Pasti pernah dong kita langsung tertarik dengan seseorang padahal kita belum pernah bertemu dengan orang itu sebelumnya? Entah itu karena karakter dia di depan kita yang ramah, gaya bicara dia yang asik, atau sifatnya yang dermawan. Sebaliknya, kita juga sering benci
seseorang di depan kita yang baru pertama kali kita temui. Mungkin karena perilakunya yang tidak sopan, pakaiannya acak-acakan, atau sifatnya yang tidak kita sukai. Seperti kata orang zaman dahulu ‘dari mata turun ke hati’. Apa yang kita lihat pertama kali dari seseorang terkadang memberikan dampak dari sesuatu yang akan kita cap kepada orang tersebut, apakah kita akan menyukainya atau membencinya. Kecenderungan suka atau tidak suka mengenai seseorang yang baru kita, termasuk hal-hal yang tidak kita ketahui tentang orang tersebut, dikenal dengan Halo Effect atau Efek Halo.
Efek Halo diciptakan di dalam alam bawah sadar kita secara tidak langsung. Semua yang kita rasakan akan berjalan dengan otomatis dalam waktu sepersekian detik pada saat itu juga. Dalam satu kasus klasik psikologi, Solomon Asch memberikan dua deskripsi orang dan meminta komentar mengenai kepribadian mereka. Apa yang kamu pikirkan tentang kedua orang ini?
Alan : cerdas – rajin – impulsif – kritis – keras kepala – suka iri
Ben : suka iri – keras kepala – kritis – impulsif – rajin – cerdas
Kita semua sepakat bahwasanya Alan memiliki sifat yang lebih baik daripada Ben. Sifat keras kepala yang dimiliki Alan akan kita maklumi karena Ia merupakan orang yang cerdas dan mungkin memiliki ambisi untuk selalu ingin dianggap benar. Namun sebaliknya dengan Ben, kita cenderung menganggap Ben adalah orang yang keras kepala alih-alih orang yang cerdas.
Padahal semua sifat yang tertera di situ sama persis, hanya diganti urutannya saja. Ini adalah salah satu Efek Halo juga. Efek Halo meningkatkan bobot kesan pertama, bahkan sampai informasi setelahnya akan kita abaikan. Hal yang sama juga terjadi ketika kita bertemu dengan seseorang yang baru. Meskipun kita tidak tahu bahwa sebenarnya orang tersebut memiliki sifat buruk, tetapi karena sifatnya di depan kita saat pertama kali bertemu baik, maka kita akan menganggap dia adalah orang yang baik.
Ada istilah yang digunakan oleh Daniel Kahneman dalam bukunya Thinking Fast and Slow sebagai WYSIATI (what you see is all there is) yang memiliki arti ‘apa yang kamu lihat, itulah yang ada’. Efek Halo berhubungan erat dengan WYSIATI ini. Misalnya ketika kita akan bertemu orang baru, apa yang orang lain lihat terhadap diri kita, itulah yang ada dalam pikiran orang tersebut. Kita tidak mungkin menjelaskan panjang lebar kepada orang yang baru bertemu dengan kita bagaimana sifat asli kita, apa kegiatan keseharian kita, atau siapa orang tua kita.
Oleh karena itu, sangat penting untuk menumbuhkan kesukaan pada orang yang akan kita temui saat pertama kali bertemu dengannya. Tidak perlu menjadi orang lain, cukup menjadi diri kita apa adanya tetapi hanya tunjukkan sisi baik dari apa yang kita punya saja.
Terkadang kita salah kaprah ketika ada seseorang yang menunjukkan sifat baiknya di depan orang yang baru Ia temui. Ada istilah ‘bermuka dua’ yang ditujukan untuk teman kita yang tidak menunjukkan sifat (buruk) aslinya di depan orang baru. Ini sama sekali tidak benar. Justru karena ini adalah pertemuan pertama, penting sekali untuk membuat orang lain merasakan kenyamanan saat berhubungan dengan kita.
Jangan sampai karena Efek Halo yang tidak baik yang kita berikan kepada orang, kita dibenci oleh orang tersebut. Mari mulai memberikan Efek Halo yang baik kepada siapapun yang baru kita kenal. Semoga dengan begitu, orang lain akan semakin senang ketika berhubungan dengan kita.