Artikel ini merupakan kerjasama antara ziliun.com dan majalah Luminaire Vol 3 persembahan Keluarga Mahasiswa Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB.
Bila mendengar kata sampah, maka yang pertama kali terlintas di benak seseorang adalah suatu hal yang tidak berguna serta tidak lagi dibutuhkan. Sampah kerap dianggap sebagai material sisa yang sudah tidak terpakai lagi. Hal ini membuat sebagian besar orang akan berpikir dua kali jika ingin mengelola sampah menjadi suatu hal yang bernilai lebih. Namun, apa jadinya jika sampah tersebut mampu disulap menjadi sebuah anugerah berupa keuntungan? Perusahaan yang satu ini punya jawabannya!
Perusahaan yang dimaksud adalah heySTARTIC. Perusahaan yang dikembangkan oleh Vania Santoso ini merupakan sebuah brand development untuk ecopreneurship. STARTIC merupakan akronim dari Stylish Art in Ecopreneurship, sedangkan “hey” sendiri adalah kata imbuhan sebagai ajakan pada masyarakat untuk berperilaku ramah lingkungan. Dengan nama tersebut, Vania ingin menunjukkan bahwa produk-produk daur ulang sampah juga bisa menjadi sesuatu yang bernilai “wah”. Salah satu produk heySTARTIC adalah tas dalam berbagai bentuk model dan bahan.
Baca juga: GoArchipelago.com, Inisiatif Henry Vienayoko untuk Memberdayakan Pariwisata Lokal
Sebagai Duta Lingkungan Hidup Asia Pasifik, Vania dan sang kakak, Agnes Santoso memulai kegiatan peduli lingkungan dengan membuat klub lingkungan pemuda AV Peduli pada tahun 2005. Pada saat itu, isu lingkungan belum semarak sekarang sehingga orientasi komunitas tersebut adalah mewadahi pemuda-pemudi yang cinta lingkungan dan ingin berkontribusi positif. Lalu seiring berjalannya waktu, ternyata realita di lapangan terkait masalah sampah semakin memburuk. Vania melihat bahwa ketertarikan orang dalam mengolah sampah masih sangat kurang. Kalaupun ada, hal itu masih bersifat ala kadarnya. Hal ini membuat orang-orang enggan memakai produk olahan sampah, apalagi untuk kebutuhan fashion. Sejak saat itu, Vania terinspirasi untuk membuat produk berbahan daur ulang sampah yang tetap fashionable dan bisa membuat orang bangga memakainya. Proses produksi heySTARTIC sendiri dibantu oleh masyarakat binaan yang berusaha diberdayakan oleh Vania.
Bahan baku pembuatan tas dari brand ini merupakan hasil pengumpulan sampah melalui sistem bank sampah yang sudah ia terapkan di komunitas. Sampah-sampah yang ada kemudian dipilih berdasarkan tingkat kesulitan untuk dikurangi produksinya, misalnya plastik. Salah satu jenis sampah tipe tersebut yang cukup unik untuk bahan tas adalah sak semen. Menurut Vania, pembangunan yang membutuhkan semen setiap hari terus ada, sementara sampah sak semen dibuang begitu saja tanpa manfaat. Menariknya, sak semen biasa mampu mewadahi puluhan kilo dengan kuat. Hal ini menjadi pondasi ide Vania bahwa sak semen bisa menjadi aset untuk membuat tas yang daya tahannya kuat.
HeySTARTIC yang sejak 2007 merupakan social project untuk pemberdayaan masyarakat ini ternyata sudah mendapatkan banyak apresiasi mulai dari nasional hingga internasional. Pada tahun 2011, bisnis ini terpilih mewakili Indonesia dapat penghargaan Ecopreneurship Make A Difference dari Hong Kong. Sejak saat itu, brand ini mendapat label pelopor ecofashion di Indonesia.
“Pencapaian bagi saya nggak cuma dari penghargaan, tapi juga kepuasan batin melihat reaksi orang yang terkagum-kagum saat tahu produk heySTARTIC. Nggak jarang lho, mereka memuji: “Wah nggak nyangka ini produk daur ulang” atau “Wah seperti kulit yah! Modelnya keren-keren”. Puas sekali rasanya,” tutur mahasiswa S1 Manajemen Universitas Airlangga ini.
Baca juga: Jessica Alba Cares About a Better World. Can You?
Kepada tim Luminaire, Vania mengungkapkan jika perasaan bangga tersebut menjadi besar karena memang dari awal ia fokus untuk membuat produk daur ulang dengan desain trendi. Ia pun berusaha menambahkan kelebihan tas heySTARTIC dari segi kualitas dengan memberikan garansi sehingga customer tidak ragu membeli brand-nya. Baginya, heySTARTIC bukanlah bisnis yang bukan hanya menjual nilai sosial, melainkan juga harus terbukti memiliki produk berkualitas. Kebahagiaannya bertambah ketika mendengar sharing dengan warga binaan tentang komentar positif dari banyak pihak. “Sukacitanya mereka itu doubling sukacita kita langsung! Karena pencapaian terbesar itu memang saat kita bisa bermanfaat bagi orang lain,” ujar Vania.
Raihan yang gemilang tersebut tentunya pernah melalui rintangan dan hambatan pula. Salah satu kendalanya adalah respon pasar (domestik khususnya) yang kurang menghargai handmade product dengan stigma yang salah. “Beberapa ada yang berkomentar, ‘Ini kan dari sampah, kok harganya mahal?’. Oleh sebab itu, kita berinovasi dengan kombinasi kain etnik Indonesia (batik, songket, dan lain-lain) dan kulit asli juga untuk meningkatkan nilai jualnya,” sambung wanita yang telah beberapa kali menjadi pembicara Ecopreneur ini.
Baca juga: Coming (Hopefully) Soon: Smart City
Kendala lain yang dialami Vania dan timnya adalah permodalan. Hal ini disebabkan kebutuhan dana yang cukup besar untuk memberikan pelatihan gratis dalam memberdayakan masyarakat secara berkesinambungan. Permodalan juga begitu diperlukan untuk sistem konsinyasi dalam memasarkan produk mereka.
Lantas, apa yang ingin mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan di atas? Rencananya, heySTARTIC bermaksud melakukan ekspansi untuk pemberdayaan masyarakat marjinal lain, supaya lebih banyak orang yang mendapat manfaatnya. Untuk menuju hal tersebut, Vania berserta timnya sudah mengadakan pelatihan Ecopreneurship untuk membangun pioneer-pioneer baru di masa mendatang. Selain itu, ia berharap dapat berkolaborasi dengan para pengrajin daur ulang lain, supaya bisa menghasilkan produk unik dan lebih memaksimalkan dampak lingkungan yang bisa dicapai, termasuk lini bisnisnya juga. Wah, semoga harapannya tercapai ya!
Baca majalah Luminaire Vol 3 edisi “Specialpreneurs” di sini.
Header image credit: startic.avpeduli.com
Comments 1