Ziliun
  • Issuepedia
  • Workipedia
  • Inner Space
No Result
View All Result
  • Issuepedia
  • Workipedia
  • Inner Space
No Result
View All Result
Ziliun
No Result
View All Result

Fenomena Deinfluencing: Ketika Influencer Melawan Konsumerisme

Nadhif Nur DhiabyNadhif Nur Dhia
12/06/2023
in Issuepedia
0
Deinfluencing

Foto oleh: Canva Original Asset

Share on FacebookShare on Twitter

Fenomena Deinfluencing: Ketika Influencer Melawan Konsumerisme – Dunia digital hari ini ngebantu kita bikin segala hal jadi lebih mudah. Mulai kerja, komunikasi, belajar sampe berbelanja. Belum lagi, banyaknya e-commerce serta influencer yang ngerekomendasiin suatu produk bisa jadi satu alasan kenapa kita sering banget belanja. 

Malah kadang, gara-gara dampak buruk konsumerisme, kita cenderung jadi impulsif buat belanja tanpa pikir panjang. Liat iklan dikit yang muncul, check out keranjang. Ada influencer pake produk terbaru, langsung check out keranjang juga supaya gak ketinggalan tren. Padahal, terlepas perlu atau gak, kita kadang belanja cuma karena kita suka aja.

Ya emang gak bisa kita mungkiri sih, itulah emang “tugas”nya influencer; memengaruhi seseorang, yang dalam hal ini adalah buat belanja. Tapi… Pernah kepikiran gak sih kalo influencer yang harusnya promosiin suatu produk, malah mencegah kita buat gak beli suatu barang? Nah lho jadi bingung. 

Baca juga di sini: Ketika Budaya Radikal Makin Menjual

RelatedPosts

Fenomena Media Alternatif: Efektif Tapi Bisa Bawa Dampak Negatif

Fenomena Konser Ramah Lingkungan, Gimana Praktiknya?

Spill, dong! Apa sih Deinfluencing itu?

Aneh tapi nyata, dan ini bahkan jadi tren! Yuk, kenalan sama deinfluencing, sebuah fenomena di mana influencer kini justru melawan budaya konsumerisme. Bukan tanpa sebab, deinfluencing ini terjadi karena budaya konsumerisme udah marak terjadi, bahkan kadang sampe berlebihan, terutama di kalangan Gen Z. Menurut artikel dari Marketing Dive, 44% dari Gen Z melakukan pembelian berdasarkan rekomendasi dari influencer. Emang sakti ini influencer.

Deinfluencing ini ngajak kita buat rethink what we buy lewat berbagai macam kampanye. Misalnya yang dilakuin sama TikToker basicofcourse yang bilang kalo kita itu sebenernya gak perlu beli sesuatu yang gak pernah kita denger, apalagi ketika kita beli cuma karena barangnya dipromosiin sama influencer. 

Dia banyak ngasih contoh beberapa tipe barang yang sebenernya gak perlu kita beli. Misalnya beauty care product kayak ice skin roller dan juga big headband. Terus juga laundry product kayak scent boosters dan fabric softener. Bahkan dia juga ngajak kita buat gak beli perlengkapan olahraga yang baru, instead kita bisa beli barang bekas aja. Intinya, dia nekenin kalo kita semestinya harus lebih bisa memilih apa yang kita beli dan mastiin kalo yang kita beli itu bener-bener kita perluin, bukan karena muncul di TikTok aja!

Ada juga TikToker valeriafride yang nge-deinfluencing kita dari berbagai macam produk beauty care. Ia udah ngebeli banyak banget produk mulai dari shampoo, eyeliner, sampe glow blush. Dari situ, dia ngajak kita buat jangan beli beberapa produk yang ia sebut karena menurutnya gak worth, too expensive, dan kualitasnya kurang bagus.

Menurut artikel dari Beauty Journal, deinfluencing ini dilakuin bukan semata-mata karena para influencer gak suka sama suatu produk karena gak cocok doang. Lebih jauh dari itu, deinfluencing ini concern sama produk dan sustainability terhadap lingkungan. Terus,  deinfluencing juga secara gak langsung muncul karena iklim ekonomi yang semakin bikin khawatir. Misalnya kayak kenaikan harga yang gak masuk akal sampe banyaknya kasus PHK.

So, apa dampak deinfulencing ini buat kita?

Tentu kita harus bisa mengambil sesuatu dari fenomena ini. Deinfulencing harusnya bisa bawa banyak dampak positif terhadap kita, terutama dalam hal belanja. Sebisa mungkin kita harus pikirin lagi tiap mau membeli suatu barang kayak “Apa iya kita perlu barang ini?” “Barang yang kita mau beli worth it gak sih?” “Kita beli ini emang karena pengen dan butuh, atau cuma ikut-ikutan influencer doang?”

Nah, dengan memikirkan kembali apa yang pengen kita beli, kita jadi bisa lebih bijak dalam spending money dan bisa ngurangin konsumerisme. Gak ada lagi rasa nyesel karena beli barang yang sebenernya kita gak butuh dan juga barang yang gak worth it. Kita juga jadi bisa mempertimbangkan segala aspek lainnya pas lagi belanja, mulai dari aspek lingkungan, kesejahteraan sosial, sampe ekonomi.


Untuk menemukan konten menarik lainnya seputar isu anak muda, yuk kunjungi profil Instagram Ziliun! dan jangan lupa di-follow juga!

Bagikan ini:

  • Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)

Menyukai ini:

Suka Memuat...
Tags: #Deinfluencing#issuepedia
Previous Post

Roger Waters yang Kontroversial: Antara Musik & Sikap Politik

Next Post

Tan Malaka: Merombak Logika Mistika Masyarakat Indonesia

Next Post
Tan Malaka

Tan Malaka: Merombak Logika Mistika Masyarakat Indonesia

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Yang Terbaru

  • Fenomena Media Alternatif: Efektif Tapi Bisa Bawa Dampak Negatif
  • Fenomena Konser Ramah Lingkungan, Gimana Praktiknya?
  • Mengenal Apa itu Chronically Online
  • Apakah Demokrasi Adalah Sistem Pemerintahan Terbaik?
  • Mengenal Filsafat Stoikisme
Ziliun

Media yang menemani perjalanan anak muda untuk menghadapi kehidupan dan memasuki dunia kerja, serta mendorong dan memotivasi anak muda untuk menjadi versi terbaik diri mereka.

  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Tentang Kami
  • Kerja Sama

Ruang & Tempo Coworking Space

Gedung TEMPO, Jl. Palmerah Barat No. 8, Jakarta Selatan 12210

Bikin kontenmu sekarang!

© 2025 Ziliun All rights reserved.

Ziliun

  • Issuepedia
  • Workipedia
  • Inner Space

© 2025 Ziliun All rights reserved.

%d