Ketika kita ingin semuanya serba instan…Ketika kita ingin semuanya serba instan…
Memang hal yang wajar sih, manusia di zaman modern seperti sekarang lebih suka gaya hidup instan akibat sarana dan prasarana yang ada sudah sangat mendukung. Coba lihat, apa yang tersedia di layar kita. Dari layar ini, kita bisa melakukan segalanya, mulai dari memesan makanan, memanggil taksi, bersilaturahmi dengan teman, sampai bepergian secara virtual ke luar negeri. Semuanya ada di genggaman tangan kita saja.
Kemudahan yang kita dapatkan sekarang merupakan bukti bahwa perkembangan teknologi berjalan dengan sangat cepat. Mari kita berkaca ke sepuluh tahun yang lalu, mungkin kita saat itu belum melihat ojek online berseliweran di jalan raya, tapi sekarang tidak ada sudut jalanan yang kosong tanpa segerombolan orang berjaket hijau. Tentu semua kemudahan ini digunakan untuk kesejahteraan hidup manusia.
Namun apakah semuanya akan berjalan baik-baik saja?
Nyatanya tidak demikian. Sekilas, coba lihat lagi peristiwa di awal tulisan ini. Hasrat ingin mendapatkan segalanya dengan cepat, termasuk ilmu pengetahuan, telah mendarah daging pada gaya hidup instant. Terbiasa dengan segala kemudahan yang kita dapatkan ternyata membuat kita enggan berusaha lebih keras untuk mendapatkan sesuatu. Kalau kata anak muda zaman sekarang “kalau ada yang gampang, kenapa harus memakai cara yang sulit?” hehehe. Sekarang ayo kita ulas bagaimana sebaiknya sikap kita menghadapi fenomena tersebut.
1. Semakin cepat didapat, ternyata juga semakin cepat hilang.
Kita sering merasa bangga apabila mampu mencerna dan mengingat informasi saat baru mendapatkannya. Ketika ada teman kita yang berhasil menjawab pertanyaan sebelum sesi kuliah dengan benar, maka kita menganggapnya dialah orang yang paling jenius di kelas. Ternyata David Epstein dalam bukunya, Range, menolak persepsi ini. Melalui bukunya, Ia menuliskan hasil riset L.L. Jacoby dan W.H. Bartz di Iowa State yang menunjukkan bahwasanya latihan pengulangan jangka pendek akan menghasilkan manfaat jangka pendek pula.
2. Perjuangan memahami informasi lebih penting daripada mengulangnya terus-menerus.
Pengulangan tidak sepenting perjuangan. Meskipun kita sudah mengulangnya berkali-kali, tetapi jika kita tidak memahami apa yang kita pelajari, kemampuan kita hanya sebatas pengetahuan prosedural (step-by-step). Ketika berhadapan dengan masalah yang berbeda namun dalam bidang yang sama, kita akan kesulitan memecahkannya karena kita belum memahami dasar dari informasi tersebut
Baca juga: Cinta Pandangan Pertama: Gejala Halo Effect
3. Lambat dalam berproses bukanlah masalah, justru anugerah.
Sejalan dengan poin pertama, para psikolog mengatakan “pembelajaran yang terlalu cepat akan menghasilkan penguasaan langsung tingkat tinggi yang ilusif, tidak akan bertahan lama”. Pernyataan ini cukup bertolak belakang dengan hasrat kita yang menginginkan segalanya serba cepat. Namun ada baiknya apabila kita sabar dalam berproses. Mengutip dari Range juga, apabila kita memilikinya kinerja yang terlalu baik ketika kita menguji diri sendiri, jalan terbaik untuk terus mengasah kemampuan kita adalah dengan menunggu lebih lama sebelum kita melatih kembali pemahaman kita.
4. Persulit diri sendiri jika semuanya berjalan dengan mudah.
Terakhir, apabila semua proses yang kita lalui ternyata terlalu mudah, jangan ragu untuk memaksa diri sendiri mempersulit keadaan. Kebiasaan kita untuk mendapatkan segalanya serba mudah membuat kita kehilangan esensi dari perjuangan itu sendiri. Robert Bjork menyebutnya sebagai “desirable difficulties” atau “kesulitan yang diinginkan”. Kesulitan yang sengaja kita ciptakan akan memperkuat daya lekat pengetahuan di dalam pikiran kita sehingga informasi yang kita dapatkan akan semakin tahan lama. Kita pasti menyangkalnya “ngapain susah-susah, toh ada yang gampang”.
Nah justru ketika kita terbiasa untuk menahan hasrat dan bersabar di atas kesulitan yang kita hadapi, nantinya akan terbentuk mental kita yang lebih kuat dan adaptif di setiap permasalahan yang kita hadapi. Sekarang saatnya kita sadar dan kembali memperjuangkan kehidupan kita, alih-alih mencari jalan alternatif untuk memudahkan segalanya. Ingat, masalah yang kita hadapi semakin rumit setiap harinya.
Jangan sampai hanya karena selalu ingin santai, lantas menerapkan gaya hidup instan, agar memudahkan segalanya dan justru tidak mendapatkan apa-apa dari apa yang telah kita lakukan.