Etalase mal yang menampilkan produk mode kerap didominasi oleh produk-produk untuk kaum hawa. Kalau ada produk fashion pria pun, kebanyakan adalah produk dari brand luar negeri. Padahal, kata siapa laki-laki tidak bisa bergaya?
Dari pemikiran tersebut, Awie Wang mengajak seorang temannya, David Hallim, yang merupakan kolektor sepatu, untuk mengerjakan proyek bersama, yaitu brand sepatu premium khusus pria. Pada tahun 2010 lalu, mereka mulai memproduksi sepatu berbahan dasar dari kulit sapi dengan label BNV yang berasal dari kata “Be eNVy”. Filosofinya adalah agar setiap orang yang memakai sepatu BNV memiliki kebanggan tersendiri yang membuat orang lain iri.
Nama brand BNV yang mulai harum di bazar-bazar lokal bukanlah diraih tanpa tantangan. Pada awal berdiri, BNV mengalami banyak hambatan, salah satunya terkait persepsi masyarakat umumnya bahwa brand lokal kualitasnya lebih inferior dibandingkan brand luar.
“Mindset masyarakat Indonesia pada umumnya beranggapan produk lokal kalah bersaing dengan produk atau brand negara lain. Dengan kata lain, otak mereka terprogram bahwa orang-orang yang tinggal di Indonesia tidak lebih maju dari masyarakat yang tinggal di negeri lain,” kata Awie.
Baca juga: Herman Tantriady dan Lima Watch: Membuat Ide Jadi Spesial Lewat Proses dan Eksekusi
Lalu, untuk menjawab tantangan di atas mengenai mindset orang Indonesia yang masih memiliki persepsi negatif terhadap brand lokal, BNV lagi-lagi melakukan teknik “bercerita” pada kampanye pemasarannya melalui edukasi.
“Contohnya, kita membuat campaign bahwa sepatu harus dipakai pada saat yang tepat. Misalnya, dengan cerita-cerita bahwa kita seharusnya jangan memakai sneakers saat di acara formal. Kemudian, orang-orang yang menggunakan sandal sebagai alas kakinya sehari-hari berarti menutup kesempatan besar datang,” jelas Awie.
Target BNV sendiri pada saat ini adalah konsumen yang melek dunia digital, yaitu orang-orang yang sering berinteraksi dengan internet dengan mengunggah foto aktivitas sehari-hari mereka termasuk foto-foto Outfit of the Day (OOTD). Untuk terus memuaskan segmen yang menjadi target, Awie dan tim selalu memasang objektif setiap tahunnya.
Baca juga: Giovanni Widjaja, Dari Menjual Pomade Vintage Hingga Membuka Barbershop
“Setiap tahun kita (BNV) pasti menentukan objektif yang harus dicapai. Minimal ada empat objektif besar. Kalau kita tidak bisa mencapai salah satu objektifnya, berarti ada sesuatu yang kurang yang harus kita kembangkan dan pelajari lagi, supaya kegagalan tersebut tidak terulang kembali.”
Untuk bertahan menjawab berbagai tantangan sebagai entrepreneur, menurut Awie, hal terpenting adalah passion, yang menjadi kunci untuk terus mengembangkan bisnis dan bertahan. Dengan passion, Awie tidak pernah menyerah untuk mengembangkan BNV.
“Perbedaan orang sukses dan belum sukses, adalah mereka tidak pernah menyerah untuk mencapai mimpinya,” tambah Awie.
Header image credit: indonesianbrands.com