Generasi Pemikir
Sebagai pemikir di masa yang tak pernah berhenti belajar dan berkembang, sering kali prestasi yang telah diraih dan perjalanan panjang yang telah kita tempuh untuk mencapai titik keberhasilan saat ini, justru menjadi titik balik. Ketika kita berhenti dan melihat sekeliling, terkadang kita mulai membandingkan diri kita dengan berbagai pencapaian orang lain.
Beberapa menganggap pencapaian adalah prestasi, namun tak sedikit yang merasa bahwa apa yang telah diraihnya hanyalah kecil dan tidak berarti. Banyaknya pemikir ulung di luar sana membuat mereka kembali mempertanyakan kebenaran dari pencapaiannya; mungkinkah ini hanya kesalahan?
Inilah dua sisi dari berpikir melalui banyak sisi. Para pemikir ini mampu menciptakan solusi untuk berbagai permasalahan masa kini. Namun di sisi lain, kebiasaan ini kerap menciptakan generasi yang penuh dengan keraguan diri (self-doubt).
Hal ini dapat berakhir pada keraguan yang begitu besar hingga seseorang menganggap semua keberhasilannya hanyalah tipuan belaka. Ia telah menipu orang-orang di sekitarnya untuk menganggapnya lebih pintar dan kompeten. Kondisi seperti ini memang sering ditemukan dan dikenal sebagai impostor syndrome (sindrom penyemu).
Ayo kenali lebih dalam mengenai impostor syndrome ini.
Impostor Syndrome: “Apakah keberhasilan dan kemampuanku hanya semu?”
Sindrom ini kerap ditemukan pada orang-orang ambisius. Orang yang kerap merasa begitu kecewa atas kegagalannya memenuhi patokan kesuksesan. Mereka cenderung menuntut segala sesuatu untuk sempurna.
Untuk orang yang baru saja terjun ke dunia kerja, tuntutan untuk menjadi seorang profesional kerap memberikan tekanan serupa. Para lulusan baru atau bahkan pendiri start-up yang memulai lingkungan kerja barunya seringkali takut akan melakukan kesalahan karena mereka merasa tidak cukup pintar dan layak.
Sindrom ini juga dapat berdampak pada seseorang merasa tidak pantas untuk meraih kesuksesan. Dengan keberhasilannya, mereka justru merasa waswas dan takut. Mereka merasa tidak cukup baik, merasa telah melakukan penipuan terhadap orang-orang yang selama ini turut senang dan bangga atas pencapaiannya.
Apakah kamu merasa kamu mengalami impostor syndrome? Apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecemasan ini?
Manfaatkan Kelemahanmu
Kecemasan semacam ini banyak terjadi, bahkan pada para pendiri berbagai perusahan besar di dunia. Memang tak ada obat untuk mengatasi hal ini, karena impostor syndrome tidaklah dikelompokkan sebagai penyakit kejiwaan atau semacamnya.
Untuk menanganinya, kita bisa meniru solusi yang diterapkan selama ini oleh Michael Litt, seorang CEO dari Vinyard yang disebut sebagai generasi baru platform video untuk kebutuhan bisnis. Dalam wawancaranya bersama Yitzi Weiner, Litt menyatakan bahwa ia pun mengalami kecemasan serupa.
Namun, kenyataan ini bukanlah sesuatu yang memalukan dan harus disembunyikan. Litt justru memanfaatkan hal ini menjadi dorongan untuk belajar. Kecemasan yang diakibatkan sindrom ini membangun komitmen antara Litt dan keberhasilan perusahaannya.
Impostor syndrome menjadi sebuah pendorong untuk mengejar kesempatan untuk terus berkembang. Ketakutan bahwa ia telah menipu dan mengecewakan, semua rasa bersalah itu ia manfaatkan agar pada akhirnya ia benar-benar menjadi seseorang yang membanggakan. Kita tak bisa memungkiri bahwa ini merupakan cara terbaik untuk menghadapi impostor syndrome.