“Selama ini saya memperhatikan orang Indonesia itu sebenarnya banyak kok yang pintar, tetapi karakter dan mentalnya masih kurang.” – Shafiq Pontoh
Kemarin (18/5/2015) tim Ziliun sempat berbincang asik dengan Ketua Umum Gerakan Indonesia Berkibar (GIB), Shafiq Pontoh. Seperti apa gerakan pendidikan nasional yang sudah didirikan 2 tahun silam ini berkibar?
Apa yang melatarbelakangi Mas Shafiq punya concern yang lebih terhadap isu pendidikan? Apakah karena ada pengalaman di masa lalu?
Sebenarnya awal terpikir untuk lebih punya concern ke dunia pendidikan adalah ketika saya mempunyai anak, seperti bagaimana anak saya akan bersekolah dengan baik, dan biaya pendidikannya yang sekarang ini cukup gila. Setelah saya menemukan sekolah yang cocok untuk anak saya, dari situ saya mulai memerhatikan dunia pendidikan itu seperti apa. Mungkin kebanyakan orang melihat pendidikan Indonesia itu harus dibenahi pada sistemnya. Tetapi apa yang saya lihat rupanya (harus dibenahi) pada fasilitas pengajar, yaitu guru. Guru di sini bukan mengalami permasalahan underpaid tetapi underappreciated oleh orang-orang sekitar. Padahal guru kan elemen penting dalam pendidikan. Guru juga manusia kok, butuh penghargaan. Apa salahnya kita apresiasi guru agar mereka lebih semangat mengajar?
Baca juga: Pengajar Muda: Pendidikan itu Mencerahkan, Bukan Mengarahkan
Bisa diceritakan apa insight yang melatarbelakangi Mas Shafiq menjalankan Gerakan Indonesia Berkibar? Bagaimana Indonesia Berkibar berkontribusi terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia?
Saya melihat di Indonesia sudah banyak gerakan yang memiliki concern di dunia pendidikan. Tapi mereka masih berjalan sendiri-sendiri, ga ada yang menjahit benang merah ini. Kenapa ga, ada hub tempat berkolaborasinya gerakan-gerakan yang punya kepedulian sama.
Dengan hub itu semua orang dapat berkontribusi dalam peningkatan kualitas pendidikan, dan jangkauan yang bisa diraih juga semakin luas. Contohnya ketika saya berkunjung ke daerah Purwakarta, ada suatu sekolah yang muridnya kebanyakan pingsan karena keluhan masuk angin. Ketika saya taya tanya apa yang kalian butuhkan, mereka hanya menjawab simpel: “payung”. Dalam perjalanan menuju sekolah ternyata mereka sering terkena hujan dan terpaksa hujan-hujanan. Dari situ, tim GIB mulai mencari pasukan filantropi yang ingin menyumbangkan payung dan jas hujan.
Kemudian, ada lagi sekolah di pedalaman Medan yang membutuhkan perpustakaan. Sebagai konektor, tim GIB berusaha mencarikan fasilitas pendukung untuk perpustakaan. Ada waktu itu yang menyumbangkan lemari buku. Karena jalan menuju kesananya jelek, kami meminta komunitas off road sebagai logistik kami dan mereka pun senang karena bisa turut membantu mendirikan fasilitas perpustakaan yang dibutuhkan anak-anak.
Baca juga: Apa Kata Dik Doank tentang Esensi Belajar
Adanya hub itu juga sebagai bentuk apresiasi pada guru. Kalau satu guru bagus menyebar virus positif ke sepuluh guru, maka akan ada sepuluh guru bagus. Guru pun bisa kolaboratif bersama-sama guru lain.
Tentu saja, karena kontribusi GIB sendiri di sini sebagai hub antara komunitas pendidikan, mereka bisa berkolaborasi dan mewujudkan pendidikan yang lebih baik dan merata. Beberapa network di GIB juga membantu pak Anies Baswedan di Kemendikbud.
Menurut Mas Shafiq, apa tujuan dari pendidikan?
Tujuan pendidikan itu pertama membekali anak-anak agar memiliki karakter dan mental yang kuat, karena selama ini saya memperhatikan orang Indonesia itu sebenarnya banyak kok yang pintar, tetapi karakter dan mentalnya masih kurang.
Kedua, membangun human capital yg surplus. Di tahun 2020 nanti, katanya kan di Indonesia akan terjadi bonus demografi. Nah, kita harus memanfaatkan bonus demografi ini. Kalau bonus demografi ini diiringi dengan human capital yang luar biasa, maka udah gak kebayang lagi Indonesia akan maju.
Baca juga: Sokola Rimba, Dedikasi Butet Manurung Belajar Bersama Anak-Anak Rimba
Menurut Mas Shafiq, apa alternatif terbaik untuk sistem pendidikan Indonesia saat ini?
Pemerintahnya harus dibersihkan dulu dari mafia pendidikan. Ini memang susah banget dan gak memungkinkan untuk jangka waktu pendek. Tapi kalau kita, masyarakat Indonesia, bersama-sama membangun kualitas pendidikan yang lebih baik, bisa kok dengan cara kolaborasi membersihkan areanya masing-masing.
Siapa saja pihak yang terkait dalam sistem pendidikan Indonesia, dan apa yang seharusnya mereka lakukan sesuai porsinya masing-masing?
Yang pasti guru dan orang tua sebagai pembentuk karakter anak. Kedua, komunitas. Fungsi komunitas disini sebagai influencer yang menciptakan lingkungan positif untuk membentuk karakter generasi berikutnya. Contoh, dulu banyak remaja yang pakai narkoba. Sekarang, karena sudah banyak komunitas yang mengkampanyekan pakai narkoba itu gak keren–dan konten positif lainnya–setidaknya mengalihkan fokus anak muda dari narkoba.
Bagaimana masyarakat awam bisa berkontribusi untuk menciptakan pendidikan yang lebih baik?
Bisa, bisa banget! Sekarang kan era internet dan social media. Suara siapa saja bisa didengar. Ketika ada individu yang bisa nemuin cara belajar yang keren itu bisa langsung disebar dengan cepet. Masyarakat bisa memberi solusi pendidikan baru dan menyebarluaskannya.
Header image credit: larrycuban.wordpress.com