Random netizen: “Ngucapin selamat hari kemerdekaan Indonesia kok pake bahasa Inggris?”
Suatu saat gue lagi nge-scroll linimasa Instagram, dan takdir membawa gue ke suatu komentar di fotonya Dian Pelangi yang kira-kira berbunyi: “Mba, kok pake bahasa Inggris terus caption-nya?”
Gak cuma sekali gue menemukan para influencer di social media dikomentari oleh netizen tentang penggunaan bahasa. Salah satu yang sepertinya paling sering dikomentari adalah stand-up comedian Ryan Adriandhy.
“Pake bahasa inggris mulu sih bang @Adriandhy”
“@Adriandhy bisa gak sih updatenya gausah bahasa inggris, gaada subtitlenya kan :’(“
“Bang @adriandhy bisa gak loh bikin twitt gak pakek bahasa inggris, guwa pening nih”
Baca juga: Mari Kita Dukung Presiden Hi-Tech!
Kalau melihat mention para netizen di atas, kayaknya sih mereka cuma iseng, atau mengeluh karena tidak bisa memahami isi kicauan Ryan.
Tapi, kalau sudah masuk ke komentar-komentar begini:
“@Adriandhy bang bang, kok pake bahasa inggris aja bang, awas lupa loh sama bahasa negara sendiri”
…things are getting more stupid.
Kenapa? Kenapa orang gak boleh nge-tweet atau nulis caption atau apapun pake bahasa Inggris?
Ngebawa alasan “nanti lupa bahasa negara sendiri” atau nasionalisme adalah alasan yang gak make sense. Mari kita jangan lupakan satu fakta bahwa, dunia bisnis dan ilmu pengetahuan masih berkiblat ke negara-negara Barat, walaupun negara-negara Timur mulai mendominasi.
Artinya apa? Artinya, literatur atau konten-konten bermanfaat yang tersebar di berbagai media masih didominasi oleh bahasa Inggris. Dan saat kita “memaksa” nasionalis dengan terlalu menjunjung tinggi bahasa Indonesia, kita bakal rugi banget (apalagi kalau mengingat medianya negara kita banyak busuknya).
Kenapa juga Dian Pelangi salah kalo pake caption bahasa Inggris di Instagram-nya? Anyway sebagai moslem fashion designer, dia mulai mendapatkan international recognition. Audiensnya gak cuma orang Indonesia, tapi juga orang dari negara lain. Kenapa sewot kalau Dian Pelangi sedang terus berusaha membesarkan nama bangsa ini dengan cara mengakomodir audiens internasional?
Baca juga: Pengajar Muda: Pendidikan itu Mencerahkan, Bukan Mengarahkan
Di sistem pendidikan kita juga, Sekolah Berstandar Internasional dulu sampai dihapuskan salah satunya dengan alasan yang gak signifikan: penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dianggap menghilangkan jati diri bangsa.
Fuck this.
Jati diri bangsa manakah yang dimaksud? Bangsa yang selalu ngerasa inferior kalau ketemu bule? Bangsa yang senang mengundang bintang tamu bule ke acara komedi hanya untuk mempertontokan kebodohannya komediannya dalam berbahasa Inggris?
Lama-lama this whole stupid thing tentang jati diri bangsa makin memuakkan. Apa sih jati diri kita? Negara yang dijajah selama ratusan tahun, lalu setelah merdeka, menolak untuk mempelajari bahasa internasional yang sebenarnya bisa membesarkan bangsa kita?
Orang Indonesia di satu sisi inferior ngelihat negara-negara Barat, tapi di sisi lain “sombong” dan ngerasa superior kalau mereka gak butuh bahasa asing untuk maju.
Saat menjabat sebagai Mendikbud, M. Nuh pernah berkata di depan media, “Bung Karno kurang apa coba bahasa Inggrisnya.”
Nah lho. Coba. Pikir. Pake. Otak.
Udahlah capek ya marah-marah. Terakhir mending baca tulisan lama di blog Adriandhy yang judulnya Bahasa Asing = Kamu Tidak Cinta Bahasa Ibu!
Pakai bahasa ibu. Tidak belajar bahasa lain. Terbatas sampai bandar udara. Belajar bahasa asing.
Belajar bahasa asing. Berlatih menggunakannya. Dibilang tidak mencintai bahasa ibu.
Belajar bahasa asing. Merasa sulit. Menyerah. Sudahlah pakai bahasa ibu saja. Pakai ‘tidak punya kesempatan yang sama’ sebagai alasan.
Dapat kesempatan. Belajar bahasa asing. Masih merasa sulit. Menyerah lagi. Pakai bahasa ibu lagi.
Lalu lihat yang tetap gigih. Yang akhirnya bisa bahasa asing. Lalu iri. Lalu tidak mau kalah.
Lalu tunjuk mereka yang berlatih. Bilang mereka tidak mencintai bahasa ibu. Pakai nasionalisme untuk tutupi inferior dalam diri.
Lihat mereka yang gigih. Yang berusaha. Melewati bandara. Mereka berkembang.
Setelah mereka yang gigih berhasil, langkah berikutnya apa?
Kembali ulang dari atas.
Baca juga: Blusukan Buat Anak Muda, Bukan yang Udah Paruh Baya
Header image credit: pendoasion.wordpress.com