Sebuah komunitas, seperti yang kita tahu, idealnya adalah tempat di mana kumpulan individu saling berinteraksi dan berdiskusi mengenai satu hal.
Tujuannya berbeda. Ada yang mau sekadar kumpul hore, ada yang ingin sebagai tempat “belajar” bersama, ada yang ingin memberikan dampak, bahkan ada pula yang sengaja menjadikan komunitas sebagai tambang uang.
Lantas, apa tujuannya membentuk komunitas untuk meraup keuntungan? Ya untuk membentuk customer base sebelum launching produk. Harapannya, seperti memancing ikan dalam jaring.
Ambil contoh, tipikal komunitas online yang ujung-ujungnya berbisnis. Asalnya memang, dibentuk forum yang menjaring satu interest. Lalu, untuk mendapatkan traffic yang bagus, dibuatlah konten seciamik mungkin untuk menarik banyak user.
Baca juga: #ziliunPoll: Partisipasi di Komunitas Online
Kemudian, saat anggota komunitas semakin banyak, baru perlahan para founder dan pengurus komunitas ini menjual produk yang berhubungan dengan komunitas atau menjual layanan berbayar yang sepertinya akan diminati anggota. Banyak bisnis yang bermula dari forum-forum atau komunitas gratis, yang kemudian meminta recehan dana ke anggota dengan modus menawarkan membership package setiap bulannya atau meminta donasi sukarela (yang ga jelas larinya ke mana).
Pasti banyak yang berpikir, toh, dalam dunia bisnis dan secara marketing, itu adalah hal yang lumrah. Ga ada salahnya dong minta duit agar komunitas tetap sustain. Memang pasti ada anggota yang ga keberatan bayar ini-itu, karena merasa masih bisa mendapatkan value yang sebanding. Tapi ada juga yang bakal merasa ketipu, dengan istilah “komunitas” yang awalnya terlihat “tulus” sebagai wadah berinteraksi dan berbagi.
Lantas apa yang menjadi patokan benar salah dalam membangun komunitas? Lagi-lagi, impact yang dihasilkan.
Baca juga: Komunitas Hong: “Bertemu” Dengan Yang Tradisional
Pertanyaan yang mesti terus dipertanyakan oleh pengurus dan anggota komunitas adalah: “Apakah dengan serentetan produk yang dijual lantas bisa memberi dampak lebih buat anggota dan lingkungan sekitar?”
Kalau lo mengelola komunitas, ask yourself the question. Jangan sampai anak-anaknya pada kabur karena merasa ketipu akan embel-embel komunitas.
Header image credit: frontspin.com