Kalau kamu dengar kata “penyihir” pasti ada tiga hal yang langsung keluar dari kepala kamu:
- Tongkat sihir
- Ilmu Hitam, dan
- Harry Potter
Dari tiga hal di atas yang sudah pasti nyata dan berkesan adalah Harry Potter. Kalau kamu bayangin, karakter Harry Potter sekarang sudah sangat melekat dengan kata penyihir sama erat nya seperti brand Coca Cola melekat dengan kata minuman ringan. Ini menunjukkan efek Harry Potter yang sangat kuat bagi mereka yang menonton filmnya (gw sendiri sudah khatam semua filmnya).
Tapi, kalau kita bicara tentang Harry Potter, kita tidak bisa lepas dari pengarangnya juga yaitu J.K. Rowling. Dia berhasil menceritakan kisah yang bisa menyentuh banyak orang dan berhasil meraih status milyuner. J.K. Rowling sudah menjadi orang yang bisa dibilang sukses.
Namun, di balik kisah manis itu terdapat kisah yang berbeda dari J.K. Rowling. Kisah yang lebih kelam diwarnai dengan kekecewaan dan juga rasa putus asa. Di sini, kita akan melihat J.K. Rowling sebagai seorang ibu yang harus mengurus anaknya seorang diri sambil menulis bukunya. Di mana dia juga harus bergulat dengan kemiskinan dan kematian ibunya. Inilah kisah awal dari J.K. Rowling
Masalah Keuangan dan Multiple Sclerosis
Dari kecil, J.K Rowling hidup dalam ambang kemiskinan. Dia tinggal di perbatasan Inggris dan Wales bersama bapak, ibu, dan saudari nya.
Pada saat 6 tahun J.K. Rowling sudah mulai menunjukkan bakatnya sebagai penulis. Buku pertama karangan Rowling adalah “ a Rabbit named Rabbit”. Ibu J.K. Rowling melihat hasil karya anaknya dan memuji hasil karangan anaknya. Ibu J.K. Rowling menjadi sumber dukungan dan inspirasi pertama J.K. Rowling untuk terus menulis.
Namun, semakin J.K. Rowling beranjak dewasa, kemalangan semakin menimpanya. Ibu J.K. Rowling terkena penyakit multiple sclerosis. Hal ini sangat membebani keluarga J.K. Rowling dengan biaya obat dan perawatan. Namun, J.K. Rowling tetap ingin meraih mimpinya sebagai penulis, maka dia mulai membuat buku Harry Potter meskipun harus bergulat dengan penyakit ibunya.
Namun tragedi tetap menimpa J.K. Rowling. Ibunya meninggal akibat penyakit yang dideritanya. J.K. Rowling merasakan bahwa trauma terberat yang pernah dialami adalah akibat dia tidak bisa menunjukkan hasil pekerjaannya kepada ibunya. Rasa penyesalan itu menjadi luka permanen yang tidak akan pernah hilang.
Namun, luka tersebut juga memberi inspirasi yang sangat kuat dan mendalam pada J.K. Rowling. Inspirasi itu dituangkan dalam cerita Harry Potter dalam bentuk karakter Voldemort, karakter yang ingin kabur dari kematian dengan membelah nyawanya menjadi 7 bagian.
“Harry Potter mempunyai satu tema yang kuat, yaitu mengenai kematian” Kata J.K. Rowling dengan wawancaranya di Business Insider. “Tidak hanya Voldemort, Harry Potter juga kehilangan orang-orang yang dicintainya melalui kematian. Semua orang takut menghadapinya.” ujar Rowling.
Setelah kematian ibunya, dia pindah ke Portugal untuk membuka lembaran baru. Dia mengajar bahasa Inggris di Portugal dan juga bertemu pasangannya di sana. Namun, ternyata hal ini juga membuka lembaran baru yang pahit untuk J.K. Rowling.
Menikah dan Perceraian J.K. Rowling
J.K. Rowling menikah di Portugal dan tinggal di sana untuk beberapa waktu. Namun pernikahannya tidak berjalan lancar.
Anak pertama J.K. Rowling mengalami keguguran di luar nikah. Setelah menikah pada Oktober 1992 mereka akhirnya memiliki anak perempuan mereka Jessica pada July 1993. Namun, ternyata pernikahan mereka hanya bertahan selama 13 Bulan. Mereka berpisah dan J.K. Rowling kembali pulang ke Inggris dan menetap di Edinburgh.
Setelah kembali, J.K. Rowling tidak mempunyai uang, pekerjaan, dan tempat tinggal. J.K. Rowling hanya memiliki 3 bab Harry Potter yang dia kerjakan. J.K. Rowling jatuh ke dalam depresi dan beberapa kali pernah memikirkan untuk mengakhiri hidupnya. Disinilah titik terendah dari hidup J.K. Rowling.
Tapi, dengan segala kesengsaraan yang dialami J.K. Rowling, dia tetap menulis dan menulis hingga akhirnya dia menyelesaikan buku Harry Potter pertamanya. Dan sisanya menjadi sejarah.
Apa yang kita bisa pelajari?
J.K. Rowling merupakan contoh terbaik sebuah individu yang bisa melawan arus kesengsaraan dan keluar dari masalah. Bayangkan, dia kehilangan ibunya sebelum menggapai mimpinya, dia kehilangan anak pertama dan suaminya. Dia tidak mempunyai pekerjaan, tempat tinggal, dan harus hidup sebagai gelandangan. Tapi tetap dia bisa menggapai mimpinya sebagai penulis.
Cerita J.K. Rowling bisa menjadi bahan introspeksi. Mungkin kita masih sangat enak berada di dalam zona nyaman sehingga kita merasa tidak memiliki kebutuhan untuk mengejar mimpi yang kita cita-citakan. Namun, mungkin tanpa zona nyaman, kita bisa akhirnya bergerak menuju cita-cita kita.