Saat ini pemerintah sedang giat mendorong “ekonomi kreatif”. Hingga tidak kalah pemda pun seolah menjadi sadar akan pentingnya aktivitas kreatif ini. Termasuk pentingnya peranan desain dan desainer. Nah, apakah ini sebuah berita baik? atau tidak?
Sudah banyak sekali kita melihat sayembara yang dibuat pemda atau kementrian kita bukan? Namun tidak sedikit pula sayembara dan lomba tersebut malah menjadi cemooh publik bahkan kalangan kreatif. Lalu pemda atau kementrian yang tiba-tiba meluncurkan sebuah produk hasil desain yang membuat masyarakat heboh seperti kisah seragam defile tim olimpiade 2016 kemarin. Bagaimana sebetulnya hal demikian bisa terjadi?
Di sini kita harus mau memilah antara masalah proses atau masalah hasil. Tidak sedikit teman-teman saya menanyakan tanggapan atau pendapat saya. Kebanyakan dari kita memang terjebak memperdebatkan kajian estetika dari hasilnya saja. Namun menurut saya masalah terbesar dari kasus hal-hal demikian adalah PROSES-nya, bukan sekedar HASIL dari desain, seperti apa? Berikut uraian saya.. (pribadi lho 🙂 any comment? please)
1. Brief; Dalam proses desain, brief atau permintaan pemecahan masalah dari klien adalah hal yang sangat penting. Sebagai seorang desainer atau tim kreatif, ia tidak cukup jika hanya pandai menjawab brief namun harus pandai pula membaca dan memahami brief. Seringkali desainer salah menafsirkan brief yang akhirnya tidak memenuhi kebutuhan klien. Bagi saya pertanyaan-pertanyaan ini penting karena di sinilah awal mula sebuah desain diciptakan. Celaka tiga belas jika pembuat brief-nya sendiri tidak paham akan kebutuhannya, misalnya brief yang dibuat oleh pemda tadi.
2. Proses; Bagaimana cara mudah menilai sebuah karya? karya desain misalnya? Yaitu dengan mengetahui prosesnya. Misalnya sejauh mana proses sebuah desain itu berjalan? Dari perjalanan proses desain itu akan muncul argumen, alasan, referensi, dan konsep. Perkara hasil desainnya terlihat jelek atau norak, itu bisa jadi relatif. Akan tetapi siapa yang bisa membantah jeleknya sebuah desain jika dilalui dengan proses panjang yang baik dan benar dalam desainnya? Sayangnya, proses ini sering dianggap sederhana oleh pemda, yang kemudian menganggap bahwa sayembara itu sudah cukup dijadikan alasan proses. Namun lupa melibatkan pihak-pihak yang kompeten dalam proses itu sendiri, yang mana ini menjadi kunci berkutnya..
3. Kompetensi; Ini yang paling krusial, kompetensi atau kredibilitas pihak-pihak yang terlibat dalam proses kreatif ini. Kesalahan fatal pemerintah – sebagai pemilik program atau proyek, selalu menganggap sepele sebuah desain. Mulai dari pemetaan masalah yang akan dipecahkan (solving problem), pembuatan brief, pengerjaan desain, hingga pengambil keputusan dari hasil desain. Semua dilakukan oleh pihak internal pemerintah itu sendiri. Bisa jadi mereka merasa percaya diri? atau ya itu tadi, terlalu menyepelekan masalah desain ini sebagai produk “cakep atau gak cakep” saja. Kalau kepala dinas, menteri, atau bos mereka sudah bilang “bagus” maka itu semacam titah, atau stempel “approved” yang tidak bisa dibantah lagi. Padahal mereka lupa jangan-jangan itu baru masalah selera sang bos saja?
Dari ketiga hal penting tadi, saya berfikir sudah saatnya lembaga pemerintahan mulai melibatkan pihak-pihak yang kompeten dan kredibel dalam menjalankan proyek kreatif di lembaganya dalam hal ini misalnya creative agency. Beberapa mungkin sudah melakukan, namun masih ada saja “orang pemerintahan” yang ikut campur sementara pihak agensi jadi sekedar tukang lay-out desain saja.
Sudah terlalu sering kita melihat bagaimana pemerintah, pemkot, pemda, kementrian, dan seterusnya, memaksakan diri untuk terlibat dalam pembuatan desain secara internal. Mulai dari desain pamflet, poster, banner, baliho, hingga desain gapura, tugu, ornamen kantor, dan juga logo termasuk maskot. Perhatikan, sudah berapa banyak kita menyaksikan “hasil karya desain” buatan pemerintah. Apa iya dalam pembuatannya mereka melalui proses desain yang umum dilakukan? Saya yakin tidak.. OK katakanlah iya.. tapi apa iya itu kompetensi mereka?
Sudah saatnya berubah dari ketiga masalah utama ini, saya berfikir sudah saatnyalah pemerintah itu sadar diri dan jangan lagi cari-cari dan curi-curi kesempatan dari pekerjaan atribusi desain ini. Setiap kementrian sudah pasti akan ada kebutuhan desain, sudahlah.. serahkan pada yang lebih kompeten. Terserah caranya bagaimana saya tidak paham prosedur di sana, entah melaui lelang atau penunjukkan, atau magang, dan seterusnya. Yang pasti.. jangan lagi dipaksakan untuk dikerjakan secara internal. Baik dari pembuat brief-nya, yang mengerjakannya, hingga yang menilai dan meng-approve-nya. Karena ini kan sudah masuk kategori penyelewengan dalam proses desain dan kaidah-kaidah estetika kan?
Estetika itu masalah referensi, bagaimana mungkin mengandalkan estetika yang baik jika desain itu dikerjakan oleh orang-orang yang kesehariannya tidak berhubungan dengan referensi estetika? Desainer mebel yang baik sudah pasti melakukan referensi dari mebel-mebel yang baik, desainer fashion juga begitu, desainer sepatu, logo, animator, karakter, dan seterusnya. Suka tidak suka, hasil karya desain itu selain masalah informasi, juga masalah estetika dan kenyamanan audiensinya.
Tahukan bagaimana amburadulnya desain poster anti-narkoba? Selain banyak yang bermasalah dengan visual tapi juga dengan masalah penulisan pesan dan copywriting. Lantas bagaimana bisa dipertanggungjawabkan skala penyampaian pesannya jika hanya dikerjakan oleh orang dalam. Contoh sederhana yang bisa kita lihat. Kita bisa lihat bagaimana perubahan penampilan seacara signifikan dari bandara-bandara baru di berbagai kota di Indonesia? Kenapa saat ini bisa begitu bagus? Ya karena dirancang dan dikerjakan oleh para pihak yang kompetensinya di desain arsitektur.
Di sini saya berfikir, momentum “ekonomi kreatif” ini dapat dimanfaatkan sebagai sebuah upaya pemerintah dalam membuka mata akan pekerjaan-pekerjaan kreatif yang berkaitan dengan kelembagaan, kementrian, atau program kerja mereka. Cepat atau lambat, saya sangat khawatir jika kelak akan ada pihak pemerintahan yang ditangkap oleh KPK karena penyalahgunaan dana desain? Mari sama-sama kita jaga momentum baik ini, baik dari pihak dalam maupun luar pemerintahan. Bagaimana pun kata kunci dari kata ekonomi kreatif itu sendiri adalah “ekonomi”-nya bukan? Ekonomi yang berkaitan dengan transaksi dan harga. Yang harusnya bisa dikuantifikasi dan dipertanggungjawabkan.
Artikel ini ditulis oleh Anto Motulz dan sebelumnya diterbitkan di blog pribadinya.