Suka Beli Barang Karena Ramah Lingkungan? Hati-hati Greenwashing! – Pernah gak sih kalian beli suatu barang atau jasa karena terdapat “embel-embel” ramah lingkungan? Hmmm, ya emang sih kepedulian terhadap lingkungan sekarang-sekarang ini lagi gencar digaungkan sama berbagai macam perusahaan. Soalnya emang belakangan ini isu global warming semakin bikin khawatir.
Belum lagi, isu seputar krisis iklim ini ngebuat semua orang berlomba-lomba buat pake barang atau jasa yang ramah lingkungan. Tapi… Kalian wajib hati-hati dan mikirin lagi tentang kepedulian lingkungan ini. Jangan sampe barang yang kalian beli dengan label ramah lingkungan itu bohong alias greenwashing!
Apa sih greenwashing itu?
Well, menurut artikel dari Tech Target, greenwashing adalah tindakan palsu, menyesatkan, atau rangkaian klaim yang dibuat sama perusahaan tentang dampak positif produk atau layanannya terhadap lingkungan. Istilah ini pertama kali dicetusin sama aktivis lingkungan– Jay Westerveld di tahun 1986. Di esainya yang berjudul “Crying Wolf: Hotel Greenwashing” ia mengkritisi gerakan “Save the Towel” yang mempraktekkan penggunaan ulang handuk sebagai bentuk menyelamatkan lingkungan. Tapi, fakta semua ini gak ada kaitannya sama lingkungan dan gerakan ini cuma tentang cuan.
Greenwashing ini dilakuin sama perusahaan lewat berbagai macam strategi pemasaran kayak iklan, kampanye, atau event yang bertema ramah lingkungan. But, little you know kalo semua ini cuma kebohongan belaka supaya perusahaan punya “citra” yang lebih oke dibanding kompetitornya di bidang yang sama. Dengan kata lain, semua ini omong kosong dan cuma dilakuin demi cuan.
Greenwashing bukan jadi hal yang jarang ditemui lagi karena banyak perusahaan besar yang mempraktekan hal ini. Contohnya mungkin pernah kalian temui sehari-hari. Misalnya kampanye Coca-Cola dengan moto “Sending Plastic Round in Cycle”. Kampanye ini kalo kita liat sekilas emang punya kesan baik dan peduli terhadap lingkungan, karena Coca Cola ngeklaim kalo perusahannya make plastik daur ulang di beberapa lini produk botolnya. Tapi faktanya, menurut catatan artikel The Guardian, Coca Cola memproduksi 3 juta ton sampah kemasan plastik tiap tahun atau setara dengan 200 ribu botol plastik tiap menit. Haduh, kalo gini ceritanya, apa iya bisa dibilang kampanye peduli terhadap lingkungan?
Kalo di Indonesia sendiri, contoh greenwashing bisa kalian temui di salah satu perusahaan air minum dalam kemasan. Mereka ngeklaim botolnya terbuat dari 100% plastik daur ulang di salah satu provinsi. Perusahaan juga udah ngumpulin 12 ribu ton sampah botol plastik tiap tahunnya buat proses daur ulang. Tapi, nyatanya hal ini cuma greenwashing belaka karena mereka terus-terusan mengeksploitasi sumber mata air sampe daerah sekitar pabrik kekurangan air bersih. Udah gitu, embel-embel 100% plastik daur ulang ini cuma berlaku buat satu jenis kemasan aja, padahal mereka bikin banyak jenis kemasan plastik. Hadeh sama aja bohong…
Once again, greenwashing ini cuma sekadar tipu muslihat aja!
Segala upaya pemasaran yang dilakuin sama perusahaan dengan “embel-embel” ramah lingkungan ini udah pasti greenwashing kalo gak ada dampak yang nyata buat lingkungan itu sendiri. Mereka tentunya lebih ngedepanin cuan daripada lingkungan. Maka dari itu, emang perlu adanya regulasi yang ngatur strategi pemasaran perusahaan supaya tindak greenwashing ini bisa terus berkurang. Di Indonesia sendiri, ada beberapa aturan yang ngatur ini, misalnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam pasal 68, disebutin kalo pelaku usaha wajib buat ngasih informasi yang benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Jadi, perusahaan gak boleh ngelakuin greenwashing dengan ngasih label ramah lingkungan tanpa adanya pertanggung jawaban.
Selain itu, kesadaran dari para konsumen juga harus ada. Tiap kali ada perusahaan yang menjual barang atau jasa dengan label ramah lingkungan, konsumen seharusnya harus bisa teliti dan menelaah terlebih dahulu label tersebut. Apa benar label tersebut ramah lingkungan? Gimana dampaknya? Jelas gak tujuannya? Jangan-jangan cuma jargon doang!
Untuk menemukan konten menarik lainnya seputar isu anak muda, yuk kunjungi profil Instagram Ziliun! dan jangan lupa di-follow juga!