Ada banyak sekali tulisan, buku, presentasi, atau ahli yang mencoba merumuskan hal-hal paling penting agar bisa sukses dalam menjalankan startup. Hal-hal tersebut bisa dari berbagai macam aspek, baik itu internal perusahaan ataupun eksternal. Salah satu dari hal-hal penting tersebut yang saya temukan dalam hampir 5 tahun perjalanan di dunia startup teknologi, sangat penting, namun sering kali luput oleh kita adalah bagaimana menjaga semangat tim kita.
Tidak dapat dipungkiri bekerja di sebuah startup adalah sebuah hal yang penuh dengan tantangan, resiko, sekaligus juga beban yang lebih berat dibanding bekerja di lingkungan kerja lainnya yang sudah settle dan semuanya dapat diprediksi dengan baik. Startup adalah entitas yang dituntut untuk cepat bergerak dan dinamis untuk bisa memverifikasi bisnis modelnya secepat mungkin, sehingga itu berpengaruh kepada tuntutan yang juga lebih tinggi kepada orang-orang di dalamnya.
Sudah dengan beban kerja seperti itu, ditambah lagi kita yang belum mampu mengimbangkannya dengan insentif yang sangat tinggi jika acuan pembandingnya adalah perusahaan besar multinasional berumur puluhan bahkan ratusan tahun. Memang saat ini telah mulai banyak juga bermunculan startup yang telah punya backup funding besar dan mampu untuk memberikan insentif tidak kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar. Saya acungkan jempol, terlebih jika kinerja bisnis dan growth mereka juga terus menanjak, itu lebih bagus lagi.
Namun jika kita kembali pada kebanyakan startup yang masih di tahap awal, baik sedang tahap development produk, sedang memverifikasi bisnis model, telah mencapai stage seed funding ataupun sedang menemukan cara untuk meningkatkan growth bisnisnya, tentunya menjaga semangat timnya dalam kondisi penuh gejolak seperti itu menjadi sebuah tantangan tersendiri.
Baca juga: Ekosistem: Lesson Learned di Hari Pertama 500 Accelerator
Menjaga semangat anggota tim kita dengan insentif yang tinggi juga bukanlah solusi dari tantangan tersebut. Uang memang di satu sisi membuat kita lebih nyaman bergerak, kita lebih mudah merekrut talenta terbaik, tapi uang bukan cara terbaik untuk mempertahankan mereka untuk tetap berada di dalam startup kita.
Yang lebih menantang lagi, menjaga semangat di tim kita itu bukan hanya sebatas tentang menjaga semangat mereka yang bekerja di startup, tapi juga tentang menjaga semangat dari pasangan/keluarga kita, semangat dari co-founder atau anggota tim kita, juga hingga semangat dari pasangan/keluarga co-founder atau anggota tim kita.
Hal itu sangat relevan karena melihat dari pengalaman selama ini, keputusan untuk berpindah labuhan dari satu perusahaan ke perusahaan lain (setidaknya yang saya sering temukan dalam pengalaman sehari-hari) banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal seseorang. Keinginan orang tua/keluarga yang menginginkan anaknya kerja di perusahaan ternama atau instansi negara dengan jaminan masa depan yang lebih jelas, atau tuntutan kebutuhan/biaya hidup keluarga yang tinggi dan tidak dapat dipenuhi oleh startup tersebut, adalah sebagian dari beberapa contoh betapa kompleksnya menjaga semangat anggota timnya bagi sebuah startup.
Baca juga: Traction Trumps Everything
Saya merasakannya sendiri di Badr Interactive, akhir bulan Februari kemarin menjadi sebuah waktu yang berat untuk keluarga besar Badr Interactive, setidaknya untuk saya pribadi karena ada beberapa orang anggota tim kami memutuskan resign dan berpindah ke tempat berlabuh lain.
Hal ini menjadi sesuatu yang berarti karena mereka semua telah cukup lama membersamai perjalanan selama ini, dan juga adalah orang-orang yang telah banyak memberikan sumbangsih untuk perkembangan Badr Interactive dari hari ke hari.
Saya tidak menyesalkan keputusan tersebut, baik sebagai sahabat perjuangan selama ini ataupun hubungan struktural dalam entitas perusahaan. Pun juga tidak menyalahkan terlebih mengutuki keadaan. Namun hal tersebut membuat saya berefleksi, masih ada hal krusial dalam perusahaan ini yang harus terus diperbaiki agar fenomena ini tidak menjadi sebuah pola yang terjadi dan berulang di masa mendatang. Setidaknya ada dua hal yang muncul dari hasil refleksi tersebut.
Baca juga: Menjadi Full Time Entrepreneur, Bukan Full Time Fundraiser
Internalisasi Visi
Saya sangat terinspirasi teori golden circle-nya Simon Sinek, Ia menjelaskan bagaimana seorang pemimpin ataupun organisasi mengkomunikasikan visi perusahaannya dan menginspirasi orang lain yang dimulai dari pertanyaan : Why, How, kemudian What. Seorang pemimpin atau organisasi yang inspiratif, tidak peduli besar kecil atau jenis industrinya, mengkomunikasikan visi, tujuan, atau apa yang mereka percaya mulai dari lingkaran pertanyaan Why/Mengapa.
Mengapa organisasi atau perusahaan ini harus ada?
Jawaban atas pertanyaan itulah yang menggerakkan emosi atau perasaan, seperti kepercayaan atau kesetiaan. Hal itu juga yang menggerakkan seseorang dan mempengaruhi keputusannya.
Jika kita bekerja bersama orang karena ia bisa mengerjakan sesuatu atau punya kapasitas di bidang tersebut, mungkin kita hanya akan saling bekerja karena materi yang kita sepakati. Tapi jika kita bekerja bersama mereka yang percaya dengan apa yang kita percaya, percaya dengan mimpi kita, percaya tentang mengapa perusahaan ini harus ada, mereka akan bekerja dengan darah, keringat, dan air mata bersama kita.
Walaupun kita punya sebanyak-banyak modal, sebaik-baik talenta di tim kita, ataupun market yang menyambut kita sangat baik, jika kita bekerja tanpa alasan yang kuat yang menggerakkan kita, maka kita telah kehilangan bagian paling penting dalam resep kesuksesan menjalankan perusahaan kita.
Mari kita evaluasi apakah kita sudah benar-benar mengokohkan hal ini, bukan hanya sekedar jargon yang diulang ulang atau poster yang ditempel-tempel di segala penjuru kantor kita, tapi tentang orisinalitas, kejujuran, dan konsistensi pembuktian atas pertanyaan mengapa perusahaan ini harus ada, alasan mengapa kita harus melakukan ini semua.
Baca juga: Mengapa Pengembangan Produk Startup Sering Kali Gagal Menghasilkan Growth?
Konsisten Bertumbuh
Punya tim dengan visi yang kokoh, bukan merupakan jaminan juga kita bisa terus menjaga semangat mereka. Kita harus konsisten meraih satu demi satu bukti yang menunjukkan progres bahwa kita sedang mendekati apa yang kita ingin raih/percayai langkah demi langkah. Bahwa kita konsisten bertumbuh dari hari ke hari.
Dan untuk mendapatkan pembuktian itu, kita harus konsisten merencanakan, mengeksekusi, dan mengevaluasi growth perusahaan kita. Best practise baik yang saya dapatkan di ekosistem startup yang baik seperti di Silicon Valley adalah setiap pekan harus ada target pertumbuhan yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi.
Misalnya di hari senin kita mereview hasil kerja sepekan kemarin, lalu merencanakan eksperimen atau tindakan untuk meningkatkan growth di pekan ini. Selasa, rabu, hingga jumat kita jalankan perencanaan tersebut, analisis seiring waktu berjalan, dokumentasikan knowledge yang didapat, dan sistemisasi hal tersebut sehingga bisa semakin efisien dan scalable di masa mendatang.
Siklus pekanan ini harus terus dilakukan dan diketahui secara transparan kepada semua anggota tim, sehingga mereka mengetahui secara langsung mereka terus mencoba dan berprogres setiap waktu. Dengan cara ini semangat dan energi positif akan lebih mudah untuk muncul dan menyebar ke semua anggota tim yang terlibat.
Masih ada beberapa catatan-catatan kecil yang bisa juga jadi alternatif cara untuk menjaga semangat anggota tim kita, namun mari kita kita coba fokus implementasikan dengan baik kedua hal tersebut di awal sebagai pondasi langkah kita selanjutnya. Saya dan tim kamipun masih belajar dan terus memperbaiki diri dalam hal ini. Semoga kita bisa membangun pondasi yang kokoh untuk startup kita dengan tim yang solid dan kokoh.
Baca juga: Memulai Strategi Email Marketing untuk Startup
Artikel ini ditulis oleh Andreas Senjaya, dan sebelumnya dipublikasikan di blog pribadi Jay
Image header credit: webhealthwatch.com
Comments 1