memotivasi orang dengan mengucapkan kata-kata motivasi. Karya atau kontribusi yang mereka lakukan sebenarnya udah bisa memotivasi orang untuk jadi seperti mereka. Kalaupun mereka gak hadir dan bicara di seminar-seminar yang mengundang mereka, media juga akan meliput mereka dan orang-orang yang butuh inspirasi bisa jadiin mereka panutan.
Jenis motivational speaker kedua adalah mereka yang jadi motivator bukan karena kecelakaan, alias “sengaja”. Ada orang-orang yang sejak awal memang bilang, “Cita-cita saya adalah menjadi motivator”. Ini adalah jenis motivator yang gue selalu pertanyakan. Kenapa? Karena saat cita-cita lo sejak awal adalah menjadi motivator, otomatis lo harus mencari cara yang bisa bikin orang yakin bahwa lo itu beneran bisa bikin mereka lebih sukses. Para motivator jenis kedua ini pun sibuk memikirkan gimana biar mereka bisa meyakinkan–bikin website yang keren, pakai kata-kata yang persuasif, nulis buku “10 Cara Cepat Menjadi Miliuner” merayu orang biar langganan newsletter-nya dengan iming-iming potongan harga audiobook–tetapi sementara itu mereka gak melakukan kontribusi nyata.
Baca juga: Mau ‘Jalan di Tempat, Grak!’ atau ‘Maju, Jalan!’?
Apa sih yang bikin mereka berhak memotivasi orang? Dari mana sih mereka mendapatkan legitimasi untuk memotivasi orang?
Pertanyaan itu, seperti yang gue bilang sebelumnya, adalah pertanyaan yang perlu direnungkan lagi jawabannya. Sayangnya, orang Indonesia terlalu gampang kagum, jadinya mereka bahkan gak terpikir untuk menanyakan pertanyaan itu. Sebelum para motivator jenis kedua mulai merecoki mereka dengan berbagai tips dan trik sukses, mereka gak sempat bertanya kepada diri sendiri, “Kenapa gue harus dengerin orang ini? Dia emangnya udah pernah ngapain aja?”
Baca juga: Pakarnya Koar-koar Ekosistem Startup Teknologi
Makanya, jangan terlalu gampang kagum deh. Next time, kalau ada sosok yang dielu-elukan orang, apalagi yang harga seminarnya bisa puluhan juta (ada paket-paketnya pula), do a background check first, ini orang memang punya karya atau cuma bisa ngemeng doang.
header image credit: alphacoders.com