“Kalau pengen jadi entrepreneur jangan mikir apa yang bisa kita dapatkan dari situ. Tapi lebih apa yang bisa kita kontribusikan untuk orang banyak.” – Hanifa Ambadar
Di acara FemaleDev Summit kemarin, Ziliun mendapatkan kesempatan mewawancarai Mbak Hanifa Ambadar, founder dan CEO dari FemaleDaily, sebuah jaringan media digital dan komunitas perempuan online terbesar di Indonesia. Dari wawancara singkat ini, Mbak Hani berbagi cerita dan pandangannya mengenai female leadership.
Aku mau nanya, dengan berbagai kegiatan sosial dan bisnis yang dijalankan, sebagai seorang women entrepreneur, bagaimana cara meng-empower diri sendiri supaya purpose dan semangat ga pernah surut?
Hahaha… berat ya. Mungkin kedengaran basi ya. Tapi memang bener sih, semuanya bermula dari passion itu. Jadi ketika kita menemukan challenge itu ga gampang putus asa karena ini sesuatu yang kita jalanin dengan adanya revenue dari situ, kita tetep pengen ngejalanin hobinya. Jadi pertama itu dulu, supaya kalo ada challenge lagi ga cepet putus asa. Kedua, memang sekarang I’m living my dream karena ini sesuatu yang dimimpiin aku dari dulu. Entrepreneurship is a long time. Jadi mindset-nya udah tahu kalau memang ga ada abisnya dan selalu ada challenge dan target baru.
Kalau di Femaledaily ini kan pembacanya banyak banget ya, dan ternyata dapet banyak manfaatnya. Contoh, yang tadinya mukanya jerawatan terus baca artikel di situ terus akhirnya tahu cara merawat kulit terus akhirnya dia percaya diri terus karirnya meningkat. Terus di Femaledaily juga suka ada yang ngebahas investment terus hasilnya pembaca jadi bisa manage uangnya. Terus banyak juga yang suka email anak-anak mahasiswa yang bilang kalau mereka merasa terinspirasi. And I realize that I can not disappoint them.
Ok, I see… Nah tantangan yang paling Mbak rasakan sebagai seorang perempuan pemimpin?
Sebenernya waktu bisnis itu, apalagi yang sudah berkeluarga diawali dengan pikiran “Kayaknya enak ya punya bisnis.. lebih fleksibel, punya banyak family time”. Tapi kenyataannya ternyata ga seperti itu. Tetep berangkat ke kantor lebih pagi dan lebih malem dari yang lain. Waktunya juga ga se-fleksibel itu juga. Karena pada nyatanya kerjaan itu ga ada abisnya. Dulu mikirnya “Ih kita cuman berlima. Enak nih kalo udah ada orang yang ngebantu”. Tapi ternyata walaupun sekarang udah ada banyak orang yang bantu ternyata malah lebih banyak juga kerjaanya karena bisnis itu growing terus.
Baca juga: Q&A: Betti Alisjahbana: Teknologi, Dunia yang Tepat Untuk Perempuan!
Balik lagi ya, ke perempuan dan pemimpin. Di lingkungan ini kan banyak paradigma atau streotipe kalau perempuan itu harus tahu tempatnya. Sehingga mereka tidak mau terlalu berkarya yang luar biasa. Menurut Mbak sendiri, apa katalis yang bisa buat berani lebih berkarya?
Sebenernya stereotipe itu ga dateng dari orang luar. Kadang perempuan dari diri sendiri udah membatasi. Kayak misalnya, orang-orang di kantorku perempuan semua. Terus pas ada project besar dan disuruh megang project gede banyak yang suka bilang “Nggak deh.. aku ga bisa megang project ini. Aku kan mau nikah. Ntar jadi sibuk.”
Padahal, ya dia juga belum nikah. Itu mah harusnya dipikirin nanti aja deh gak usah mikirin itu sekarang. Living to the fullest aja. Apa yang bisa dimaksimalin, maksimalkan aja sehari-hari. Soal nanti udah punya anak atau apa, pasti udah ada jalannya sendiri. Dipikirin nanti aja. Ga usah dijadiin masalah sebelum itu dijadiin masalah. Itu kuncinya.
Balik lagi ke apa yang bisa dilakuin sendiri, untuk keluarga, untuk orang banyak. Jangan gampang puas. Karena banyak lho yang bisa dilakuin buat orang-orang di sekeliling kita.
Berbicara lebih dalam lagi mengenai Female Daily Network, apa sih insight yang melatarbelakangi Mbak untuk membuat FDN?
Awalnya dari sebuah blog untuk fashion dan beauty. Secara tidak direncanakan, tahu-tahu banyak visitor-nya, kemudian kita bikin forumnya dan banyak tertarik untuk beriklan. Jadi pas aku pulang dari Amerika dan udah banyak tawaran beriklan walaupun ga di-manage secara profesional.
Melihat potensi yang cukup besar, dari situ kita mulai putuskan kalau kita akan mulai full time dan manage FDN bener-bener. Jadi pulang dari sana kita gak coba cari kerja kemana-mana, langsung ngebesarin itu aja karena melihat ada brand yang melirik.
Baca juga: Mencapai Persamaan Gender = Mengubah Budaya
Aku melihat kalau ada kecenderungan visi utamanya itu adalah untuk connecting woman. Nah berarti itu kan menunjukan kalau itu adalah suatu bisnis yang dia tidak hanya berpikir introvert tapi dia ada visi yang lebih besar. Nah gimana caranya buat bisnis untuk wanita gak terjebak di paradigma introvert? Intinya yang tadinya tidak direncana jadi luar biasa.
Orang sekarang mikir kalau bisnis itu cuman buat nyari duit doang. Tapi menurutku kalau pengen cari profit sih jangan jadi entrepreneur [tertawa]. Karena walaupun ada pemasukan dari situ, awal memulai jadi entrepreneur itu berat banget. Kalau memang pengen cari duit yang aman dan dijamin tiap bulan, itu mah kerja aja di corporate. Kalau entrepreneur kan dari awal bulan pertama mereka ga tau apa yang mereka dapat, kalau pun iya pastinya di-invest lagi buat ngembangin usahanya.
Kalau kita melakukan sesuatu yang kita suka money will follow. Kalau kita bikinnya itu dengan bagus, rapi dan konsisten itu pasti industry will notice. Kalau pengen jadi entrepreneur jangan mikir apa yang bisa kita dapatkan dari situ. Tapi lebih apa yang bisa kita kontribusikan untuk orang banyak.
Nah, menarik nih. Aku tertarik pada hal yang lebih rahasia lagi. Tadi kata Mbak “industry will notice”. Tapi kadang ide yang tidak biasa itu kan susah dijual. Bagaimana orang-orang sana bisa menjual ide yang tidak biasa kalau mereka mau jadi creative ntrepreneur?
Sebenernya ga perlu ide yang scientific atau apapun itu buat jadi entrepreneur. Basically, kan kita cuma harus bikin sesuatu yang dibutuhkan banyak orang. Kita cukup lihat diri sendiri aja, apa sih yang kita butuhin, yang belum ada, yang belum bisa kita temukan. Berangkat dari kebutuhan sendiri-sendiri.
Kalau kelebihan menjadi pemimpin perempuan apa, menurut Mbak Hanifa?
Hmm… Banyak sih. Apalagi sebagai seorang Ibu, kita terbiasa dengan proses. Dari hamil sampai membesarkan anak dan itu bisa banget diimplikasikan ke dunia bisnis. Banyak orang sekarang yang mentingin result dan goal-oriented. Ternyata di sebuah perusahaan itu sangat dibutuhkan proses. Process-oriented sangat sangat dibutuhkan walaupun result-nya tidak sesuai target. Kayak misalnya kalau project udah goal, apa orang-orang suka dengan cara yang dipakainya, cara kerja barengnya, apa mereka belajar dari situ atau nggak.
Terus seorang Ibu itu kan juga good listener. Mengayomi, lebih nurturing, lebih punya empati lebih besar. Kalau cowok kan mungkin kurang peka pada hal-hal kecil. Tapi perempuan karena makhluk yang multitasking, jadi gabisa gas pol terus. Kalau cowok kan kadang-kadang lempeng aja kalau misalnya anak sakit kan dia mau ngantor ya ngantor aja. Ga ada rem.
Terakhir, apa pesan dari Mbak Hanifa untuk perempuan Indonesia yang ingin jadi pemimpin?
Pertama kalau mau bikin usaha jangan lihat dari apa yang kita dapet tapi kontribusi kita untuk orang banyak. Kedua, mulai sesuatu dari yang kita suka. Ketiga, perempuan itu harus bisa berkarya sendiri.
Baca juga: 5 Anthems for Female Leaders
Header image credit: kaboompics.com
Comments 1