“So wise so young, they say, do never live long.” ― William Shakespeare
Semua orang Indonesia pasti sepakat kalau lahirnya negara ini dipengaruhi peran besarnya anak muda. Anak muda kala itu dianggap sigap dan gesit menghadap segala lika-liku perubahan negara. Banyak peristiwa sejarah kayak Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober, atau penculikan Soekarno ke Rengasdengklok oleh anak muda, yang nunjukin kalau hal-hal besar bisa terjadi gara-gara kita yang bisa lebih gesit dan cekatan ini.
Tapi, itu dulu. Sekarang, kita sering mendengar orang tua kita (yang tentunya pernah muda) membandingkan generasi mereka dengan anak muda sekarang yang ga ada apa-apanya. Mageran, lelet, cepet lupa. Padahal, dengan situasi negara kini yang lebih adem ayem ketimbang zaman dulu, kualitas kita mestinya meningkat, toh? Atau ga?
Melanjutkan pertanyaan orang tua kita, kenapa kita ga bisa segesit mereka dulu? Apa sekarang kita memang jadi lemot karena perubahan zaman?
Baca juga: Muda dan Belagu? Boleh!
“Ya, emang karena perubahan zaman sih. Semua serba fleksibel, jadi ga perlu repot-repot.”
“Santai aja, udah ada teknologi kok.”
Betul kalau sekarang zaman udah move on. Udah serba modern, serba canggih, serba instan. Bukan salah kita juga dong kalau zaman sekarang “mengizinkan” kita untuk jadi lebih santai dan segesit anak muda zaman dulu. Toh, dunia itu berjalan dinamis, dan sebagai manusia yang tinggal di muka Bumi ini, kita harus ikut berubah mengikuti perubahan dunia.
Introducing to you: Working Memory
Ada isitlah yang namanya working memory, yaitu “kemampuan mengingat dan menggunakan informasi yang relevan saat sedang melakukan suatu pekerjaan”. Working memory ini berpengaruh banget ke kemampuan orang menyelesaikan masalah. Contoh simpelnya, kalau sedang dihadapkan pada suatu keadaan chaos seperti kemacetan di jalan, orang dengan working memory yang bagus akan dengan cepat dan tepat mengingat jalan tikus mana yang bisa diambil untuk menghindari kemacetan tersebut. Sementara, orang yang working memory-nya jelek akan pasrah aja menghadapi kemacetan itu.
Yang biasanya orang kita keluhkan tentang kita yang mageran, lelet, dan cepat lupa itu, adalah working memory kita yang jelek. Working memory itu ibarat prosesor yang bisa mengolah info di otak dengan cepat, sehingga membawa diri kita selalu merasa sigap. Sigap belajar, sigap nugas, sigap kerja.
Celotehan orang tua kita yang suka ngebandingin zaman mereka muda dulu dan sekarang itu ada benarnya. Working memory kita itu kurang terlatih karena hidup udah serba enak, ga pernah ada kepepet-kepepetnya (seperti artikel Ziliun “The Power of Kepepet”). Orang jaman dulu punya banyak banget “medan” untuk melatih working memory-nya. Ya, sebut aja, dulu para pejuang ngerasa kepepet harus merdeka mumpung Jepang lagi ngurusin negaranya yang hancur lebur, atau mungkin juga ngerasa kepepet lari dan sembunyi habis menyuarakan pendapat, biar ga ditembak waktu zaman Orde Baru. Hidup mereka “lebih berwarna” ketimbang ngeluh tentang kuliah dan kerjaan aja tiap harinya.
Baca juga: Ekspektasi Bukan Sumber Sakit Hati
Terus, salah gue gitu? Salah temen-temen gue?
Kalau hidup udah serba enak gini harus ngapain dong biar working memory kita tetap terlatih kayak mereka dulu?
Lagi-lagi, kembali ke pola pikir
Kondisi hidup kita sekarang emang udah ga seribet orang tua kita dulu. Bukan berarti juga kita mesti sengaja bikin perang untuk ngelatih kesigapan diri sendiri. Tapi, lagi-lagi, kita bisa mengondisikan pola pikir kita untuk sering terkena constant pressure.
Simply, prinsip kerja otak kita ga bisa disamakan dengan kecanggihan teknologi. Teknologi punya working memory yang udah canggih dari sononya, ga perlu dilatih kayak kita. DI sisi lain, memberikan constant pressure ke diri sendiri ga bakal bikin kita nge-hang atau crash kayak komputer, tapi justru meningkatkan kemampuan kita berpikir di situasi-situasi sulit. Tantang aja diri lo dengan banyak hal, mulai dari yang kecil (misal: gimana gue bisa sampai ke kampus 5 menit lebih cepat tanpa ngebut) sampai ke hal besar (gimana biar kinerja gue di kantor tahun ini bisa meningkatkan penjualan sampai berkali-kali lipat).
Malu ga sih kalau generasi kita yang udah disediain semua fasilitas ini dihina-hina terus sebagai generasi yang mager? Kalau malu, makanya ayo dari sekarang, latih working memory kita.
Baca juga: Blusukan Buat Anak Muda, Bukan yang Udah Paruh Baya
Header image credit: vocalblog.acappellazone.com
Comments 1