Sebagai anak muda, gue tahu banget kalau di fase paling ababil ini, kita selalu dilanda pasang surut semangat. Sekarang sedang ‘panas-panasnya’ kemudian besok udah lesu lagi.
Kita (selalu) butuh pecutan semangat tiap kali ngerasa males. Ya, entah itu quotes bijak atau orang-orang yang menginspirasi kita dengan sederet kisah suksesnya. Tiap kali merasa gagal, orang itu yang bakal jadi bensin yang membakar api semangat kita biar bangkit lagi.
Namun, pecutan itu belum tentu cukup bikin perjuangan kita mantep, karena gue yakin akan selalu ada alasan untuk ngeles.
Baca juga: Realita Program Inkubator: Dikasih Hati, Minta Jantung
At least, biar kita selalu merasa semangat, menurut gue kita harus punya dua tipe mentor yang bisa mengajarkan sekaligus memecut kita. Mentor itu gak harus guru formal sekalipun informal. Bahkan orang-orang di sekitar lo bisa dijadikan figur mentor yang secara gak langsung mendidik lo dengan berbagai hal yang dia lakukan.
Pertama adalah mentor yang memecut semangat lo agar selalu maju ke depan. Ini seperti yang tadi gue sebutkan di atas. Mentor-mentor ini yang udah biasa dicari oleh orang-orang, termasuk gue. Lo simply butuh mentor ini, tujuannya agar terinspirasi.
Misal, pengen jadi entrepreneur seperti Bob Sadino biar bebas finansial tujuh turunan atau seenggaknya pengen jadi penggerak gerakan sosial seperti Alia Noor Anoviar, yang menghidupkan masyarakat pinggir kali.
Nah, yang kedua adalah tipe mentor yang lupa dicari banyak orang. Mentor yang mecut dari belakang. Bedanya tujuan mentor ini supaya menghindari lo dari hal-hal jelek yang mancing semangat lo buat maju. Selama ini kita selalu mencari mentor yang ngasih makan kita motivasi positif agar bisa sukses terus kayak dia, tapi lupa mencari motivasi dari hal negatif–motivasi biar ‘gak kayak dia’.
Baca juga: Startup Butuh Mentor, Bukan Investor
Contohnya, lo ingin menjadi pemimpin visioner yang sedang mencari figur bagus untuk bisa memecut lo. Ketika lo sedang mencari figur-figur itu, lo melihat salah satu figur pemimpin yang memimpin korporat besar, tapi sayangnya rakus tahta. Ia gak mau meregenerasi posisinya ke orang lain. Ketika lo melihat pemimpin ini ada di jalur yang salah yang lo rasa gak cocok dengan figur pemimpin yang lo cari, akhirnya diri lo sendiri yang akan mengeliminasi orang kayak gini dan lo jadi semangat untuk jadi pemimpin yang ‘gak kayak dia’.
Walaupun kita udah ter-mindset biar ‘gak kayak dia’, tetep aja kita masih melewatkan mencari tipe mentor kedua ini karena sibuk mencari tipe mentor pertama. Toh, orang-orang yang gak sengaja lo jadikan mentor itu bisa lo jadikan semangat buat lo terus maju bahkan lebih baik daripada dia.
Jadi apa udah ketemu dua tipe mentor tersebut?
Header image credit: jngi.org
Comments 2