Kalau ngomongin entrepreneurship, sering banget arah obrolannya soal pengusaha. Tapi gue rasa, ada topik tertentu dari entrepreneurship yang nggak kalah penting, yaitu mindset. Yup, pola pikir para entrepreneur.
Pas banget nih di hari kebangkitan nasional, gue pengen cerita soal tiga serangkai sang pelopor nasionalisme alias tokoh-tokoh Komite Boemi Poetera yang menurut gue punya jiwa seorang entrepreneur. Tapi sebelum kita bahas Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hajar Dewantara, kita kuliti dulu apa sih yang dimaksud pola pikir entrepreneurship?
Arash Asli, Co-Founder dan CEO Yocale.com dalam Forbes punya pendapat kalau entreprenerial mindset itu adalah pola pikir soal apa yang diperlukan dan harus dilakukan untuk lebih maju. Orang dengan pola pikir tersebut akan lebih jeli dalam melihat lingkungan sekitar, serta terbiasa mencari cara untuk menghadapi tantangan dan menyelesaikan masalah.
Nah, menurut gue, tokoh tiga serangkai sangat menggambarkan orang-orang dengan pola pikir entrepreneurship. Gimana enggak, Douwes Dekker yang setengah Eropa, dia bisa jeli melihat ketidakadilan yang dirasakan orang Indonesia atas sumber daya negerinya dan berani menyuarakan pendapatnya hingga Pemerintah Belanda gentar. Ketika banyak masyarakat di Indonesia yang pada masa itu berada di masa abu-abu, Tjipto dan Soewardi berani untuk ambil resiko tertinggi.
Masa Abu-abu? Eits bukan masa SMA ya, tapi yang gue maksud adalah masa ketika masyarakat Indonesia masih banyak yang terlena dengan pemerintahan Belanda, dan belum sadar akan berharganya menjadi bangsa yang bebas dari penjajahan. Air yang dianggap jernih dan tenang di tanah jajahan belum tentu seperti yang disangka, bukan? Pada masa itu, Tjipto dan Soewardi mencoba untuk bikin organisasi Boedi Oetomo lebih maju, bukan hanya sebagai organisasi yang mencari beasiswa seperti ide awalnya melainkan pemantik para pemuda untuk berjuang memerdekakan Indonesia. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ki Hajar Dewantara mendobrak pemikiran-pemikiran orang lama di Boedi Oetomo dengan menghendaki jiwa muda berenergi nasionalisme.
Kebayang kan gimana susahnya melepaskan pengaruh “orang-orang tua” pada abad ke 20? (Gue aja rasanya susah banget ngejelasin ke ortu soal kerjaan gue di startup haha). Tapi mereka berhasil jadi secercah harapan untuk bangsa Indonesia yang akhirnya menular menjadi gerakan untuk memerdekakan Indonesia.
Kalau kita mundur lebih ke belakang lagi, sebenarnya mereka bertiga bersatu dengan cara yang sederhana: karena pena. Soewardi menulis surat berjudul “Seandainya Aku Seorang Belanda” pada Juli 1903 ketika Belanda bersenang-senang merayakan hari kemerdekaannya di Indonesia, tanah jajahan mereka sendiri. Soewardi ditangkap oleh Pemerintah Belanda, beserta Tjipto yang dianggap sebagai otak dari tulisan itu. Lalu keduanya mengenal Douwes Dekker ketika Douwes menjadi redaktur Bataviaasch Nieuwsblad yang kerap memperjuangkan hak asasi manusia warga Hindia Belanda. Walaupun pada akhirnya ketiganya terpisah karena dibuang oleh Belanda di tempat yang berbeda, mereka berhasil dikenang hingga saat ini sebagai pelopor kebangkitan nasional.
Bagi gue, ini saatnya kita mencontoh pola pikir mereka. Walaupun kita bukan sedang dijajah, kita perlu punya entrepreneurial mindset, yaitu soal gimana kita berkomitmen sama visi kita untuk menghadapi tantangan dan hambatan di setiap perjalanannya. Gimana kita melihat masalah di lingkungan sekitar sebagai peluang untuk lebih maju. Ketika kita memosisikan sebagai pemecah masalah, kita akan terbiasa untuk berpikir apa yang bisa dilakukan agar masalah itu selesai.
Douwes, Tjipto, dan Soewardi saat itu juga pemuda, sama halnya dengan kita. Mereka melihat masalah, dan berusaha untuk mencari solusinya. Mereka bertemu karena memiliki cita-cita dan nilai-nilai yang sama. Gue jadi terpikir, bakalan hebat banget Indonesia kalau pemuda-pemudanya bisa punya pola pikir seperti tiga serangkai ini. Gue yakin, nggak ada lagi yang ngeluh-ngeluh karena macet tapi dirinya sendiri jarang banget naik kendaraan umum untuk mengurai kemacetan, nggak ada lagi yang kesel sama banjir, tapi masih buang sampah sembarangan, atau sesederhana enggak ada lagi yang nyinyir di media sosial dan mulai menyebarkan semangat buat mengapresiasi karya pemuda Indonesia. Keren banget sih pasti.
Ok deh, selamat hari kebangkitan nasional ya, teman!