Dampak Buruk Multitasking: Mitos Produktivitas yang Harus Dihindari – Multitasking di abad 21 kayaknya udah jadi skill-set yang sering orang pake buat memenuhi banyaknya tuntutan kerjaan. Dengan ngelakuin multitasking, kita seolah punya perasaan bisa lebih produktif lantaran bisa nyelesain banyak kerjaan dalam waktu yang bersamaan.
Hayooo… Kita sering kan nugas sambil mantengin notif WhatsApp? Nyusun skripsi sambil sesekali nge-check feed instagram? Nyetir sambil telponan? Makan sambil nonton YouTube? MinZi yakin sih hal-hal tersebut udah jadi hal yang normal buat orang-orang lakuin.
Tapi, kalian percaya gak sih kalo faktanya, otak kita tuh sebenernya gak diprogram buat bisa multitasking? Terus, sebenernya ada gak sih dampak buruk multitasking? Dan apa bener dengan ngelakuin ini, kerjaan kita justru bisa jadi lebih cepet selesai?
Baca juga di sini: Toxic Productivity : Saat Produktif Jadi Destruktif
Sebelum Kenalan sama Dampak Buruk Multitasking, Multitasking Itu Apa, sih?
Secara harfiah, multitask adalah usaha buat menyelesaikan dua tugas atau lebih pada waktu yang bersamaan. Namun menurut Dr. Sahar Yousef, seorang cognitive neuroscientist, multitasking gak bekerja seperti demikian. Ia menerangkan lebih lanjut bahwa:
“Multitasking adalah mitos. Apa yang sebenarnya manusia lakuin adalah berpindah tugas secara cepat (bukan multitasking). Setiap manusia ngelakuin perpindahan tugas tersebut, manusia harus membayar ‘biaya’ berupa energi atau waktu yang mereka miliki.”
Lho, cuma mitos doang ternyata? Betul, GenZi. Faktanya, dampak buruk multitasking itu lumayan banyak. Yuk, kita simak beberapa di antaranya!
Baca juga di sini: Life Hack: Cara Memaksimalkan Produktivitas
Apa Aja Dampak Buruk Multitasking?
1. Multitasking membebani otak lebih besar
Sebenernya, otak manusia sama sekali gak diprogram buat bisa ngelakuin multitasking. Otak kita berkembang dan berevolusi buat jadi mono-tasker yang cuma bisa buat berpikir dan ngerjain satu hal dalam satu waktu. Menurut penelitian, saat kita ngelakuin pindah tugas atau switching tadi, kita sebenarnya lagi bikin otak kita bekerja lebih keras dan terbebani dengan lebih berat.
Menurut Daniel Levitin, seorang Profesor di bidang behavioral neuroscience dari University of Berkeley, berpindah tugas secara cepat mengharuskan kita buat ngebayar biological cost yang bikin kita lebih lelah. Penelitian di bidang serupa juga nyebutin kalo dampak buruk multitasking lainnya itu bakalan lebih mudah bikin seseorang mengalami stres, lho.
Baca juga di sini: Mau Lebih Produktif? Mesti Santai Kayak di Pantai
2. Ingin kerja lebih cepat, tapi malah kebalikannya
Sering kali, kita ngerasa harus multitasking supaya bisa nyelesain tugas dengan lebih cepet. Namun, yang sebenarnya terjadi justu gak demikian.
Faktanya setiap kita multitasking, kita ngebebanin otak sama pekerjaan yang lebih berat buat mengalihkan perhatian dari satu tugas ke tugas lain. Saat mengalihkan perhatian tersebut, otak kita akan mendapatkan “attention residu” di mana saat switching, kita belum sepenuhnya mengalihkan fokus dan masih mikirin pekerjaan sebelumnya.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dr. David Meyer, dkk di tahun 2006 nyebutin kalo pada awalnya multitasking hanya akan makan waktu sedikit lebih lambat ketimbang monotasking, sekitar beberapa milisekon sampai satu detik per-switching. Namun apabila dijumlahkan, multitasking bakal makan cukup banyak waktu sampe 40% waktu produktif yang manusia bisa gunain.
Dengan ngelakuin multitasking juga, manusia harus ngebayar switch cost berupa ketepatan dan kecepatan dalam ngerjain tugas.
Lantaran multitasking bekerja dengan ngebagi fokus secara cepat, sering ditemuin banyak kesalahan dan error dalam tugas yang akan berakibat melambatnya waktu pengerjaan secara keseluruhan. Hal ini didukung dengan sebuah penelitian yang bilang kalo switch cost setiap berpindah tugas tadi adalah hal yang gak bisa dihindari. Ngeri juga, ya?
Baca juga di sini: Tips Kuliah sambil Kerja supaya Keduanya Tetep Lancar!
Hindari Dampak Buruk Multitasking dengan Prinsip Satu Tugas, Satu Wkatu
Monotasking is a key. Daripada multitasking, otak kita bakal lebih cocok buat ngelakuin satu tugas pada satu waktu, lalu pindah ke tugas lain saat tugasnya udah selesai. Kita bisa tuh nge-set batas waktu buat ngerjain satu tugas sampai selesai, kemudian pindah ke tugas lain saat batas waktunya udah beres.
Multitasking sendiri biasanya dilakuin buat mengakali tuntutan pekerjaan yang datang bersamaan. Namun, banyak penelitian bilang kalo sebenarnya multitasking bukan solusi yang tepat buat dipakai di dunia kerja. Makanya, memahami dampak buruk multitasking buat produktivitas dan kesehatan diri adalah hal yang penting. Sama pentingnya dengan berlatih menerapkan monotasking.
Dengan memahami dampak buruknya, kita bisa lebih aware dalam mengalokasikan waktu sehari-hari. Monotasking pun bisa menjadi jawaban yang lebih sehat dan masuk akal ketimbang men-tackle banyak tugas dalam waktu yang bersamaan.
Buat kalian yang masih kepo sama konten-konten produktivitas, karir, finanasial sampe pengembangan diri, bisa nih main-main dan follow Instagramnya Ziliun, hehe. Sampai jumpa!
*Tulisan ini merupakan hasil karya peserta Workipedia Academy Batch 2