Ziliun
  • Issuepedia
  • Workipedia
  • Inner Space
No Result
View All Result
  • Issuepedia
  • Workipedia
  • Inner Space
No Result
View All Result
Ziliun
No Result
View All Result

Sokola Rimba, Dedikasi Butet Manurung Belajar Bersama Anak-Anak Rimba

PutribyPutri
12/05/2015
in Story
0
Sokola Rimba, Dedikasi Butet Manurung Belajar Bersama Anak-Anak Rimba
Share on FacebookShare on Twitter

“Pendidikan bukanlah proses alienasi seseorang dari lingkungannya, atau dari potensi alamiah dan bakat bawaannya, melainkan proses pemberdayaan potensi dasar yang alamiah bawaan untuk menjadi benar-benar aktual secara positif bagi dirinya dan sesamanya.” – Butet Manurung.

Ngomongin masalah pendidikan di Indonesia, mungkin kita langsung inget sama anak SD di daerah terpencil yang susah payah mengarungi sungai demi secercah ilmu. Tapi, pernahkah terpikir tentang pendidikan bagi masyarakat terpencil yang lebih terpencil lagi, yaitu masyarakat rimba?

Ialah Butet Manurung, perempuan berdarah Batak, yang rela menembus belantara hutan Jambi demi mengabadikan dirinya untuk Sokola Rimba, sekolah yang didirikannya khusus untuk membuka literasi suku anak dalam di Taman Nasional Bukit Dua Belas dan Bukit Tiga Puluh, Jambi.

Wanita yang dianugerahi penghargaan “The Man and Biosphere Award” oleh LIPI-UNESCO ini mengabadikan perjalanannya bersama Sokola Rimba sejak 25 tahun yang lalu dalam sebuah buku. Ada beberapa poin yang bisa dipetik dari pendidikan di Sokola Rimba. Here it is….

Baca juga: Masih Berpikir Kalau Pinter Matematika Itu Cerdas?

RelatedPosts

Halosis 2.0 Bikin Usaha Kecil Jadi Lebih Maju Lewat Artificial Intelligence.

7 Strategi Marketing Online yang Dibutuhkan Entrepreneur

Image credit: goodreads.com

Pendidikan sebagai perisai diri

“Bu Guru mengapa mesin gergaji itu memotong pohon kayu?”

“Mungkin orang itu butuh kayu?”

“Kita potong kayu dengan parang hanya ambil secukupnya. Kalau kita pintar kita bisa tolak mereka ambil kayu kita?”

Dialog di atas bukanlah sepenggal kemirisan yang dialami orang rimba. Bukan juga kebutuhan orang rimba terhadap pendidikan agar mereka pintar dan lebih “beradab”. Apalagi ketidakberdayaan mereka memperoleh pendidikan karena adanya dogma kalau pendidikan dapat mencabut akar kebudayaan dan warisan nenek moyang mereka.

Tujuan pendidikan untuk orang rimba bagi Butet (yang juga seorang antropolog) adalah buat kepentingan hidup mereka sesuai kebutuhannya. Kalau mereka tidak ingin rumah (hutan) mereka terpinggirkan di tanah adat mereka sendiri, pendidikan adalah satu-satunya penyokong yang bisa jadi pegangan mereka kalau gak mau jadi korban pembodohan “orang terang” (sebutan orang rimba untuk pendatang), seperti ketika mereka diminta untuk membubuhi cap jempol suatu kontrak tertulis pembukaan lahan perkebunan.

Baca juga: Alasan Pendidikan di Finlandia Terbaik di Dunia: Equality of Opportunity

Seperti cuplikan kata di bukunya: “Pendidikan bukanlah proses alienasi seseorang dari lingkungannya, atau dari potensi alamiah dan bakat bawaannya, melainkan proses pemberdayaan potensi dasar yang alamiah bawaan untuk menjadi benar-benar aktual secara positif bagi dirinya dan sesamanya.”

Tidak ada standarisasi dalam pendidikan

Butet tahu bahwa siswa yang dididiknya “berbeda”. Pendidikan di Bukit Dua Belas nggak bisa disertamertakan dengan kurikulum nasional yang menggeneralisasi seluruh siswa Indonesia dengan Ujian Nasional (UN). Pun Butet menekankan sistem pendidikan berbeda yang sesuai dan dimengerti orang rimba, yaitu bermain dengan alam. Misalnya, menggunakan biji karet untuk belajar berhitung dan mengenalkan huruf per huruf berdasarkan bentuk dan cara mengeja. Lalu kalau ada siswa yang menjawab benar diberi tepuk tangan, kalau salah disebut sebagai Raja Penyakit (umpatan humoris khas mereka).

Esensi pendidikan di Sokola Rimba benar-benar terasa, karena yang mereka cari itu ilmu yang dibutuhkan buat hidup mereka, bukan sekadar nilai di atas kertas.

Mengajar untuk belajar

Butet Manurung bener-bener mendedikasikan dan meninggalkan seluruh kenyamanan hidupnya untuk Sokola Rimba. Mengajar orang rimba bagi Butet bukan hanya untuk memberdayakan mereka tetapi juga memperkaya nasionalisme Butet mengenai cara pandang, budaya, perilaku dan kehidupan orang rimba. Kapan lagi seorang antropolog bisa mencicipi sensasi asli ilmunya? “Aku mengajar di tempat ini, tetapi sesungguhnya akulah yang banyak belajar di tempat ini,” tutur Butet.

Baca juga: Education is not the same as schooling.

Header image credit: iffindonesia.com

Bagikan ini:

  • Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)

Menyukai ini:

Suka Memuat...
Tags: Articlesbutet manurungcommunity developmenteducationpendidikanprofilesokola rimba
Previous Post

Masih Berpikir Kalo Pinter Matematika itu Cerdas?

Next Post

Developer, Ayo Mulai Berpikir Perbaiki Kota dengan Teknologi!

Next Post
Developer, Ayo Mulai Berpikir Perbaiki Kota dengan Teknologi!

Developer, Ayo Mulai Berpikir Perbaiki Kota dengan Teknologi!

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Yang Terbaru

  • Fenomena Media Alternatif: Efektif Tapi Bisa Bawa Dampak Negatif
  • Fenomena Konser Ramah Lingkungan, Gimana Praktiknya?
  • Mengenal Apa itu Chronically Online
  • Apakah Demokrasi Adalah Sistem Pemerintahan Terbaik?
  • Mengenal Filsafat Stoikisme
Ziliun

Media yang menemani perjalanan anak muda untuk menghadapi kehidupan dan memasuki dunia kerja, serta mendorong dan memotivasi anak muda untuk menjadi versi terbaik diri mereka.

  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Tentang Kami
  • Kerja Sama

Ruang & Tempo Coworking Space

Gedung TEMPO, Jl. Palmerah Barat No. 8, Jakarta Selatan 12210

Bikin kontenmu sekarang!

© 2025 Ziliun All rights reserved.

Ziliun

  • Issuepedia
  • Workipedia
  • Inner Space

© 2025 Ziliun All rights reserved.

%d