Baru-baru ini, China membuat kita terbingung dan terheran-heran melihat negara tirai bambu tersebut ingin membuat jalan tol terbesar di dunia. Belt Road Initiative (disingkat BRI) yang dibangun ini bertujuan untuk menghubungkan seluruh negara di Asia, Eropa Timur, dan Afrika. Sekarang, mereka ingin membuat “Silicon Valley” di negara Tirai Bambu!
Alasan mereka ingin membuat Silicon Valley mereka sendiri adalah karena ini merupakan jawaban mereka untuk tantangan modernisasi global. Presiden China XI Jin Ping siap untuk mengeluarkan biaya besar-besaran untuk mengubah Great Bay Area, Sebutan umum untuk China Selatan, menjadi pusat teknologi untuk seluruh Asia.
Namun, keputusan China untuk membuat “Silicon Valley” baru ini bisa mengganggu dasar ekonomi China, karena kawasan ini akan dibangun di salah satu pusat manufaktur terbesar di sana. Perusahaan manufaktur tradisional akan terancam tergusur dan jutaan tenaga kerja akan kehilangan pekerjaan mereka. Yang nantinya bakal digantikan oleh perusahaan-perusahaan teknologi.
Tapi, ada beberapa hal yang mendorong China mengganti perusahaan manufaktur menjadi pusat teknologi. China Selatan juga mempunyai pendapatan GDP yang besar di Asia. Dengan pendapatan sebesar USD 1.64 trilliun mereka menyerupai GDP dari negara Korea Selatan. Meskipun begitu, akibat meningkatnya kebijakan perlindungan produk di negara-negara lain, China jadi semakin sulit bergantung pada posisi manufaktur. Hal tersebut menjadi salah satu dasar China untuk mengganti sektor manufaktur mereka menjadi sektor teknologi dan inovasi.
Ditambah lagi, dengan pembangunan gedung baru, harga properti di China selatan akan naik. Banyak pengusaha berlomba-lomba untuk mengambil tanah di China selatan agar bisa memanfaatkan kenaikan harga tanah di masa depan. Pembangunan China selatan diharapkan bisa membuat investor dan perusahaan asing bisa masuk ke China.
Namun China mempunyai pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Karena maraknya praktik plagiarisme di China dan tertutupnya media sosial China, maka perkembangan riset dan informasi di China sangat terbatas sehingga perusahaan enggan untuk menapak kaki di China. Kebijakan China harus bisa diubah agar bisa mengakomodasi perusahaan asing yang ingin masuk ke China.
Sumber: Nikkei Asian Review