#Ziliun30 adalah rangkaian 30 profil tech entrepreneur yang berusia di bawah 30 tahun, yang berpikir dan bermimpi besar, melihat masalah sebagai peluang, menjunjung tinggi kolaborasi, memahami kegagalan sebagai bagian dari proses, serta membuat terobosan strategi marketing dalam bisnis. #Ziliun30 merupakan kerjasama Ziliun.com dengan the-marketeers.com selama September 2014.
Dengan sebuah konsep bisnis yang menjual produk berkualitas, nyaman dipakai, dan versatile untuk penggunanya, Ria Sarwono dan Carline Darjanto membangun bisnis pertemanan ini dengan Cotton Ink. Produk yang dijual adalah seputaran clothes, dress, pants, accecories yang pastinya khusus untuk wanita dengan harga yang terjangkau.
Momen yang sangat berarti bagi Cotton Ink adalah ketika memproduksi kaus sablon dengan gambar Barack Obama pada tahun 2008, masa dimana Obama pada saat itu sedang naik daun. Berawal dari kaus sablon bergambar Obama tersebut, Cotton Ink menambah jumlah koleksi busana wanita dengan konsep ready to wear yaitu legging, shawl, dan aksesoris. Produk inilah yang melambungkan nama Cotton Ink. Terutama pada item shawl yang memiliki daya ikat pada kreatifitas pembeli. Produk shawl tersebut dinamakan Tubular Shawl dengan bahan kaus tanpa jahitan yang kemudian dapat di kreasikan oleh pengguna secara bebas.
Baca juga: Pentingnya After-Sales Service Buat Bisnis
Produknya yang inovatif, baik dari desain yang multifungsi maupun dari material membuat Cotton Ink memiliki perbedaan dari produk yang lainnya. Menurut Carline, pelanggan lebih menyukai desain baju yang simple dengan detail pada kainnya. Sejauh ini bahan yang digunakan oleh Cotton Ink adalah katun produksi dalam negeri. Untuk aksesoris dan tas memakai material kulit imitasi.
Untuk harganya, Cotton Ink masih mematok harga yang terjangkau dan masuk akal yaitu sekitar Rp 69.000 untuk shawl dan Rp 349.000 untuk produk jaket dan outwear. Pemasaran dilakukan secara offline dan online. Secara offline, Cotton Ink bekerja sama dengan di The Goods Dept, Pacific Place untuk area Jakarta, lalu di Bandung bisa dijumpai di butik ESTplus, Widely Project dan Happy-go-lucky. Sementara di Surabaya, bisa dilihat di butik ORE. Saat ini Carline dan Ria mulai melayani pembeli dari luar negeri seperti beberapa pelanggannya di Singapura, Malaysia, Australia dan Eropa. Secara online, pemasaran dilakukan melalui Facebook, Twitter, Instagram, Tumblr, Pinterest dan website cottonink-shop.com.
Baca juga: Stanford University sebagai Jantung Silicon Valley
Bagi Carline, sebuah produk harus memiliki ciri khas untuk dijual karena untuk membedakan antara bisnis yang satu dengan bisnis yang lainnya. Inilah yang membuat konsumen tertarik untuk membeli. Cotton Ink memiliki desain ciri khas kami sendiri. Kami selalu menunjukkan jati diri kami tanpa perlu melebih-lebihkan. Less is more. Walaupun bisnisnya kini telah merambah sangat luas, tak jarang Carline mendapatkan kendala, salah satun kendala tersebut datang dari dirinya sendiri.
Ria Sarwono dan Carline merasa mereka sering khawatir bahwa orang selalu menginginkan sesuatu yang baru. “Kami dituntut untuk selalu memiliki ide yang baru. Namun ternyata, kekhawatiran kami ini tidak terbukti. Konsumen cukup positif menerima semua produk kami. Kami hanya perlu fokus dalam pemasaran produk tanpa harus selalu memberikan desain baju yang baru setiap saat,” ungkap Carline.
Baca juga: Kunci Membangun Komunitas dari Founder Fotografer.net
Kini, dalam usianya yang masih muda, Cotton Ink sudah memperoleh berbagai pengakuan. Tahun 2010, mereka meraih Most Favorite Brand di Brightspot Market; The Most Innovative Brand dalam Cleo Fashion Award (Jakarta Fashion Week); Best Local Brand dari Free Magazine, serta terpilih sebagai merek lokal favorit In Style Magazine tahun 2012. “Industri fashion penuh tantangan. Kami harus bisa kreatif dalam segala hal, bukan hanya pada desain. Di sini kami belajar bahwa kami harus selalu fokus pada solusi masalah, bukan pada problemnya,” Carline menuturkan pengalamannya.
Image header credit: picjumbo.com