Apakah kalian ingat berapa upacara bendera yang kalian ikuti setiap hari Senin pada zaman sekolah ? Diikuti dengan pembacaan Pembukaan UUD 1945 serta Pancasila yang saya yakin kalian sudah tidak ingat berapa kali telah kalian dengarkan.
Dengan asumsi bahwa kalian, dan termasuk saya adalah WNI dan bersekolah di Indonesia, mau itu sekolah negeri ataupun swasta; saya percaya bahwa kita semua menjalani rutinitas yang saya sebutkan diatas sudah cukup untuk mendoktrin halus kita semua untuk mempunyai rasa cinta tanah air walaupun hanya sepercik.
Ditambah dengan materi dari mata pelajaran kewarganegraan, IPS dasar, sejarah, budaya lokal yang saya rasa merupakan standar dari hampir semua sekolah di Indonesia. Kita diberi wawasan tentang negara kita, disuapi dengan berbagai macam hal indah tentang tanah air kita.Mulai dari betapa luasnya negara kita dan panjangnya garis pantai kita. Stok pantai-pantai yang indah takkan habis, hutan hutan yang lebat menyimpan hewan dan tanaman endemik yang langka dan indah, gunung-gunung yang menjulang tinggi memberikan kesuburan ke negeri ini, sumber daya alam yang saking banyaknya membuat kita berkhayal, berbagai suku dan budaya yang merupakan bagian dari Indonesia, dan hal lainnya yang membuai kita. Serasa diberi gombalan memang, tapi buku-buku dan guru-guru kita tidak berbohong. Memang benar, negeri kita luar biasa indahnya dari hampir segala aspek. Tidak ada alasan untuk tidak mencintainya selain dari alasan birokrasi dan kebijakan pemerintah yang berantakan.
Baca juga: Jessica Alba Cares About a Better World. Can You?
Setelah ini semua, saya bertanya. Banggakah kalian menjadi orang Indonesia? Cintakah kalian dengan negeri ini ?
Mayoritas akan menjawab ‘ya’, dan mungkin beberapa akan berani menyatakan bahwa jiwa raga mereka sepenuhnya untuk tanah air.
Tapi beberapa kali saya menemukan konfirmasi pernyataan ini menjadi kontradiktif.
Saya sering menemukan situasi di mana kita lebih bangga untuk menjadi konsumtif serta ikut-ikutan akan kebudayaan lain. Contohnya aja lebih bangga nonton drama Korea. Lalu misalkan lagi rame serial India ikutan nonton, eh ada drama Turki sekarang juga ikut nonton. Lalu, kalau idolanya kebetulan menyebutkan sesuatu yang ada Indonesianya senangnya luar biasa.
Seperti kemarin sebuah tweet dari Ariana Grande, artis kondang Amerika Serikat yang baru konser di Jakarta , Agustus kemarin. Ada sedikit bahasa Indonesia-nya, para fansnya luar biasa heboh.
“Jakarta babes, thank u so much!! You sang every word as louuud as you could. Y’all touched my heart tonight !!! Terima kasih! Aku Cinta Kamu”
Baca juga: Pake Bahasa Inggris Terus, Gak Nasionalis!
Yang saya garis bawahi di sini bukan masalah euforia fansnya, tetapi ketika ada bule, apalagi artis, menggunakan bahasa Indonesia, bangganya luar biasa. Seakan akan kita ikut berkontribusi mempromosikan Indonesia tapi sebagai bangsa yang menjadi konsumen terbesar. Seakan-akan menunjukkan kalau ‘ada lho orang luar negeri yang tahu Indonesia itu apa dan di mana’.
Seperti yang dikatakan Mas Joko Anwar di salah satu tweet-nya :
“Kenapa kita bisa bangga hanya dengan bangsa lain menggunakan bahasa kita, atau pakai batik? Apakah kita se-ngenes itu untuk dapat pengakuan?”
Apa karena kita menganggap bangsa lain lebih tinggi dari kita sehingga kalau mereka mau memainkan atau memakai kesenian Indonesia kita harus bersyukur? Bisa jadi ini juga sisa-sisa sindrom pasca penjajahan yang selalu melihat apa pun yang datang dari Barat sebagai sesuatu yang lebih ‘tinggi’ derajatnya. Mungkin masih merasa malu untuk merengkuh budaya sendiri karena takut dianggap tidak terkenal dan tidak menjual.
Baca juga: Preserve: E-commerce Produk Artisan dari Blake Lively
Balik ke poin yang saya sebutkan di awal. Kalau begitu, ke mana fakta-fakta negeri kita yang agak gombal itu saat berhadapan dengan budaya negara lain? Dengan hal-hal seindah dan sehebat itu, kenapa kita harus takut? Kenapa kita seakan-akan mengemis untuk dapat pengakuan? Langit pun tidak perlu menyatakan bahwa dirinya tinggi; sedemikian rupa dengan sesuatu yang hebat, bungkam saja orang negeri.
Tidak, saya tidak mengajak kalian semua untuk banting setir untuk menganut etnosentrisme, merasa bangsa kita yang paling baik dan tidak mau menerima kritik. Tidak pula saya menyuruh kalian semua untuk meninggalkan semua yang ‘bukan Indonesia’, dan cuek terhadap bangsa dan budaya lain karena toh negeri kita sudah punya semuanya.
Saya hanya ingin mengajak kita semua untuk memposisikan bangsa kita setara dengan-bangsa bangsa lainnya. Bangsa yang mengenal dirinya sendiri agar dapat mengetahui nilai dan letaknya sendiri di dunia. Bangsa yang tidak perlu standar dari komentar atau celetuk bangsa lain untuk merasa diakui.
Baca juga: Kalau Taylor Swift Bisa Masuk Daftar Fortune, Kenapa Kita Gak?
Header image credit: sugarscape.com