Sistem pendidikan kita di Indonesia memberikan standar siswa SD, SMP, dan SMA untuk terlebih dahulu mempelajari begitu banyak bidang keilmuan selama kegiatan belajar mengajarnya. Sulit untuk melupakan betapa banyaknya mata pelajaran saat kita ujian di bangku sekolah. Dari matematika, fisika, kimia, biologi, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, sampai prakarya. Belum lagi mata pelajaran yang ditambahkan untuk beberapa sekolah swasta untuk meningkatkan kualitas murid-muridnya.
Ada salah seorang teman gue di SMA yang waktu itu mengikuti olimpiade fisika sampai ke tingkat internasional dan berhasil mendapat medali perak. Kebetulan kami berdua pernah tinggal sekamar (karena gue sekolah di sekolah berasrama) dan sering berdiskusi mengenai sistem pendidikan yang kami tempuh saat SMA.
Gue sering memancing dia untuk berpendapat tentang apakah sudah seharusnya kita mendapatkan hak untuk mempelajari bidang keilmuan yang menjadi minat kita saja atau tidak. Temen gue ini sebenernya dari kelas 10 sangat mendalami mata pelajaran fisika dan diberi kelonggaran untuk mata pelajaran lainnya, makanya kenapa gue meminta pendapat dia tentang itu.
Menurut temen gue ini, memang benar bahwa sudah seharusnya kita mempelajari mata pelajaran yang hanya kita minati saja sedini mungkin. Dengan begitu, kita akan lebih semangat untuk belajar karena kecintaan kita terhadap bidang tersebut. Gue saat itu mendukung sekali gagasan ini dan sempet hampir pindah sekolah karena keraguan ingin lebih berfokus kepada bidang-bidang yang gue minati. Sudah tes ke sekolah tujuan waktu itu, tapi ternyata engga diterima hahaha.
Gue kebetulan melanjutkan belajar di salah satu universitas yang ada di Bogor, IPB University. Seluruh mahasiswa tingkat pertama di sini, diwajibkan melewati apa yang disebut sebagai PPKU, Program Pendidikan Kompetensi Umum, atau bahasa umumnya itu martikulasi. Mahasiswa baru dari berbagai penjuru Indonesia diharapkan memiliki standar kompetensi yang sama setelah melewati PPKU ini, makanya mengapa PPKU ini diwajibkan untuk seluruh mahasiswa baru.
Refleksi tentang Spesialisasi
Pemikiran gue tentang spesialisasi ternyata kembali terlintas saat menjalani masa PPKU. Memang benar seperti kata pepatah: rumput tetangga terkadang lebih hijau daripada rumput sendiri, gue selama PPKU selalu membayangkan bagaimana bahagianya mereka mahasiswa di universitas lain yang di tahun pertamanya langsung memasuki bidang program studi pilihan mereka. Sedangkan gue di sini, harus kembali berkutat selama 2 semester mengambil mata kuliah-mata kuliah yang sebenarnya sudah gue pelajari ketika di SMA.
Di semester pertama gue kuliah, gue mengikuti perlombaan Program Kreativitas Mahasiswa bidang kewirausahaan (PKM-K) yang diselenggarakan oleh Kemdikbud. Tertulis di buku ketentuan PKM kalau tim yang memiliki anggota dengan keahlian di berbagai macam bidang akan mendapat nilai yang lebih tinggi daripada tim yang anggotanya hanya dari satu bidang keilmuan saja. Dari sini gue mulai kembali mencaritahu mengapa konsep generalisasi bidang sepertinya sudah menjadi sistem pendidikan yang baku di Indonesia.
Setelah mencari tahu dari berbagai sumber bacaan, ada satu hal yang menarik untuk dijadikan alasan pendukung mengapa generalisasi ternyata tidak kalah penting dengan orang yang memiliki spesialisasi di satu bidang saja. Kehidupan di dunia yang saat ini sedang kita jalani ternyata memiliki masalah yang semakin hari semakin memiliki kompleksitas masalah yang tinggi. Ada ungkapan dalam meme: modern problems requires modern solutions. Masalah yang ada sekarang tidak bisa hanya diselesaikan hanya dengan pengetahuan yang kita miliki. Pengetahuan kita harus lebih modern daripada masalah yang kita hadapi supaya kita dapat menemukan solusinya.
Baca juga:Belum Ada yang Bisa Mengalahkan Membaca Buku!
Pengetahuan modern untuk menyelesaikan masalah yang kompelks ini menuntut kita untuk dapat merangkai beberapa bidang keilmuan sekaligus dan disatukan menjadi sebuah solusi yang modern juga. Karena bisa jadi, masalah yang biasanya hanya bisa dipecahkan oleh pakar di bidang A, ternyata dapat diselesaikan oleh para pakar dari bidang B. Seperti halnya penyelesaian masalah untuk transportasi massal, apakah founder startup transportasi sekarang adalah pakar di bidang transportasi atau tata kota?
Tentu bukan. Begitu juga dengan para startup founders lainnya, mereka bukan berasal dari kalangan ahli di sebuah bidang, tetapi mereka berpikir kalau ternyata masalah yang mereka rasakan dapat diselesaikan melalui pendekatan bidang keilmuan yang lain. Oleh karena itu, kemampuan untuk merangkai beberapa bidang ilmu pengetahuan sangat penting untuk menghadapi permasalahan yang semakin kompleks seperti saat ini.
Ketika kita hanya menekuni kemampuan di satu bidang saja, kita akan buta dengan bidang keilmuan yang lain, yang bisa jadi dapat dengan lebih baik menyelesaikan masalah di bidang kita. Padahal, tidak ada salahnya untuk sekadar mencaritahu beberapa informasi mendasar dari bidang yang bukan merupakan minat kita. Siapa tahu ketika kita masuk ke dalamnya, justru kita yang memiliki kemampuan di bidang yang lain yang dapat membantu para pakar untuk menyelesaikan permasalahan di bidang mereka.
Sepertinya inilah jawaban terbaik yang dapat gue simpulkan mengapa tidak ada salahnya jika kita juga dituntut untuk memiliki ilmu pengetahuan yang lebih general, ketimbang hanya berfokus kepada spesialisasi kita saja. Jadi sekarang gue lebih bersyukur karena dapat merasakan menimba ilmu yang lebih general sebelum memasuki dunia spesifikasi yang lebih sempit nantinya.
Gue harap juga semoga kalian dapat bersyukur dengan apa yang kalian miliki sekarang, karena mungkin apa yang sedang kita hadapi ini bukan yang kita sukai. Namun belum tentu apa yang tidak kita sukai tersebut buruk untuk kita. Bisa jadi hal yang tidak sukai itulah yang ternyata adalah yang terbaik untuk kita.