The great thing about social media was how it gave voice to voiceless people, but we’re now creating a surveillance society, where the smartest way to survive is to go back to being voiceless.” – Jon Ronson
Di Indonesia, kita kerap beramai-ramai mem-bully orang-orang yang “kebetulan” salah nge-tweet. Entah tweet-nya ofensiflah, atau rasis, atau dianggep tolol sama para netizen. Biasanya mereka adalah public figure, seperti #SaveHajiLulung misalnya atau, rame-rame nge-bully Farhat Abbas, bahkan Prabowo, di tengah euforia pemilihan umum beberapa waktu lalu.
Gimana ceritanya kalau yang di-bully adalah orang biasa, dengan follower yang gak lebih dari 200 orang? Pernah gak sih terpikir gimana social media bullying bisa ngubah hidup orang dan bikin mereka depresi, bahkan sampai mau bunuh diri? Ini yang terjadi sama seorang praktisi PR bernama Justine Sacco.
Di video TEDx di bawah ini, seorang jurnalis, Jon Ronson, mengambil kasus Justine Sacco sebagai suatu contoh, gimana peran media sosial udah bergeser dari yang awalnya hanya tempat narsis-narsisan dan mempermalukan diri sendiri, malah jadi media untuk nge-bully orang. Social media is a place of bullies. Padahal, ngaku deh, kita semua juga pasti pernah nge-tweet ofensif sekali-kali, tapi ya, pas ada yang kena sialnya aja: nge-tweet ofensif/rasis terus tiba-tiba jadi trending topic di Twitter dan dimaki-maki seluruh umat.
Technology is there for the greater good. Kayaknya kita deh yang salah ngegunainnya.
Baca juga: No Stereotype, No Judging
Header image credit: huffpost.com
Comments 1