Kalo kata orang, “ide itu mahal harganya”. Buat gue, ide doang itu ga cukup.
Ide emang mahal, tapi kalo cuma berhenti di tahap ide, apa masih akan menjadi sesuatu yang berharga? Karena buat gue, ide lo basi kalo gak divalidasi. Ya, validasi! Gue memberikan penekanan penuh di kata ini.
Lo punya ide mau bikin startup, udah kepikiran plan-nya gimana, bakal kolaborasi sama siapa, dan lain-lain. Tapi ide itu mentok disitu aja, gak tervalidasi, ya sama aja bohong! Lo melek dan sadar secara penuh, tapi realitanya lo cuma mimpi doang.
Banyak orang punya ide pengen bisa pergi ke luar angkasa, ke bulan misalnya. Tapi cuma Neil Armstrong lah orang yang pertama kali memvalidasi ide itu. Karena Armstrong yakin bahwa dia sanggup merealisasikan idenya dengan menggunakan Apollo 11.
Secara praktisnya, orang yang sedang berusaha pasti memiliki keinginan untuk mencoba. Jika gagal, coba lagi, itu prinsip orang yang berani. Atau berhenti, jika orang itu tidak yakin dengan ide awalnya, atau mungkin memang idenya tidak bisa dipaksakan. Gue bilang “mungkin”, karena disini gue berasumsi. Ide itu cuma asumsi dasar aja, yang selanjutnya mesti digali lebih jauh.
Baca juga: Buat Apa Sih Bikin Startup Pas Masih Kuliah?
Secara teorinya, membangun sebuah ide harus didasari oleh Minimal Viable Product (MVP). MVP ini adalah metode pengujian pasar. Intinya, menguji inti ide (core) kita ke khalayak luas. Apakah asumsi pasar sudah sesuai dengan apa yang kita asumsikan, banyak yang minat, dan produk dibutuhkan oleh pasar. Oiya, produk disini artinya luas, ya. Bisa barang dan juga jasa.
Nah, validasi disini ada siklusnya. Proses yang pertama adalah mendefinisikan semua kemungkinan, membangun produk, dan yang terakhir adalah testing. Lakukan siklus validasi tersebut secara bertahap. Hingga kita bisa yakin hasilnya dan dapat diambil kesimpulan, apakah ide tersebut bekerja atau tidak.
Baca juga: Startup yang Gagal itu Sering Berasumsi
Salah satu contoh validasi ide kayak begini,
Concept: mau bikin apps yang menghubungkan pendonor darah dan pencari darah, semacam ReBlood gitu!
Define: buat definisi dan tujuan apps yang mau dibuat, uraikan apa saja tujuan dan kebutuhannya menjadi sistem yang terstruktur.
Build: melakukan coding, membuat desain UI dan UX (User Interface dan User Exoerience), merancang kestabilan sistem.
Test: melakukan survey mengenai kebutuhan dan minat pasar terhadap aplikasi yang kita buat. Misal membuat Landing Page “Launching Soon” untuk mengetahui apakah nanti ada yang mau menggunakan apps tersebut. Survey ini bisa dilakukan di social media, salah satunya dengan memperhatikan click through rates-nya melalui Facebook Ads.
Launch: karena hasil dari tes pasar menunjukkan hasil yang positif, sehingga ide membuat apps bisa dijalankan. Ide tervalidasi: benar.
Siklus validasi ini bisa dicoba untuk jenis ide apa saja. Mulai dari yang sederhana, sampai yang rumit. Contohnya bikin startup, bikin event, planning, bahkan untuk hal simpel yang banyak digelisahkan anak muda, yaitu mencari jati diri.
Gimana, udah ada setitik pencerahan? #halah
Baca juga: Belajar Bikin Startup dari Cerita Superhero
Image header credit: kasibiz.co.za