Saya baru kembali dari Hackathon #1000StartupDigital Surabaya. Sayangnya saya ga menang karena saya tidak ikut (iya ga lucu, bodo amat). Cape banget pergi pagi dari Jakarta dan langsung pulang malem, tapi puas banget melihat semangat peserta Hackathon di Surabaya. Jauh lebih menjanjikan dari Jakarta. Tapi tetap tidak ada the next Gojek, dan bukan itu poinnya.
Dari 20+ grup yang ada, Saya rasa bisa dipecah jadi 3 grup besar:
- Ada ide yang bagus banget, tapi ternyata cuma mimpi.
- Ada ide yang bagus, terus berubah jadi jelek banget.
- Ada ide yang jelek banget, tapi ternyata menang Hackathon! Lah piye?
Ok saya jelaskan satu-satu. Grup yang pertama ini yang paling banyak. Ya memang mimpi kan paling gampang. Masalah yang coba dipecahkan tu penting banget! Seperti kekurangan pangan, masalah tata kota, dan memperbaiki ekonomi rakyat kecil. Tapi sayang masalah dan solusi kok ya tidak nyambung, atau malah makin menimbulkan masalah 🙁 Hal ini sering terjadi karena asumsi. Di kantor Kibar ditulis besar-besar: ASUMSI ITU MEMBUNUH. Jadi coba tanya langsung ke target pasar dan validasi idenya. Bener ga si mereka punya masalah itu, atau ternyata hanya dalam angan?
Baca juga : Mengenal Lebih Dalam tentang Venture Capital
Untuk yang kelompok kedua kira-kira gini: Masalahnya besar, dan mereka punya solusi. Tapi tidak bisa mengkomunikasikan ide dengan baik. Perlu diingat bahwa produk kamu hanya sebagus presentasinya. Baik presentasi di slide sambil manggung atau menyakinkan klien, maupun presentasi secara tampilan dan tuturan bahasa yang kamu pakai. Ada beberapa kelompok yang sudah diberikan masukan, tapi ga didengerin. Jadi ya.. tetep jelek.
Itu kuncinya, dengerin.
“Skill terpenting bagi founder startup adalah skill untuk mendengarkan dengan baik.”
Yang terakhir ni, yang juara, adalah mereka mendengarkan dengan baik. Pada awalnya semua menyangka ini adalah ide yang paling jelek. Ide ini sudah banyak dilakukan dan banyak pula yang gagal. Kenapa dibikin lagi? Tapi mereka mendengar, lalu mencari pola pikir lain. Mereka sesuaikan idenya dengan kemampuan mereka dan dengan network yang mereka punya dan mereka tonjolkan hal tersebut. Mereka mengubah ide Uber for laundry mereka menjadi KlubLaundry.
Sedikit latar belakang ya, foundernya mempunyai bisnis laundry kiloan di Surabaya dan juga mengelola grup facebook pengusaha laundry kiloan. Anggota grup tersebut sudah 7000 lebih dan mereka sering berdiskusi tentang masalah-masalah yang dihadapi dengan masalah terbesarnya adalah kualitas servis yang masih bervariasi antar penyedia jasa Laundry. Berangkat dari masalah itulah maka beliau menelorkan ide KlubLaundry ini yang akan mengumpulkan dan mengkurasi penyedia laundry di seluruh Surabaya agar pelanggan bisa menggunakan jasa laundry terdekat, meningkatkan standar mereka dengan pelatihan dan memberikan sertifikasi digital agar pelanggan bisa tenang dalam menggunakan jasa mereka.
Ada 3 poin kenapa saya suka dengan ide ini:
- Foundernya adalah seorang ahli di bidang ini, jadi dia punya unfair competitive advantage dibanding calon kompetitornya.
- Berangkat dari sebuah masalah yang nyata yang benar-benar dihadapi dalam keseharian mereka.
- Sudah memiliki network of suppliers dan demand pun ada dan bisa dikembangkan lebih lanjut.
Baca juga : Kalau Kehilangan Barang, Pergilah ke BantuTemuin
Karena 3 poin tersebut, maka saya dan semua juri pun setuju untuk memenangkan mereka di Hackathon Surabaya. Apakah dengan begini artinya mereka pasti sukses menjadi besar? Ya belum tentu. Ini baru awal dari perjalanan mereka. Masih banyak problem yang akan dihadapi seperti bagaimana mereka bisa scale bisnis ini ke kota-kota lain, bagaimana cara menggempur kompetitor yang punya dana lebih besar dari mereka dan bagaimana cara mereka bisa monetize lebih jauh. Berikut adalah solusi singkat dari saya:
- Bagaimana cara mereka scale? Ya ga scale juga gpp, toh ga semua startup harus jadi unicorn kan? Dengan mereka fokus di Surabaya, mereka bisa berkonsentrasi mengembangkan bidang bisnis ini di satu kota dan menjadi cukup besar dengan sendirinya tanpa harus menjadi raksasa.
- Kompetitor bisa dihadapi dengan tumbuh cepat dan meraih market share tersebar sehingga kompetitor pun malas untuk bergerak.
- Untuk monetization selanjutnya, status “Gold Merchant” dari tokopedia bisa ditiru. Jadi status Gold diberikan hanya bagi yang sudah melalui pelatihan, dan tentu saja pelatihan ini bisa dibuat berbayar.
Masih banyak lagi hal yang bisa dilakukan oleh mereka. Saya doakan saja semoga sukses dan sekali lagi selamat sudah memenangkan Hackathon #1000Startup Surabaya. Semoga tetap terus mendengarkan pelanggan dan makin baik kedepannya. Perjuangan kamu baru saja dimulai!
Bagaimana menurut kamu? Apakah ide tersebut layak untuk menang?
Baca juga : Goarchipelago.com, Inisiatif Henry Vienayoko untuk Memberdayakan Pariwisata Lokal
Artikel ini ditulis oleh Aria Rajasa Masna, dan sebelumnya dipublikasikan di blog pribadi Aria.