“…waktu saya lulus kuliah pas penerbit lagi vakum nerbitin komik lokal. Alhasil kami nerbitin indie dan walaupun karya indie kami berjudul Merdeka di Bukit Selarong meraih respon positif, tapi tetap saja tidak menutupi kenyataan kalau membuat komik itu tidak ada uangnya. Setelah satu tahun lebih tidak mencari kerjaan kantoran pun akhirnya kami menyerah dan tim kostkomik bentukan saya, Bagus Seta dan Miftah Bayu pun vakum dulu dan masing-masing dari kami mencari pekerjaan.” – Ockto Baringbing
Ockto Baringbing, mengharumkan nama Indonesia dengan kekuatan bercerita. Sebelumnya, Ziliun.com pernah menulis profil Ockto Baringing. Tapi nggak afdol dong kalo nggak bincang-bincang langsung sama orangnya! Huooo. Langsung aja ya.
Gimana keluarga dan lingkungan mempengaruhi Mas Ockto dalam berkarya?
Saya bingung kalau pengaruh keluarga bagaimana karena di keluarga saya tidak ada yang berkecimpung di dunia kreatif seperti yang saya geluti saat ini. Tapi bisa dibilang saya adalah anak yang beruntung, karena walaupun ayah saya tidak begitu paham apa yang saya kerjakan sejak memutuskan untuk mengambil kuliah DKV, tapi beliau selalu membebaskan dan mendukung.
Kebebasan yang diberikan ayah saya itulah yang membuat saya bisa menekuni apa yang saya suka, membuat komik. Lalu mungkin karena kakak saya dan abang saya dulu gemar membeli komik jadinya saya juga ikut membaca komik. Komik cewek yang kakak saya beli pun beberapa ada yang saya baca juga. Walau pada akhirnya mereka sudah tidak pernah membeli komik lagi (baca kadang-kadang), jadinya saya yang keterusan beli dan akhirnya membuat komik. Ah, paling abang saya dulu suka gambar-gambar juga, hingga tembok kamar pun digambar. Saya sempat mengagumi gambar abang saya namun abang saya berhenti menggambar entah kapan saya tidak ingat. Yang jelas mulai beranjak SMP tinggal saya sendiri yang masih suka menggambar di antara anggota keluarga.
Waktu kecil saya biasanya suka bermain dengan tetangga bernama Haris dan kami gemar membuat komik bareng-bareng. Dalam satu buku kita membuat komik bergantian di tiap halamannya. Jadi halaman satu dan dua saya yang gambar, halaman selanjutnya tetangga saya yang gambar lalu gantian dan seterusnya hingga jadi beberapa buku. tapi beranjak SMP-SMA saya mulai jarang bermain dengan Haris dan minat tetangga saya pun mulai berganti ke aktivitas yang lain seperti bermain musik. Waktu itu sih komik yang kami bikin biasanya temanya sepakbola.
Baca juga: Ziliun Blog Competition: Imagine If Your Favourite Local Character Goes Global
Begitu masuk kuliah DKV sebetulnya saya mulai kehilangan minat untuk membuat komik karena gambar saya yang tidak berkembang, apalagi melihat gambar teman kuliah yang keren-keren. Kemudian lebih fokus ke area multimedia hingga akhirnya diajakin Bagus Seta, teman kuliah DKV saya, untuk mewarnai komiknya setelah melihat karya saya sebelumnya. Sejak saat itu kita mulai aktif membuat komik bersama.
Saya mulai mencoba menulis komik dan akhirnya fokus sebagai penulis komik dan pewarna komik. Hingga akhirnya lulus kuliah saya fokus menjadi penulis komik, walau tetap ikut menggambar konsep desain karakter serta storyboard kasar komik. Saya tidak pernah memberikan cerita berupa script/tulisan kepada penggambar komik saya, pasti berupa storyboard.
Apa sih alasan Mas Ockto membuat karya “5 Menit Sebelum Tayang”?
Karena pada saat itu bikin komik tapi tidak ada penerbitnya, haha. Serius, waktu saya lulus kuliah pas penerbit lagi vakum nerbitin komik lokal. Alhasil kami nerbitin indie dan walaupun karya indie kami berjudul Merdeka di Bukit Selarong meraih respon positif, tapi tetap saja tidak menutupi kenyataan kalau membuat komik itu tidak ada uangnya.
Setelah satu tahun lebih tidak mencari kerjaan kantoran pun akhirnya kami menyerah dan tim kostkomik bentukan saya, Bagus Seta dan Miftah Bayu pun vakum dulu dan masing-masing dari kami mencari pekerjaan. Saya yang kuliahnya lebih banyak ke arah video pun mendapatkan pekerjaan di salah satu TV swasta sebagai video editor. Dari pekerjaan kantoran ini saya jadi tahu seluk beluk dunia TV indonesia, kesulitan, suka dan dukanya, dan lain-lain.
Baca juga: Buat Para Cosplayer, Sekali-kali Cosplay Karakter Lokal Juga Dong!
Suatu waktu Sunny Gho, mengajak saya untuk membuat komik dan diterbitkan di situs komik online yang mau dia buat, namanya MAKKO. Sunny mengajak saya karena dia sudah baca komik Merdeka dan suka. Lalu saya mengajukan beberapa cerita dengan setting fantasi, fiksi sejarah, dan lain-lain yang kemudian ditolak. Sunny tiba-tiba nyeletuk kenapa nggak pekerjaan saya saat ini saja dijadiin komik. Soalnya kan seru aja, apalagi setelah tahu saya kerjanya malam. Baru deh sejak itu saya mulai intens mencari tahu tentang kerjaan reporter dan lain-lain dari teman kantor untuk dijadikan bahan cerita. Jadi kalau bukan Sunny yang minta saya ga kepikiran bikin “5 Menit Sebelum Tayang”.
Bagaimana proses kreatif sampai karya “5 Menit Sebelum Tayang” ini selesai?
Jadi saya membuat storyboard komiknya berupa gambar kasar kadang kayak stickman yang penting kebaca alurnya. Paneling, referensi foto dan teks sudah ada di Storyboard. Kemudian dikirim ke editor komik Makko, Mas Uwi. Kalau belum oke saya revisi. Kalau sudah oke kemudian diberikan kepada Matto (Muhammad Fathanatul Haq) untuk digambar. Matto pertama membuat sketsa pensilnya untuk dikirim ke editor dan saya. Setelah direvisi dan oke, baru ditinta, tone, dan jadi final artnya. Lalu lanjut ke chapter selanjutnya.
Baca lanjutannya di: Q&A: Ockto Baringbing, Dari Bikin Komik di Kosan Sampai Menang Award Internasional
Header image credit: combini.co