Dimana-mana rumput tetangga kelihatan lebih hijau daripada rumput sendiri.
Masih berasa kan ya hype-nya Popcon Asia? Masih dong! *ngomong sendiri jawab sendiri*
Nah, kalo sebelum-sebelumnya kita ngebahas industri komik di Indonesia yang lagi semangat-semangatnya, di artikel ini kita bakal compare perkembangan industri komik Indonesia dengan beberapa tetangga kayak Filipina dan Singapura. Nggak asik dong, kalo kita nggak di-compare, kita jadinya nggak akan pernah tahu state industri ini tuh seberapa kuat sih dibandingin negara tetangga.
Di Popcon Asia, eksibitornya nggak semuanya orang Indonesia. Di sini, kreator-kreator dari berbagai negara di Asia bisa ketemu, nggak cuman buat saling melihat karya satu sama lain atau ngebandinginnya, tapi juga buat kolaborasi dan semangatin satu sama lain. *halah*
Baca juga: Anak Bangsa Jadi Tukang di Neger Orang, Kenapa Bangga?
Kalo di Indonesia ada Popcon Asia, di Filipina ada yang namanya Komikon. Komikon ini semacam acara besarnya para pelaku komik di Filipina gitu, mulai dari komikus, toko buku, sampai penggemar komik tumpah ruah di acara yang digelar setahun tiga kali ini. Menurut, Lyndon–co-founder Komicon–komikus, komik, dan market-nya berkembang secara independen di Filipina. Industri ini pun juga mulai tumbuh dengan kuat saat ini.
Nah, kalo di Singapura ada yang namanya Singapore Toy, Game & Comic Convention. Acara ini sekilas mirip sama Popcon Asia, dan kebetulan tahun ini baru bakal digelar September mendatang. STGCC yang berkolaborasi dengan New York Comic-Con ini juga jadi agenda besarnya para kreator Singapura, tahun lalu aja dihadiri peserta dari sekitar 13 negara di dunia.
Selain ngomongin event serupa, gimana dengan kontennya?
Di Filipina, tahun 1970-1980an itu masih dalam tahap eksplorasi komik. Baru di tahun 1990an publisher dan komikus mulai kelihatan. Nah, baru di tahun 2000an, Komikon dan para penggiat komik independen mulai berkembang. Kalo soal konten, komik Filipina banyak dipengaruhi sama industri komik Amerika. Ini karena di tahun 1970-an, ada program komikus-komikus Filipina buat belajar dan bekerja di Amerika sana. Sekarang, banyak komikus Filipina yang kerja di Amerika, banyak pula yang masih berusaha untuk karyanya tembus pasar Amerika.
Mengenai publisher, antara Filipina dan Singapura sih sama-sama independen juga. Nggak kayak di Indonesia yang penerbitnya ada, dan kreator nggak perlu susah payah buat nyari penerbit.
Baca juga: Awas Terjebak Filosofi Ilmu Padi
Bahkan Evangeline Neo, kreator dari Eva Comics bilang, kalo di Singapura tuh dia musti go door to door dari satu publisher ke publisher lain. Distribusi komik pun juga dilakukan sendiri, semuanya nggak semudah di Indonesia.
Kreator kita memang harusnya jauh lebih bersyukur karena ekosistemnya jalan dan lebih baik dari dua negara tetangga kita, banyak pihak yang mendukung dari para publisher, media, pihak swasta, sampai pemerintah. Di Filipina sana, komik itu di-support juga kok sama pemerintahnya, tapi support-nya sangat lamban, makanya pada milih buat jalan secara independen.
Harapannya sih bisa membangun kerjasama dengan banyak pihak untuk memperbaiki industri ini, kata Lyndon.
Menurut Evangeline Neo, di Indonesia itu ada lebih banyak fans dan kreator. Banyak pula konten originalnya, beda kayak di Singapura yang kreatornya lebih banyak adaptasi karya luar (fan art) ketimbang bikin konten original. Pembaca komik di Singapura itu stabil di angka 1.000 pembaca aja, sedangkan di Indonesia normalnya aja sekitar 5.000 – 10.000 pembaca untuk setiap komik.
“The people are so nice, they even bought us lunch…”, kata Evangeline.
Baca juga: Summing Up: Indonesia’s Creative Economy
Shawn dan Mark yang barengan dateng dengan Eva Comics dari Singapura ngomong begini, “As Singapore is a small country, attending only local events has a tendency to recycle the same group of supporters every year, and once you reach a threshold, it is hard for the others to notice your work. One of the best ways to show your art to a wider audience is through such overseas events, besides the Internet. This allows a very good chance for us to increase our supporters and making our work known to other countries. And by meeting other creators, it opens up many possibilities for collaboration.” — (dikutip dari Singapore Comic).
Meski industri komik Indonesia itu sekarang bisa dibilang lebih baik dari Filipina dan Singapura, tapi jangan mudah sombong dan berbangga dulu. Masih banyak juga yang musti diperbaiki di industri komik kita kayak yang dibilang sama Mas Sunny Gho di sini, dan di sini.
Dan balik lagi sih, atmosfer positif di industri ini nggak bakal berkembang kalo kita sebagai masyarakatnya nggak ikut mendukung. Pemerintah dukung, swasta dan media dukung, tapi kalo lo masih suka ngebajak komik mah sama aja boong.
Header image credit: evacomics.blogspot.com