Orang Indonesia tuh punya inferiority complex yang akut bukan main. Tampang bule sedikit, dibilang ganteng. Jago bahasa inggris dikit, dibilang pinter. Makanya banyak ekspat tolol jadi bos di perusahaan multinasional. Kompeten ngga, bikin eneg iya. Menuh-menuhin doang tapi ngga tau gunanya apaan.
Selain minderan, orang Indonesia juga punya mental KW, alias seneng pake barang aspal. Biar palsu yang penting bermerek. Makanya di berbagai pusat perbelanjaan serta pasar di mana pun, kita dengan gampang menemukan tas dengan merek Chanel, LV, Gucci tapi harganya murah, dan yah, barangnya murahan. Ya iyalah, barang palsu.
Karena kebiasaan begini, nggak sedikit brand lokal Indonesia yang berlomba-lomba biar terdengar “internasional”. Bisa dengan nama yang kebarat-baratan, atau bikin produknya yang nggak ada sentuhan lokal sama sekali. Bahkan ada aja lho, sebuah aplikasi mobile yang 100% lokal, tapi nggak mau ngaku dari Indonesia. Alasannya, sesimpel karena merasa identitas itu nggak akan menjual. Merasa kalau langsung ‘come out’ sebagai produk Indonesia, orang Indonesianya sendiri jadi males makenya lah, nggak bangga lah.
Founder-nya bilang kalau dia baru akan mengungkap identitasnya setelah apps tersebut tembus 10 juta pengguna. Setelah hal itu kejadian, dia berasumsi bahwa apps-nya bisa meledak di pasaran karena nggak ngaku punya Indonesia. Katanya kalau dari awal dibilang asli Indonesia, orang-orang bakal males ngeliriknya. Tersinggung nggak sih lo, disangka begitu?
Biarpun banyak yang begitu, tetep ada sebuah produk asli Indonesia yang tetap bangga dengan ke-Indonesia-annya dan malah mau semua orang tahu kalau produknya asli Indonesia.
Sebuah merek tas handmade dari bahan eceng gondok bernama Webe, karya asli Semarang, adalah produk Indonesia yang luar biasa. Bukan cuma kualitas barangnya yang bagus, tapi mereka juga memiliki attitude yang hebat. Eceng gondok yang kerjaannya nyampahin danau dan bikin kacau ekosistem perairan ini, oleh Wenny Sulistiowaty sang founder Webe, disulap jadi barang mewah yang diburu dan dicari pecinta tas tanah air hingga mancanegara.
Ketika Wenny mulai mengembangkan produk Webe, ia menemui seorang bisnis konsultan yang menyarankan Wenny untuk mengganti nama brand-nya. Menghilangkan Indonesia, dan menggantinya dengan Milan, atau Paris. Kiblat fashion dunia. Tujuannya cuman satu, biar produk Webe makin laris manis kalau pake embel-embel Milan atau Paris. Tapi Wenny super idealis. Ngerasa ditantang, ia malah menolak dan menambahkan ‘Indonesia’ di belakang nama brand-nya: Webe Bags Indonesia. Tujuannya satu, ia mau menunjukkan kalau produk buatan Indonesia juga punya kualitas yang bagus, setara dengan produk buatan negara kiblat fashion dunia, setara dengan Bottega, Hermès, dan Fendi.
Bukannya ngga laku, tas buatannya malah diburu para kolektor di seluruh Indonesia sampai ke luar negeri. Saking lakunya, banyak bermunculan tas-tas KW merek Webe di dunia maya. Maklum, Wenny emang ngejaga banget ekslusivitas dan kualitas tasnya, makanya butuh waktu yang lumayan lama dan effort yang nggak sedikit untuk dapet satu unit tas Webe saja.
“Apa yang kita punya di Indonesia ya cukup bisa dikembangkan, apalagi eceng gondok. Di negara lain, eceng gondok nggak ada. Apalagi di Cina. Saya nggak kepengen bikin apa yang Cina bisa bikin. Saya pengen bikin apa yang Cina nggak bisa bikin!”
“Sekarang saya fokus bagaimana nama Semarang dan Indonesia bisa terangkat lewat Webe. Awal ketika saya membuka showroom di Kranggan, masih banyak customer yang mengira kalau Webe ini brand dari Jogja atau Solo yang notabene emang kota penghasil barang-barang handicraft. Saat itu saya mulai berpikir untuk mengedukasi customer tentang Webe, dan mulai mengenalkan Semarang dan Indonesia ke mata dunia sebagai tempat lahirnya brand ini.”
Butuh perjuangan yang nggak sebentar untuk Wenny memperkenalkan Webe sebagai brand asli Semarang. Pabrik yang sehari-harinya digunakan sebagai tempat workshop disulap menjadi tempat pameran produksi. Di sana, customer bisa melihat langsung proses produksi produk-produk Webe. Tujuannya mengenalkan bahwa produk Webe adalah asli produksi Semarang, dengan kualitas yang berbeda dengan produk handicraft lain yang serupa.
Dari situ Webe mulai dapet apresiasi. Bahkan nggak cuman sekedar berbangga sebagai produsen tas yang membawa nama Indonesia ke mata dunia, tapi juga visi dan misi Webe untuk jadi berkat bagi masyarakat sekitarnya. Tanpa embel-embel nama Milan atau Paris, tapi pakai nama Indonesia. Webe mendunia karena bangga sebagai produk Indonesia, bukan sebaliknya: mendunia dulu, baru belakangan ngaku buatan Indonesia.
Header image credit: listofimages.com