Pernah ngga, mengeluh tentang pelayanan masyarakat yang update informasinya ngga real-time? Atau leletnya informasi yang datang terutama ke daerah pelosok? Dan berbagai hal yang kita keluhkan tentang kinerja pemerintahan secara umum. Mungkin juga untuk hal yang lebih sederhana seperti kurangnya informasi tentang jadwal dan jalur transportasi umum seperti angkot, atau bingung bagaimana cara menyampaikan keluhan terhadap layanan di rumah sakit umum dan pengurusan KTP atau Paspor.
Mungkin baru sedikit yang tahu soal Civic Tech. Kalau yang berbau teknologi kita langsung mengaitkannya dengan social media, keluaran laptop atau smartphone terbaru, media untuk jualan onlineshop atau mengecek forum dan portal informasi favorit kita. Padahal, civic tech merupakan jawaban atas keluhan-keluhan kita terhadap layanan masyarakat yang ribet dan leletnya minta ampun (tapi info tentang artis siapa yang cerai cepet banget).
Civic Tech merupakan sebuah teknologi (atau pemanfaatan teknologi) yang memudahkan serta memacu keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan serta komunikasi dengan pemerintah, ataupun untuk public good secara umum.
In.Code Roadshow 2016 diselenggarakan oleh The Asia Foundation ke beberapa kota besar di Indonesia, salah satunya Surabaya, pada 8 Maret 2016 kemarin di Forward Factory, Gedung Spazio.
Baca juga: Leonika Sari, Founder Reblood: Setelah ke MIT, Ingin Fokus Bikin Startup
“In.Code merupakan singkatan dari Innovation Collaboration for Development. Tujuannya adalah untuk mendorong program-program yang meningkatkan tingkat hidup masyarakat.” Jelas Popon, sebagai Program Officer In.Code.
“Kami percaya ada potensi tinggi dengan melibatkan teknologi. Karena itu, In.Code bisa dibilang sebagai penghubung kelompok LSM, universitas, masyarakat sipil, swasta, pemerintah, serta akademisi kepada para developer agar dapat berkolaborasi untuk merealisasikan solusi mereka. Anggap sebagai mak comblang lah, hahahaha.”
Adapun mitra Asia Foundation yang turut mendukung berjalannya program In.Code, yaitu Australian Government, East Ventures, Sekretariat Nasional Open Government Indonesia, British Council, Twitter, Google, AmCham Indonesia, BINUS INTERNATIONAL, KOMPAK, dan Pulse Lab Jakarta.
Baca juga: Formula Dasar Startup: Hacker, Hipster, dan Hustler
“Ini merupakan sebuah Big Collaboration untuk merealisasikan solusi kalian dalam civic tech.” Ujar Popon.
Empat fokus area In.Code merupakan peningkatan kualitas pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat desa dengan pemanfaatan data, tata kelola lingkungan hidup/pemanfaatan sumber daya alam, serta transparansi DPR/DPRD untuk pemerintahan yang terbuka.
Melihat potensi teknologi yang sedemikian besar dalam pengembangan sipil, Yohan sebagai Lead Developer Outreach berpendapat pentingnya pihak tengah untuk menghubungkan kedua belah pihak, yang mengerti topik dan konteks masalah serta yang mengerti teknologi.
“Ibaratnya nih ya sewaktu SMA , pasti diantara anak IPA dan IPS pasti saling menjelekkan. Yang IPA menganggap anak IPS tukang main doang, yang IPS menganggap anak IPA terlalu serius.” Ujar Yohan.
“Sama halnya kondisi antara LSM dan pihak developer. LSM memang punya passion tetapi mereka tidak punya resource teknologi. Makanya seringkali LSM menggunakan solusi klise. Misalkan ada keterbatasan informasi, paling hanya sekedar sosialisasi, workshop, membuat pesan layanan masyarakat, atau hanya sekedar riset. Lalu apa? Ga pernah kepikiran untuk memakai teknologi. Akibatnya data yang ada tidak terolah.” Ujar Yohan.
Baca juga: Bulletinboard, Kolaborasi antara Pendidikan dan Teknologi
“Di pihak developer, sering banget mereka mengembangkan alat yang canggih tapi tidak bisa dipakai karena implementasinya terlalu abstrak. Atau mereka susah menjelaskan apa yang sudah mereka buat karena orang awam tidak akan mengerti bahasa teknis.”
“Nah, ketimbang saling berasumsi—LSM menganggap para developer muda ini berpikiran pendek, sedangkan para developer menganggap LSM itu kolot, lebih baik mereka saling berkolaborasi. LSM sebagai pihak yang mengerti secara menyeluruh konteks masalahnya dan memiliki data yang bermanfaat bagi developer, sedangkan developer sebagai pihak yang dapat mengimplementasikan solusi berbasis teknologi .” Jelas Yohan.
Sebenarnya hal sederhana seperti memperkenalkan teknologi kepada masyarakat bisa sangat membantu. Misalnya, memberi training ke petani untuk mengakses website agar dapat melihat tren pasar, supaya nantinya dapat meramalkan harga yang cocok untuk menjual hasil panen. Atau membantu pedagang UKM kecil untuk memasarkan produknya di social media.
Kamu yang tidak memiliki background teknologi dapat berperan sebagai pihak yang menguasai topik masalah dapat berkolaborasi dengan seorang temanmu anak IT yang jago bikin aplikasi misalkan.
Gimana, tertarik untuk membangun Indonesia yang lebih baik lewat teknologi?
Baca juga: Mengangkat Potensi Lokal Lewat Thematic Bazaar
Yuk, cek website In.Code! Masih ada waktu sampai tanggal 24 Maret 2016 untuk membentuk tim dan merencanakan solusi. Siapa tahu kamu dapat turut serta untuk memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada.