“Apa hebatnya jadi lulusan luar negeri?” — Yansen Kamto, Chief Executive, Kibar
Ahh, dunia terlalu naif untuk menerima celetukan ini. Pasti akan ada yang mencibir “jangan sirik, deh karena lo gabisa sekolah di luar negeri,” atau mungkin “setidaknya gue bisa lolos dapet beasiswa kesana, itu artinya gue lebih unggul daripada elo, bro!”. NO!!. Gue nulis ini dari awal karena pasti akan ada yang salah tangkap dan mengira gue iri dengan para lulusan luar negeri.
Enggak! Sama sekali nggak ada sedikitpun dalam benak gue rasa iri atau dengki karena gue bukan lulusan luar negeri. Boro-boro deh sekolah ke luar negeri. Bisa sarjana tanpa harus kerja keras banting tulang aja rasanya mustahil buat gue. Gue cuma lulusan SMK yang bukan lulusan sarjana apalagi sarjana di luar negeri.
Gue pernah kuliah, nggak lama. Cuma satu semester, dan buat gue itu cukup. Kenapa? Ya karena gue cuma mampu bayar dalam waktu satu semester itu. Tapi itu nggak bikin gue jadi manusia yang terus menyalahkan nasib. Gue selalu cari koneksi, celah apapun yang bisa gue masuki sehingga gue bisa belajar sesuatu yang baru.
Baca juga: Trial and Error, Bukanlah Motivasi
Temuilah orang baru, maka kamu akan mendapatkan pengalaman baru yang tak bisa kau tukar dengan apapun itu ~
Ini adalah kalimat yang paling asyik yang gue suka pas gue ngerasa hidup gue rasanya ya, gitu-gitu aja. Oke, back to the topic! Kenapa gue harus fokus dengan pertanyaan “apa hebatnya jadi lulusan luar negeri?” Toh gue juga bukan anak lulusan kampus yang punya tittle sarjana atau master yang mungkin lebih lo anggap pantes untuk ngomong kayak gini.
For the first time, gue ketemu sama Koh Yansen di kantor Kibar. Cuma 15 menit mungkin. Nggak lama, kok. Tapi gue nggak nyangka ternyata ada juga yang appreciate sama lulusan SMK. Ya, I feel this guy are so different. Apalagi pas Koh Yansen bilang, “gue justru lebih mengapresiasi anak SMK daripada lulusan luar negeri,”
“Alasannya?”
“Gue lulusan luar negeri. Tapi justru gue malu kalo gue nggak bisa berkontribusi buat bangsa Indonesia.”
Baca juga: Cuma Orang Lemah yang Berpikir Hidup Ini Tidak Adil
Buat gue, kalimat ini tu nampol banget. Bahkan untuk sekelas yang cuma lulusan SMK kayak gue. Gue jadi mikir, iye juga, ya. Selama ini emangnya gue udah kasih apa buat Indonesia? Gue aja yang asli pribumi, lahir dan besar di sini, belom bisa bikin Indonesia bangga punya warga kayak gue gini. Terus, apa dong yang bisa gue banggain setelah gue lulus dari sekolah yang selalu meng elu-elukan “SMK BISA!”.
Oke, gue pertegas lagi, ya. Tulisan ini bukan khususon sarjana luar negeri lho, ya! Tapi lebih ke anak bangsa yang katanya punya banyak kompetensi. Kayaknya, sebelum ngelamar ke perusahaan atau bikin startup, gue sama elo harus banget nanya kayak gini sama diri kita sendiri:
Bisa apa lo, sampe lo berani nyuruh seluruh dunia pay attention buat elo?
Hmm, cuma satu pertanyaan, sih. Tapi kalau dipikir-pikir, ini pertanyaan berat, lho. Gue nggak akan nyalahin sekolah dan sistem di dalamnya, kok. Ini semua adalah tergantung dari sumber daya manusianya sendiri. Ya, kita-kita ini. Sama seperti quote berikut, nih!
“Sekolahpun keliru bila ia tidak tahu diri bahwa peranannya tidak seperti yang diduga selama ini. Ia bukan penentu gagal tidaknya seorang anak. Ia tak berhak menjadi perumus masa depan.”― Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir 2
Jadi, bangga masuk ke sekolah favorit itu, bukan prestasi. Itu, justru jadi tantangan buat elo untuk bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan menginspirasi. Lo butuh banget bisa jadi public figure yang notabene-nya tahu kenapa 2×2 itu empat. Bukan hanya sekadar tahu hasil kalo 2×2 itu, ya pasti jawabannya empat. We called this case, process! Jangan sampai deh kita pakai ilmu “pokoknya”.
Yaaa, pokoknya gitu.
Yaaa, pokoknya jawabannya itu.
Yaaa, pokoknya dari sononya udah begitu.
Baca juga: Risalah Perut
Please guys, be wise! Kita hidup nggak lagi di jaman batu tapi di jaman serba modern. Lo, kalo ngomong salah dikit, salah pergaulan dikit, bisa-bisa jadi terkenal, loh. Eits, ini gue nggak lagi nyinggung ABG sebelah yang lagi booming karena prestasi *eh kelakuannya di medsos, kok. Beneran!
Gue cuma mau ngingetin aja, sih. ABG sebelah itu, cewek berprestasi dan cukup populer lho dari daerah asalnya. Oranngtuanya, menaruh harapan besar sama doi untuk jadi cewek yang bisa meraih cita-citanya dan tentu saja sukses di masa depan. Tapi sayangnya, gadis ABG ini harus terima konsekuensi karena doi nggak bisa jalanin amanah tersebut. Alhasil, ya gini, deh. Dunia maya rame cuma karena menyorot status doi yang entah. Gue aja nggak begitu ngerti apa menariknya bahas topik si ABG itu.
Gue cuma pengen belajar dan ngingetin ke diri gue sendiri. Lo pinter aja tu nggak cukup kalo lo nggak punya attitude yang baik. Lo pinter aja tu nggak cukup, kalo lo nggak cukup bisa berkontribusi di lingkungan sekitar elo. Minimal ya, orang merasakan kepintaran dan manfaat dari diri lo.
In the end, gue minta maaf kalo ada yang tersinggung. But, ini murni nggak buat nyindir siapapun. Ini, justru sindiran keras buat gue yang sampai sekarang ini masih belum bisa ngapa-ngapain. So, mumpung masih muda dan masih banyak kesempatan untuk bisa berkarya, yuk, ikut menjadi bagian dari 1000 StartUp Digital!
Tunjukkin kalo lo adalah anak muda yang punya spirit untuk mewujudkan potensi Indonesia menjadi The Digital Energy of Asia di tahun 2020 dengan mencetak 1000 startup yang menjadi solusi atas berbagai masalah dengan memanfaatkan teknologi digital!