Kenapa manusia dapat bertahan hidup?
Entah berapa kali pertanyaan ini terus berputar – putar di kepala gue. Bisanya pertanyaan ini muncul sesaat ketika gue menemui jalan buntu lama memecahkan masalah yang gue hadapi. Risih banget ngga sih kalau masalah yang datang tak kunjung menemukan solusi. Singkatnya gue beratanya – tanya soal gimana manusia secara naluriah dapat menyelesaikan masalahnya, walaupun dalam keadaan yang tidak menguntungkan sekalipun.
Manusia secara otomatis diprogram untuk dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Dengan menanggapi lingkungan, tubuh manusia dapat melakukan observasi problem solving secara natural yang disebut empati.
Baca juga: Ekonomi Era Digital: Ancaman? atau Peluang?
Kenapa empati?
Empati merupakan sebuah bagian dari penyelesaian masalah dengan metode ikut merasakan, menggunakan cara, ataupun menyelami perasaan orang lain dan mencoba mengimplementasikannya sesuai dengan alur yang dilalui orang tersebut. Dengan kata lain memiliki rasa empati berarti menelaah bagaimana sesuatu dapat terjadi dari awal hingga akhir sehingga dapat menemukan solusi yang tepat dalam menyelesaikan masalah tersebut. Banyak yang dapat dilakukan dalam metode berempati ini, seperti mengamati apa yang orang lain lakukan, apa masalah yang sebenarnya dihadapi, dan bagaimana perasaan mereka saat masalah tersebut timbul.
Baca juga: Creative Problem Solving, Do It Your Way
Lah apa hubungannya sama venture dan create?
Ide yang mendasari pertanyaan pertama gue tadi adalah bagaimana menyelasaikan masalah secara tepat dan akurat walaupun sedang dalam keadaan yang bisa dibilang “buntu” sekalipun. Ini menggelitik gue untuk memetakan hubungan dari empati (emphaty), usaha (venture), dan membuat (create). Kenapa? Setelah gue jabarkan penjelasan empati diatas, ternyata ketiga kata ini sangat erat hubungannya dengan problem solving khususnya di ranah apps maker. Kata empati sangat berhubungan erat dengan usaha dan pembuatan/membuat. Untuk dapat menyelesaikan masalah secara tepat guna, pembuat (developer) harus mengetahui apa yang sesungguhnya dirasakan pengguna. Merasakan empati berarti interaksi yang kental terhadap pengguna. Interaksi dapat menjadi sumber informasi yang kritikal, dimana kebutuhan pelanggan menjadi fokus dalam membuat sesuatu yang nantinya akan diimplementasikan pada pengguna. Ngga mau kan nanti udah susah – susah buat apps, ternyata pengguna justru membutuhkan solusi yang ngga ada korelasinya sama apps yang kita telah buat. Hiih buang – buang budget deh jadinya.
Untuk dapat merasakan kebutuhan dan memahami pelanggan, kita memerlukan usaha. Memahami pelanggan secara cermat otomatis membutuhkan usaha lebih dalam mengamati dan meramu informasi. Usaha itulah yang akan menjembatani antara ketiga elemen yang telah disebutkan tadi. Entah usaha dalam pemahaman pelanggan, ataupun usaha dalam realisasi solusi berbentuk apps yang akan diimplementasikan.
Baca juga: Politik Kotor? Lalu Siapa Yang Membersihkan?
Tahap yang paling menentukan adalah pembuatan. Pada tahap ini pembuat menerapkan langkah yang telah mereka dapat kedalam sebuah solusi. Disinilah tahap empati kembali berperan. Mengamati berarti menghindarkan pembuat dari sesuatu yang tidak seharusnya mereka buat. Tentu dalam tahap observasi akan terlihat apa yang sebenarnya dibutuhkan pelanggan sehingga apa yang mereka buat benar – benar memiliki hubungan dengan masalah yang dihadapi, dengan kata lain “solve the real problem”. Cara ini sebenarnya telah diterapkan oleh google dalam metodenya “The Design Sprint” dimana empati menjadi pondasi dalam memecahkan masalah secara real sehingga pembuatan secara cepat dan tepat dapat dilakukan. Cara ini dapat memangkas waktu secara signifikan namun memiliki hasil yang sesuai dengan keinginan pengguna.
Setidaknya tiga elemen tersebut dapat membantu para pencari solusi diluar sana dalam membuat produknya. Setelah membaca hubungan masing masing elemen, kalian sudah dapat poinnya bukan? Jadi lakukan observasimu sedini mungkin, buat solusi mu setepat mungkin!
Baca juga: #NGO-GODigital: Memperluas Dampak Perubahan Dengan Teknologi
Image header credit: picjumbo.com