Most people spend more time and energy going around problems than in trying to solve them. – Henry Ford
Orang Indonesia itu pinter. Pinter ngambil kesempatan.
Gak percaya? Coba perhatikan fenomena di sekeliling kita. Banyak ibu-ibu sosialita yang dapat penghasilan tambahan dari “nyelundupin” tas-tas branded di luar negeri. Ya, waktu liburan ke luar negeri, mereka sengaja beli lebih dari satu, bahkan sampai enam, tas Hermes atau LV misalnya, untuk dijual lagi di Indonesia dengan margin hingga jutaan rupiah!
Saya sendiri pernah benerin laptop di seorang teknisi yang kerja di Apple Indonesia. Mas-mas ini cerita kalau dia sering curi kesempatan saat jalan-jalan ke luar negeri dibayarin kantor. Curi kesempatan apa? Curi kesempatan beli MacBook atau iPhone lebih murah saat ke toko resmi di Singapura atau Malaysia, lalu langsung dijual kembali di Kaskus. Ludes dalam beberapa hari!
Baca juga: Bangga Sama Indonesia itu Ngaku Lokal, Bukan Sok Internasional!
Saya tanya, “Emang gak ketahuan petugas bandara, Mas?”
“Ya, pinter-pinter aja. Kalau beli laptop, kotaknya disimpen di koper. Laptopnya dibawa gitu seakan-akan punya sendiri.”
Iye deh Mas iye..
Terus, coba kita lihat mentalitas orang Indonesia yang sering banget meng-abuse segala yang gratisan. Kalau ada free flow, cepet banget geraknya. Malah biasa saling ngasihtau, misalnya di acara bazaar “Eh, kalo ke booth yang di situ dapat sampel makanan”. Langsung deh semua pura-pura jalan lewat situ biar ditawarin.
Gue sendiri ga tahu apa di negara lain hal kayak gini juga terjadi. Poinnya adalah, sekali lagi, orang kita itu pinter. Pinter ngambil kesempatan.
Pertanyaannya, kenapa di negara kita masih banyak aja masalah, ya? Kalau orang-orangnya pinter ngelihat peluang, bukannya mestinya entrepreneur kita bisa lebih tinggi persentasenya?
Menurut kita sih, jawabannya, adalah kanalisasi energi yang salah.
Baca juga: Raising the Standards
Apa tuh kanalisasi? Maksudnya adalah energinya habis dipake buat hal-hal kayak meng-abuse barang gratisan atau jualan laptop dan tas mahal. Iya memang menguntungkan diri sendiri, tapi ga menyelesaikan masalah.
Coba aja energi dan kecerdasan yang biasa dipakai buat ngantri barang gratisan atau curi-curi nyembunyiin barang di bandara ini dipakai buat sesuatu yang bermanfaat. Ntah apalah itu, misalnya membangun bisnis yang lebih sustainable dan menyerap lapangan pekerjaan (ga cuma menguntungkan diri sendiri), atau membuat gerakan sosial yang menciptakan dampak.
Ya, kesalahan terletak pada brainwash yang salah di sekolah dan masyarakat sedari kecil, kalau kekayaan jadi ukuran kesuksesan. Bahwa meng-abuse barang gratisan dan mencari peluang jualan itu semata-mata untuk meningkatkan kesejahteraan diri sendiri.
Sekali lagi, orang kita itu pintar. Pinter melihat peluang. Cuma salah menyalurkan energi aja, ke hal-hal yang purpose-nya kurang besar.
Baca juga: #ziliun17: Diaspora Muda Indonesia
Header image credit: purseblog.com