Ada pepatah yang bilang, “Life isn’t fair, so deal with it”. Terjemahan harfiahnya, ya, hidup itu tidak adil, jadi terima saja kalau sedang mengalami ketidakadilan itu. Terjemahan versi suka-suka saya: hidup itu pada dasarnya untung-untungan. Kalau tidak direstui semesta, mau kerja keras kayak apapun, ya ngga bakal berhasil, jadi pasrah aja.
Cuma, saya sendiri ngga percaya sama pepatah itu. Saya justru percaya kebalikannya. Hidup itu adil. Oh ya. Hidup itu SANGAT adil.
Beberapa bulan yang lalu saya membaca artikel ini, yang menyatakan bahwa hidup itu adil. Kalau kamu merasa hidup itu tidak adil, berarti kamu yang ngga ngerti cara main nya. Setuju atau tidak?
Berikut saya coba kemukakan argumen saya.
Saya kenal beberapa orang, yang saya kenal cukup baik. Mereka bukan orang bodoh. Mereka juga tidak anti sosial atau gagap pergaulan (socially awkward). Mereka adalah orang-orang dengan hard skill yang saya rasa cukup jadi modal untuk dijadikan mata pencaharian mereka. Kalau mereka kerja keras, harusnya tidak ada alasan untuk mereka gagal.
Suatu waktu mereka dihadapkan dengan tantangan. Mereka diminta melakukan sesuatu di luar zona nyaman mereka. Ketika itu terjadi dan mereka menghadapi tekanan yang belum pernah dialami sebelumnya, orang-orang ini memilih untuk mundur. Mereka memilih untuk tidak menjalankan tantangan yang seharusnya kalau mereka berhasil melewatinya, mereka akan jadi orang yang lebih sukses.
Mereka malah memilih untuk melihat pengalaman tersebut sebagai satu pengalaman pahit dalam hidup mereka, dan merasa ini sebagai titik yang memaksa mereka untuk melangkah mundur alih-alih melihat ini sebagai ujian untuk mereka bisa naik kelas.
Baca juga: Ekspektasi Bukan Sumber Sakit Hati
Pada saat itu, mereka merasa bahwa hidup tidak adil karena mereka terkena cobaan. Mereka merasa ada waktu yang terbuang sia-sia karena mereka harus berusaha menjalankan tantangan yang akhirnya tidak berbuah apapun.
Sayangnya, di dunia ini kebanyakan orang akan memilih jalur yang sama. Ketika menghadapi tekanan, mereka memilih untuk mundur. Lalu kemudian merasa hidup tidak adil karena mereka tidak diberikan jalan untuk sukses seperti orang lain yang mereka lihat lebih dari mereka. Padahal mereka bukan tidak pernah diberikan pilihan. Hanya saja mereka tidak paham bahwa sukses itu jalannya terjal, sulit, dan penuh aral.
Ada orang tipe kedua yang ketika mereka diberikan tantangan, mereka ulet dan tidak patah semangat menjalankannya sampai tuntas. Mereka tidak lebih pintar, atau punya modal lebih banyak. Mereka cuma punya kemauan dan semangat yang lebih besar saja.
Untuk tipe yang satu ini, saya juga punya cerita.
Beberapa waktu lalu saya berkenalan dengan Putri Tanjung. Iya Putri Tanjung yang itu. Yang semua orang tahu siapa orangtuanya. Usianya belum 20 tahun, tapi dia sudah mengalami dan melakukan banyak hal yang mungkin orang dengan usia dua kali lipat dari dia belum pernah melakukan.
Saya kebayang pasti tidak enak jadi Putri. Oh ya, saya tidak memungkiri dia punya banyak keuntungan dan privilege yang tidak dimiliki orang lain. Tapi kalau dipikir-pikir, pasti berat tanggung jawab yang ia pikul. Kenapa? Karena orang punya banyak ekspektasi. Putri juga pasti tidak punya banyak kebebasan untuk memilih ini dan itu, karena hidupnya sudah sedikit banyak “dipilihkan” untuk dia. Kalau dia bagus dan memilih jalan sesuai ekspektasi, orang-orang akan bilang, ya wajar lah, kan anaknya si anu. Kalau dia “memberontak” dan memilih jalur yang di luar ekspektasi, orang-orang tetap akan bilang, ih kok anaknya si anu begitu sih.
Nah.
Di luar berbagai ekspektasi itu, Putri juga sempat bercerita bahwa masa sekolahnya tidak terlalu menyenangkan. Banyak teman sekolahnya yang memusuhi dia karena iri, atau justru mendekati karena ingin nebeng status atau ingin mendapatkan sesuatu. Pusing ngga tuh?
Bedanya dengan orang pada umumnya, Putri justru melihat ini semua sebagai tantangan yang perlu ia kalahkan. Di usianya yang masih sangat muda, Putri merasa bahwa dia perlu membuktikan kepada semua orang kalau dia bisa lebih baik dari ekspektasi semua orang. Kalau dia bukan cuma sekadar anak bapaknya. Kalau dia bisa bikin sesuatu atas hasil kerja kerasnya sendiri.
Di usia 15 tahun, Putri memulai bisnis event organizer kecil-kecilan. Tanpa modal. Kliennya adalah teman sekolahnya sendiri. Ketika itu temannya berulang tahun, dan Putri menawarkan diri ke orangtua temannya tersebut untuk membuatkan pesta ulang tahun. Hasilnya tidak sukses, tapi pengalaman itu tidak bikin Putri berkecil hati. Dia malah jadi ketagihan, dan singkat cerita, Putri bersama beberapa kawannya kemudian membangun Creativepreneur Event Creator, sebuah perusahaan yang sudah berhasil menelurkan beberapa event besar seperti Creativepreneur Corner, dan Creativepreneur Berjuang. Di berbagai event yang ia jalankan, Putri bahkan menolak untuk mendapatkan bantuan dari orangtuanya, baik modal uang maupun koneksi. Semua sponsor yang mendanai event yang ia buat, didapat dari perusahaan di luar kerajaan bisnis orangtuanya. Walaupun dengan memilih melakukan hal itu, ia mendapatkan banyak penolakan, cacian, dan cibiran. Ia sempat ditolak lebih dari 30 perusahaan ketika menjalankan event besarnya yang pertama. Ia mendengar kalimat-kalimat pesimis dari banyak orang yang merasa bahwa ia tidak mungkin bisa membuat event sebesar itu, apalagi di usianya yang semuda itu.
Baca juga: Q&A: Putri Tanjung, Memadukan Entertainment dan Inspirasi Dalam Bisnis Event
Putri juga bercerita di satu waktu ia sempat mengalami masalah dalam menjalankan bisnisnya. Ketika itu ia butuh modal untuk bayar DP vendor salah satu event yang akan dilakukan. Sayangnya saat itu ia tidak punya uang untuk bayar vendor, karena pengiriman uang dari sponsor belum dilakukan. Dengan berat hati ia pun meminta tolong kepada bapaknya untuk pinjam uang, dengan syarat akan dikembalikan bulan berikutnya jika uang sponsor sudah turun. Bapaknya ketika itu menolak permintaannya mentah-mentah, yang kemudian memaksa Putri untuk berusaha sendiri. Putri sempat frustrasi karena mendapat tekanan dari berbagai sisi untuk mendapatkan uang dengan cepat. Tapi ketika akhirnya ia berhasil mendapatkan sponsor untuk mengirimkan uang, dan eventnya sukses, ia sadar bahwa ia bisa melakukan hal yang sebelumnya ia rasa hampir tidak mungkin. Ia sudah naik kelas dalam ujian yang bikin dia jadi lebih baik dari sebelumnya.
Putri memilih untuk melakukan hal yang tidak dipilih oleh banyak orang. Ketika anak lain yang punya privilege sama dengan dia memilih untuk menghambur-hamburkan uang orangtua, Putri memilih untuk berkarya.
Putri bisa saja memilih untuk percaya bahwa hidup itu tidak adil dan kemudian meratapi nasib ketika teman-temannya bersikap tidak bersahabat. Tetapi dia memilih jalan yang lebih sulit. Alhasil, sekarang dia sudah bisa memetik buah perjuangannya selama ini.
Baca juga: Raising The Standards
Hidup itu adil untuk orang yang paham bagaimana bertindak strategis dengan modal yang mereka punya, sesedikit atau sebesar apapun modal tersebut. Tekanan bisa bikin orang sukses, atau bikin orang gagal, tergantung bagaimana sikap kita menghadapi tekanan tersebut. Tinggal pilih, mau ambil jalan yang mana?