Tidak perlu takut untuk menjadi berbeda. Hal inilah yang ditunjukkan oleh Leonika Sari. Di saat para startup founder mendirikan usaha dan mengembangkan aplikasi yang hanya menguntungkan secara finansial, ia memilih untuk mengembangkan Reblood, platform yang bertujuan untuk memberikan informasi bagi para millennial akan pentingnya kegiatan donor darah.
Hal inilah yang membuatnya dinominasikan oleh partner resmi dari Google for Entrepreneur Indonesia, yaitu salah satunya KIBAR, untuk menjadi wakil Indonesia satu-satunya yang menerima beasiswa Google for Entrepreneurs di Blackbox Connect. Hasilnya, ia pun terpilih untuk mewakili Indonesia pada acara yang diadakan selama dua minggu pada tanggal 21 Mei hingga 1 Juni 2018 kemarin di Silicon Valley, San Francisco. Selain Leonika, masih ada wanita wirausaha lainnya yang terpilih dari 13 negara berbeda, yaitu, Australia, Brasil, Kanada, Jerman, Indonesia, Irlandia, Kenya, Belanda, Portugal, Singapura, Spanyol, dan Amerika Serikat.
Lalu bagaimana pengalaman Leonika selama mengikuti acara Blackbox Connect kemarin? Yuk, simak pengalaman founder Reblood ini selama berada di Silicon Valley.
Apa yang Menarik dari Blackbox Connect?
Blackbox Connect yang telah digelar sebanyak 22 kali sejak tahun 2010, telah diikuti oleh lebih dari 400 pendiri perusahaan dari berbagai negara. Program ini diinisiasi oleh Fadi Bishara, seorang imigran dari Suriah yang telah berkarir selama lebih dari 20 tahun di Silicon Valley. Di sana ia bekerja sebagai pencari bakat dan ahli rekrutmen yang membantu berbagai startup di Silicon Valley yang telah memasuki tahap high growth.
Melalui Blackbox Connect, Fadi dan tim ingin lebih banyak lagi para pemilik startup di seluruh dunia dapat belajar dan meraih berbagai kesempatan yang ada dengan mengenalkan ekosistem bisnis yang ada di Silicon Valley.
Blackbox Connect ke-22 yang diikuti oleh Leonika diadakan selama dua minggu dan bertempat di Fact0ry, sebuah creative hub yang terletak di kota San Francisco. Fact0ry merupakan rumah dengan tiga lantai dan satu basement yang memiliki fungsi berbeda di setiap ruangnya. Selama 2 minggu tersebut, hari-hari para “Blackboxers” (sebutan untuk peserta acara ini) diisi oleh berbagai kegiatan yang pastinya menginspirasi, dan menambah pengetahuan serta wawasan mereka.
Bagaimana Pengalaman Leonika di Blackbox Connect 22?
Hari pertamanya di acara ini diisi dengan perkenalan dengan tim Blackbox, tim Fact0ry, dan para peserta terpilih. Pada sesi perkenalan dengan para Blackboxers, Leonika sama sekali tidak membayangkan akan bertemu dan tinggal seatap dengan 14 entrepreneur wanita lainnya dari 13 negara yang merupakan para rising star entrepreneur di negaranya. Dapat bertemu dan berkenalan dengan mereka merupakan kebanggaan tersendiri baginya.
Setelah sesi perkenalan, acara Blackbox Connect pun dilanjutkan dengan serangkaian diskusi dan workshop dari berbagai pembicara yang luar biasa seperti Gené Teare (Head of Content, Crunchbase), Bill Joos (Principal, Go To Market Consulting), Kristin Schaefer (SVP of Finance & Strategy, Postmates), Pamela Newenham (Founder, GirlCrew), Mårten Mickos (CEO, HackerOne), Shernaz Daver (Executive Advisor, Google Ventures), Alex Tauber (Head of Entrepreneurial Commitment Group, Stanford University), Holly Liu (Co-founder, Kabam & Visiting Partner, YC), dan Ryan Panchadsaram (Kleiner, Perkins, Caufield and Byers).
Ada beberapa hal yang disampaikan oleh para pembicara yang menjadi catatan penting bagi Leonika sebagai bekal untuk mengembangkan Reblood ke arah yang lebih baik. Seperti misalnya, penting untuk mengutamakan keberagaman dalam tim, mempekerjakan orang yang tepat, dengan visi, misi, dan nilai yang sama, tidak terpaku pada modal yang minim dan tim yang kecil, serta selalu mengutamakan customer experience.
Acara ini, menurut Leonika sangat menyegarkan bagi para Blackboxers karena mereka dapat keluar dari rutinitas sehari-hari dalam mengelola perusahaan, saling belajar satu sama lain, mendapatkan materi pembelajaran baru, dan juga inspirasi dari berbagai pembicara yang merupakan orang-orang terkemuka di ekosistem Silicon Valley.
Dari pengalamannya berada di Silicon Valley, Leonika pun menyadari suatu hal. “Kalau kamu pergi ke Silicon Valley hanya untuk jalan-jalan dan berfoto dengan Golden Gates, atau sekadar selfie dengan patung Android terbaru di markas Google, maka kamu tidak benar-benar ‘berada’ di Silicon Valley!” katanya. Menurutnya, berada di Silicon Valley merupakan kesempatan baik untuk menjalin network dan belajar dari berbagai kultur dan orang-orang yang telah memiliki pengalaman di bidangnya.