Budaya Patriarki Adalah Hal yang Bisa Kita Lawan! – Budaya patriarki jadi isu sosial yang cukup ramai di media sosial. Banyaknya kejadian-kejadian besar maupun dalam kehidupan sehari-hari yang menyangkut tentang budaya patriarki ini membuatnya menarik banget kita bahas.
Praktik patriarki udah ada sejak milenium kedua sebelum masehi di Babel. Menurut Gerda Lerner dalam buku The Creation of Patriarchy (1986), saat itu ada pembagian kerja di mana seksualitas perempuan sepenuhnya menjadi kendali laki-laki. Nah, perilaku itu merupakan contoh budaya patriarki yang kita kenal sekarang.
Di Indonesia sendiri, budaya ini udah ada sejak zaman pra-kolonial. Waktu itu masyarakat Indonesia masih berlaku sistem kekerabatan yang bersifat patrilineal atau garis keturunan laki-laki. Budaya ini kemudian semakin berkembang pas para penjajah dari Eropa membawa sistem patriarki yang lebih “pakem” di mana perempuan dianggap gak berhak ambil bagian di dunia politik.
Definisi budaya dan contohnya
Eits, sebelum ngebahas lebih jauh tentang budaya patriarki, ada baiknya kita ngebahas tentang definisinya dulu. Sederhananya, budaya patriarki adalah sistem sosial yang nempatin laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, sampe hak sosial.
Budaya patriarki ini ngebuat laki-laki jadi superior dan punya hak-hak istimewa dibandingin sama perempuan. Contohnya dalam rumah tangga, seorang istri biasanya harus menuruti kemauan suami tanpa adanya ruang berdiskusi. Hal ini juga bisa nyebabin KDRT yang lebih parah.
Kemudian di lingkungan kerja, bagaimana perempuan terus-terusan dapat diskriminasi. Mulai dari upah yang lebih rendah daripada laki-laki, sampe jabatan-jabatan tinggi tertentu yang hanya bisa laki-laki tempatin. Budaya patriarki ini emang gak adil dan gak sehat banget, makannya harus kita lawan bareng-bareng!
Penyebab budaya patriarki bisa langgeng sampe sekarang
Ada tiga hal utama yang menyebabkan budaya patriarki ini bisa terus eksis sampe sekarang. Yang pertama adalah peran orang tua yang cenderung “mewariskan” budaya ini secara turun temurun. Contohnya, laki-laki dari kecil udah harus dituntut buat jadi “macho” dan juga dibelikan mainan mobil-mobilan bahkan ikut acara sepakbola. Sedangkan anak perempuan cuma sekadar diberi permainan boneka dan masak-masakan.
Yang kedua konstruksi sosial yang nganggap kalo laki-laki itu harus kuat dan harus lebih baik daripada perempuan, contohnya kayak ucapan-ucapan “laki-laki itu gak boleh cengeng, kayak perempuan aja suka nangis!”. Secara gak langsung, ucapan kayak gini tuh bermakna kalo perempuan itu lemah.
Yang terakhir, ada peran media yang most likely sering ngejadiin laki-laki sebagai karakter atau peran hero dan leader ketimbang perempuan yang seringkali cuma jadi pemeran pembantu aja. Padahal, kan, peran hero dan leader perempuan gak kalah kerennya!
Nah, ketiga hal di atas ini punya poin yang sama, yaitu selalu mengkonstruksi laki-laki bakal selalu “lebih” daripada perempuan. Dan hal itu terjadi udah sejak lama dan terus bertahan sampe sekarang.
Kenapa budaya patriarki merugikan perempuan (dan bahkan laki-laki)?
Tentunya dengan adanya sistem yang nganggap kalo perempuan itu selalu lebih “rendah” daripada laki-laki bakal membuat perempuan jadi rugi! Perempuan bakal rentang banget buat dapetin perlakuan gak mengenakan kayak diskriminasi bahkan sampe kekerasan atas nama superioritas gender.
Dan justru, budaya patriarki ini juga merugikan laki-laki! Tuntutan sosial kayak laki-laki harus kuat dan harus lebih sukses membuat mereka stres buat ngejar itu semua! Gak jarang laki-laki justru jadi minder kalo mereka lagi ngerasa sedih dan gak berani nunjukin kesedihannya sampe gak bisa cerita.
Dampak budaya patriarki secara umum
Budaya ini bisa berdampak pada banyak aspek kehidupan secara umum. Misalnya perempuan jadi tertindas di kehidupan sosial karena seringkali dapat perlakuan buruk di dunia pendidikan dan dunia kerja. Kemudian terbentuknya stereotip kalo segala keputusan harus laki-laki ambil, yang ngebuat perempuan jadi kena diskriminasi bahkan kekerasan secara terus menerus.
Hal yang jarang tersuarakan juga kalo budaya patriarki ini punya dampak buruk yang besar terhadap kesehatan mental. Banyak perempuan yang hidup penuh dengan kecemasan, ketakutan, bahkan depresi akibat sistem yang semena-mena ini.
Apa yang bisa kita lakuin buat memutus mata rantai budaya ini?
Perlu kita garis bawahi, perlawanan terhadap budaya ini gak cuma harus bisa perempuan lakuin. Tapi, laki-laki pun wajib! Karena budaya ini memang punya dampak buruk bagi semuanya. Pertama-tama, kita bisa mengakui kalo budaya ini masih ada di sekitar kita sampe saat ini. Dengan begitu, kita bisa membuka mata kita dengan lebar buat ngeliat masalah apa aja yang sebenernya terjadi.
Tentunya kita harus mengkampanyekan kesetaraan gender baik secara langsung, maupun di media sosial dengan masif dan terbuka. Salah satu jalan untuk mengkampanyekan hal ini adalah dengan mendorong pemerintah buat ngebuat aturan yang menjunjung tinggi kesetaraan gender di seluruh aspek kehidupan. Mulai dari politik yang bisa tempatin oleh perempuan, dunia kerja dengan upah yang adil dan sama buat perempuan, sampe ruang diskusi yang sehat dengan melibatkan perempuan sebagai salah satu dari pengambil keputusan.
Walau kita sama-sama sadar budaya patriarki ini praktiknya masih masif banget di Indonesia, kita gak boleh menyerah! Kita harus terus melakukan perlawanan karena kita tahu kalo budaya patriarki ini punya dampak yang buruk buat kelangsungan hidup manusia.Oh iya, untuk menemukan berbagai konten menarik lainnya seputar isu anak muda, jangan lupa main-main ke profil Instagram Ziliun juga, yuk!