“A man who stands for nothing will fall for anything.” – Malcolm X
Ngomong-ngomong soal Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2015 lalu, rasanya kalau menilik lagi sejarah kebangkitan nasional gak akan jauh-jauh dari yang namanya pergerakan pemuda. Seperti yang terkutip dalam Manifesto Politik Front Perjuangan Pemuda Indonesia:
“MEI 1998 ADALAH PELAJARAN. Ini zaman, zaman permulaan. Awal bagi rakyat Indonesia untuk menemukan sejarah dan kemanusiaannya dengan kesadaran, dengan pengetahuan”.
Sebagai remaja yang hidup di zaman 107 tahun setelah Hari Kebangkitan Nasional, gue merasakan perbedaan dalam derap gerakannya. Oke, gue melihat tidak sedikit gerakan yang diinisiasi oleh pemuda sekarang. Tetapi banyak dari mereka yang hilang timbul. Beberapa di antaranya memang ada yang mampu bertahan. Ada yang mampu bertahan membawa langkah konkret, ada juga yang gerakannya bisa dibilang “cukup tahu deh”.
Baca juga: 3 Tipe Changemaker yang Menyukseskan Gerakan
Contohnya, ketika gue sedang mengulik-ngulik informasi, gue menemukan sebuah gerakan yang beriming-iming ingin mencetak pemimpin muda dengan membentuk forum dengan pejabat. Harapannya peserta dari kegiatan tersebut mendapat siraman motivasi dari mereka. Then, what’s next? Output-nya tetap aja menjadi pemimpi. Gak ada langkah konkret yang bener-bener impactful dan sustainable dalam eksekusinya.
Ini bukan masalah perubahan kompleksitas masalah zaman dulu dan sekarang, tapi lebih ke pola pikir anak muda kekinian. Ada beberapa pola pikir yang menurut gue menjadi akar penyebabnya:
Goal-nya Sekadar Menciptakan Awareness
Ada cerita gerakan yang kayaknya punya konsep bagus, tetapi pas dilihat visi misi mereka ternyata hanya sekadar menciptakan awareness. Hellooww! Pada mau ngeluarin produk MLM atau bikin gerakan?
Gerakan itu sekurang-kurangnya harus bisa melakukan advokasi atau lebih jauh lagi, bikin orang benar-benar beraksi. Namanya juga gerakan, ya harus bergerak. Konkret, alias berwujud. Apa awareness itu sifatnya berwujud?
Impact-nya Hanya Sebagai Pencitraan
Well… Banyak anak muda yang kebelet eksis memanfaatkan sebuah gerakan untuk memikat orang-orang melalui gerakan yang dibuatnya. Ini salah satu alasan terbesar munculnya banyak gerakan pemuda beberapa tahun belakangan. Karena mereka, sang pencari citra, bikin gerakan hanya untuk being a cool kid, bikin gerakannya juga yang asal keren.
Baca juga: Bahkan Penggiat Gerakan Sosial juga Butuh Uluran Tangan
Mereka gak take time untuk analisis masalah yang sebenarnya terjadi. Terlalu berangan-angan jauh untuk mengejar eksistensinya tanpa melihat permasalahan (riset? blusukan? apa itu….) kemudian langsung menarik kesimpulan dengan membuat gerakan yang dikemas keren tapi ujung-ujungnya malah gak nyambung, apalagi impactful. Buat apa?
Gerakan pemuda itu butuh aksi nyata. Kalau “penggiat” gerakan punya niat, analisis bukan lagi jadi masalah. Tujuan jelas, masalah jelas, gerakan yang dibuat juga pasti jelas dan bisa kasih dampak nyata.
Jadi, wahai pemuda yang sudah sedang menjalankan gerakan, jangan marah karena kita sotoy, ya! Benerin aja niat dan aksinya!
Baca juga: Esensi Gerakan Online: Cause-nya, Bukan Tools-nya!
Header image credit: lifeofpix.com
Comments 1