Indulge in luxury without compromise with our best replica watches collection.
High quality replica rolex daytona from amazon, best rolex daytona replica, and fake rolex daytona rainbow with swiss movement.
Elevate your style with our bell&ross replica watches. Our high-quality replicas accurately replicate the precision and style of the originals.
High-quality replica watches are popular for their low price. Our luxury replica watches are made of the best materials.
Jakartasentrisme: Budaya yang Mendominasi Negara – Disadari atau tanpa kita sadari, Jakarta emang selalu jadi pusat perhatian buat seluruh warga Indonesia. Terlepas dari statusnya sebagai Ibukota, Jakarta selalu eksis mejeng di TV, media massa, sampe sosial media. Tren yang muncul di Indonesia pun gak bisa dimungkiri banyak yang “lahir” dari Jakarta.
Gak usah jauh-jauh, soal dialek sehari-hari pun, Jakarta sering jadi acuannya. Misalnya orang-orang di luar Jakarta sering pake kata “gue, lo” buat ngegantiin “aku, kamu” supaya terkesan lebih keren. Belum lagi, perkembangan tren di Jakarta kayak “Jaksel” yang lahirin lifestyle baru dari mulai bahasa, prefensi kuliner sampe tempat nongkrong. Kemudian, banyak anggapan kalo orang-orang dianggap sukses kalo udah dapet kerja dan tinggal di Jakarta.
Fenomena segala sesuatu yang terkesan “mengedepankan” Jakarta sebagai patokan ini ternyata ada istilahnya, namanya Jakartasentrisme. Simple-nya dalam Jakartasentrisme, Jakarta itu dianggap sebagai representasi Indonesia secara keseluruhan. Tentunya fenomena ini gak terjadi secara tiba-tiba, ada beberapa hal yang nyebabin fenomena ini bisa sampe jadi masalah seperti sekarang.
Emangnya, apa sih penyebab Jakartasentrisme ini?
Jakartasentrisme ini awalnya muncul dari salah satu permasalahan jurnalisme di Indonesia. Pas tahun 2014, riset dari Remotivi yang berjudul “Melipat Indonesia dalam Berita Televisi: Kritik atas Sentralisasi Penyiaran” nyebutin kalo 73% berita nasional itu isinya cuma seputar kejadian yang ada di Jabodetabek aja.
Hal ini terjadi karena mayoritas stasiun televisi swasta besar yang punya hak siar nasional lokasinya ada di Jakarta dan ngelakuin siaran dari Jakarta. Begitu pula dengan media online dan agency-nya. Ya otomatis berita-berita yang tersaji mayoritas bakal datang dari Jakarta juga. Daerah-daerah lain di Indonesia kena getahnya dengan pemberitaan yang minim bahkan gak ada sama sekali.
Seringkali media juga menyoroti isu-isu yang cuma muncul dari daerah Jakarta. Emang, gak ada masalah yang bisa kita anggap sepele, misalnya teguran ketua RT Pluit terhadap ruko yang “makan” trotoar di Jakarta Utara. Sebenernya pemberitaan ini gak jadi masalah sama sekali, tapi, kalo kita lihat lagi into the bigger picture, sebenernya berita ini tuh ditujuin buat siapa sih sampe sebegitu pentingnya dimuat secara bersamaan di media? Di sisi lain, banyak banget kejadian penting di daerah lain yang luput dari pemberitaan dan minim perhatian media.
Penyebab lainnya adalah Jakarta saat ini adalah pusat dari segala pusat di Indonesia. Data menyebut 70% perputaran uang, ekonomi dan bisnis Indonesia itu terjadi di Jakarta. Hal ini ngebuat segala kegiatan ekonomi terpusat di Jakarta. Dengan kata lain, Jakarta emang udah jadi jantung Indonesia baik dari segi industri media, ekonomi dan pusat pemerintahan. Ya bukan hal yang ngagetin kalo Jakarta jadi pusat perhatian di Indonesia.
Terus, apa dampak buruknya buat negara?
Dengan adanya Jakartasentrisme ini, kesenjangan bakal terjadi di mana-mana. Masyarakat di luar Jakarta seolah-olah gak dapet perhatian karena media selalu mengedepankan pemberitaan yang ada di Jakarta aja. Kalo terus-terusan terjadi, hal ini bikin ketimpangan makin menjadi-jadi.
Masalah yang terjadi di luar Jakarta bakal terus terkubur dan gak terberitakan; ketutup sama berita dan drama yang ada di Jakarta aja. Ini bisa berdampak sama demokrasi dan partisipasi publik yang menurun terhadap masyarakat di luar Jakarta karena mereka ngerasa gak dilibatkan dalam proses “pengambilan keputusan”.
Jakartasentrisme juga punya dampak yang buruk buat pembangunan Indonesia secara keseluruhan. Kalo media terus mem-framing Jakarta sebagai pusat dari segalanya, daerah lain selain Jakarta bakalan terhambat secara pembangunan karena orang-orang nganggap daerah lain itu gak sebanding sama Jakarta. Hal ini ngebuat kesenjangan pembangunan dan ketimpangan ekonomi terjadi. Di Jakarta orang-orang bisa nikmatin jalanan yang bagus dan akses transportasi yang lengkap. Tapi kalo kita liat di daerah luar Jakarta, misalnya jalanan rusak yang ada di Lampung serta akses transportasi yang terbatas di Papua.
Jakartasentrisme ini juga ternyata punya dampak buruk buat budaya. Seringkali orang-orang yang udah pernah tinggal atau merantau di Jakarta nganggap kalo daerah di luar jakarta itu “kota” dan nyebut orang yang dari luar Jakarta sebagai “orang daerah”. Mereka yang seperti ini juga cenderung buat gak ngejunjung tinggi budaya lain dengan membawa “gaya” Jakarta ke tempat-tempat mereka pergi. Udah pasti, tindakan kayak gini tuh gak ngehargain budaya lain!
Untuk menemukan konten menarik lainnya seputar isu anak muda, yuk kunjungi profil Instagram Ziliun! dan jangan lupa di-follow juga!