“There are these Hollywood people making great movies, then there are Apple people, Google, Facebook, and NASA. Lucu aja kalo cuma bikin Lima Watch aja sampai pusing-pusing dan takut gagal.” – Herman Tantriady
Jam tangan mahal dan branded sudah biasa, tapi jam tangan berbahan kayu bisa menjadi produk yang unik dan memiliki nilai jual. Inilah yang disadari oleh Herman Tantriady saat ia memulai Lima Watch sebagai side project pribadi di awal 2012.
Herman sejak dulu memang memiliki keinginan untuk memiliki atau menciptakan produk sendiri. Saat memulai Lima Watch, ia melihat bahwa jam tangan berbahan kayu belum bisa ditemukan di pasar, sehingga ia memutuskan untuk membuat sendiri produk tersebut.
Herman sendiri memasang standar tinggi terhadap kualitas jam tangan yang ingin diproduksinya. Sayangnya, vendor produksi lokal saat itu belum ada yang memenuhi ekspektasi standar kualitas yang diharapkannya. Setelah sempat terpikir untuk memiliki unit produksi sendiri, akhirnya Herman memutuskan untuk memproduksi Lima Watch di luar negeri.
Herman sendiri mengaku bahwa ia bukanlah tipe orang yang dapat menghasilkan berbagai ide cemerlang. Menurutnya, there’s nothing new under sun, sehingga yang penting adalah determinasi untuk mewujudkan suatu ide.
Baca juga: Giovanni Widjaja, Dari Menjual Pomade Vintage hingga Membuka Barbershop
“Hampir tidak ada ide yang benar-benar cemerlang dan orisinil. Hal yang membuat ide menjadi spesial adalah proses dan eksekusinya. Jangan takut untuk menjadi fleksibel untuk mewujudkan ide,” kata Herman.
Berkat determinasi dalam eksekusi ini, Lima Watch saat ini dikenal cukup luas di kalangan design aware consumers yang memang menjadi target pasar utama Lima Watch. Hal ini juga didukung oleh strategi-strategi pemasaran non-konvensional, seperti ulasan produk oleh beberapa situs web gaya hidup dalam negeri dan luar negeri dengan member base yang besar. Popularitas Lima Watch di kalangan design aware consumers ini diharapkan Herman juga dapat mendorong pembelian di me-too segment.
“Ada satu hal yang menurut saya cukup breakthrough, di Amerika kami ditawarkan untuk diinventariskan sebagai produk yang akan diberikan gratis kepada selebriti yang akan hadir di award show seperti Oscar atau Emmy Awards. Selain itu, ada beberapa situs gaya hidup dengan jumlah member yang besar, mengulas produk kami dan member situs tersebut dapat membeli dengan harga khusus sebagai timbal balik dari ulasan mengenai brand kami,” kata Herman.
Dalam mengembangkan Lima Watch, Herman menekankan pentingnya menjadikan brand terus valuable.
Baca juga: Fenny Angela, Lulusan Arsitektur yang Berbisnis Custom Jewelry
“Protect your idea, make a proper business plan, right pricing, right distribution channels. Make the business sustainable, that means keep coming up with new ideas dan akhirnya ya, menjadikan brand tersebut valuable,” kata Herman.
Seorang entrepreneur tentunya selain memiliki kemungkinan sukses yang besar, juga memiliki kemungkinan gagal yang besar pula. Herman yang saat ini juga menjalankan sebuah agensi desain dan periklanan ini mengaku tidak terlalu takut gagal, karena menurutnya pasti banyak produk dan brand yang jauh lebih berkualitas di luar sana, yang sudah mengalami berbagai hambatan dan akhirnya berhasil.
“There are these Hollywood people making great movies, then there are Apple people, Google, Facebook, and NASA. Lucu aja kalo cuma bikin Lima Watch aja sampai pusing-pusing dan takut gagal.” kata Herman.
Terakhir, ini saran Herman untuk anak muda yang ingin berbisnis kreatif.
“People might laugh at your ideas, don’t get discouraged, just make them happen.”
Baca juga: Bagaimana Basha Market Dimulai: 960 Brand Dihubungi, 10% Berhasil Didapat
Header image credit: brightspotmarket.com