Indonesia Darurat Kesehatan Mental: Stigma Negatif & Lemahnya Tingkat Kesadaran – Belakangan ini warganet dihebohkan dengan berita mengenai kasus bunuh diri seorang pria berusia 33 tahun yang berlokasi di kawasan eks pasar wisata Pajaran, Peterongan, Jombang. Jasad korban menggantung di sebuah pohon, menurut penjelasan dari pihak keluarga korban tersebut merupakan seorang ODGJ seperti yang tertulis di laman radarjombang (11/05).
Tak dapat dimungkiri, kejadian ini menambah daftar panjang kasus bunuh diri yang terjadi di Indonesia. Peristiwa ini mengingatkan kita tentang pentingnya kesadaran terhadap isu kesehatan mental. Faktanya, banyak kejadian bunuh diri yang terjadi karena masalah kesehatan mental. Menurut Kemenkes, sebanyak 55% orang depresi memiliki pikiran untuk bunuh diri.
Contoh lain datang dari Banyuwangi pada bulan maret lalu, seorang siswa berusia 11 tahun yang masih duduk di bangku sekolah dasar nekat melakukan tindakan bunuh diri. Dugaannya, korban mengalami depresi karena sering di-bully oleh teman sebayanya. Duh, kok tega ya…
Kenapa sih orang depresi cenderung ingin bunuh diri?
Depresi atau bisa disebut dengan gangguan depresi adalah penyakit medis yang mayoritas terjadi di tengah-tengah masyarakat dan merupakan permasalahan yang sangat sensitif karena berdampak dalam berbagai hal. Gangguan depresi dapat memengaruhi dan merubah bagaimana cara berpikir dan perilaku seseorang.
Biasanya, orang yang mengalami depresi memiliki perasaan kesepian, ketidakberdayaan juga putus asa. Depresi juga dapat menyebabkan sakit secara emosional dan kehilangan harapan untuk hidup. Jadi, gak jarang penyebab kasus bunuh diri ialah depresi karena gak nemuin cara lain untuk ngatasin masalah.
Indonesia dan stigma kesehatan mental
Edukasi mengenai kesehatan mental di Indonesia saat ini masih menjadi PR kita bersama. Apalagi tindakan memasung, menyembunyikan dan mengucilkan orang dengan gangguan jiwa masih sering kita temui. Sikap abai yang sering kita temui tentang masalah kesehatan mental udah terlanjur jadi stigma yang melekat di masyarakat.
Menurut laporan Indonesia National Adolescent Mental Health Survey. 1 dari 3 remaja Indonesia dari rentang usia antara 10-17 tahun memiliki masalah kesehatan mental. Dan persentase terbesar adalah Gangguan cemas (fobia sosial dan gangguan cemas menyeluruh) sebesar 3,7%, Data ini cukup mengkhawatirkan mengingat kesadaran masyarakat tentang kesehatan mental yang masih rendah.
Belum lagi, stigma bahwa gangguan kesehatan mental tidak bisa sembuh bisa menimbulkan menghalangi proses penerimaan orang dengan gangguan kesehatan mental. Penyintas menjadi enggan untuk meminta pertolongan dan menyembunyikan penyakitnya.
Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM, Siswanto Agus Wilopo, selama 2022 hanya 2,6% remaja yang memiliki masalah kesehatan mental menggunakan fasilitas konseling untuk mengatasi masalah mereka. Angka ini kembali menegaskan kalo stigma negatif tentang pengidap kesehatan mental itu nyata. Lalu, orang yang pergi ke psikolog atau psikiater itu sering mendapat label sebagai orang “aneh”. Pantes aja cuma 2,6% remaja yang berani konseling!
Udah saatnya buat “ngancurin” stigma negatif tentang isu kesehatan mental
Sebenernya, pelan-pelan kita udah menuju ke ‘jalan’ yang benar. Ini dibuktiin sama survei lembaga riset global Ipsos tahun 2022 yang nunjukkin kalo Indonesia menempati urutan ke enam yang memprioritaskan mengenai kesehatan mental dengan persentase sebanyak 90% setelah Guatemala.
Data ini bisa jadi titik balik kesadaran masyarakat tentang isu Indonesia darurat kesehatan mental. Apalagi, isu ini tuh deket banget sama kita sehari-hari. Dari mulai dirumah, di tempat kerja, sampe di jalanan pun kita gak bisa lepas sama isu kesehatan mental. Terlebih, kesehatan mental itu bisa ngaruh ke kesehatan fisik kita.
Kalo kita memiliki gejala penyakit mental, aktivitas kita pasti jadi terganggu. Jadi, jangan segan-segan untuk minta pertolongan ke teman atau ke profesional kalo kamu lagi merasa punya masalah kesehatan mental, karena merubah stigma negatif tentang kesehatan mental bisa mulai dari diri sendiri. Semangat!