#popcon2015 adalah rangkaian artikel Ziliun selama bulan Juni mengenai profil kreator pilihan dalam rangka menyambut Popcon (Popular Culture Convention) Asia 2015. Festival komik, film, mainan, dan animasi terbesar di Asia ini akan diselenggarakan di Jakarta, 7-9 Agustus 2015. Rangkaian profil ini juga dimuat oleh majalah Marketeers edisi Juli 2015.
In the beginning, Earth was dominated by the “Rulers”, A primordial race born of nature’s force itself. Having the privilege to take after nature, they have the ability to understand and manipulate it’s force for Earth’s good.
Paragraf di atas akan kita temukan saat membuka situs web God Complex, sebagai kisah pembuka dari universe God Complex. Ya, bukan cuma Marvel atau DC Comics, yang bisa punya universe sendiri. Perusahaan mainan asli Indonesia pun bisa menciptakan suatu universe beserta karakter-karakter di dalamnya yang digemari hingga luar negeri.
God Complex adalah karya dari Glitch Network, sebuah toy company yang didirikan tahun 2011 oleh Bryan Lie. Sebagai seorang artist dan ilustrator, Bryan Lie membangun toy company tersebut dari nol. God Complex sendiri adalah nama untuk rangkaian prooduk action figure berskala ⅙, yang berangkat dari sebuah ide untuk menggabungkan “tuhan” yang berbeda dari tiap mitologi, dari Yunani, Jepang, hingga Mesir.
Baca juga: Never Too Old for Toys
Saat memulai Glitch Network yang sebelumnya bernama Foxbox Studio, Bryan Lie berhenti mengambil pekerjaan-pekerjaan lepas dan mulai fokus mengembangkan God Complex tidak hanya sebagai produk mainan, tapi juga sebagai sebuah konsep dengan storyline, baik dalam pengembangan universe maupun cerita tiap karakter mainan.
Seiring perkembangannya, Glitch Network memiliki beberapa divisi: produksi mainan, komik, ilustrasi, serta galeri seni. Divisi yang terakhir dikhususkan untuk mengurus sebuah galeri seni dan desain kontemporer di Singapura.
Terkait IP lokal going global, ini pendapat Bryan Lie:
“I speak for humanity not for nationalities. Saya dilahirkan di Indonesia. Saya makan, hidup, dan berkeluarga di Indonesia. Tetapi ketika saya mengembangkan sebuah ide, ide tersebut harus menyampaikan human story bukan Indonesian story. Elemen nasionalisme dan relevansi kultur kalau bisa diaplikasikan hanyalah sebagai bumbu pemanis.”
Baca juga: Kolaborasi Berarti Berpihak, Bukan Cuma Bekerjasama
Header image credit: godcomplexworld.blogspot.com